Isu Tak Sedap Menghadang Rencana Right Issue Bank Permata

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ade-mulyana-1'>ADE MULYANA</a>
LAPORAN: ADE MULYANA
  • Senin, 03 Desember 2012, 13:58 WIB
Isu Tak Sedap Menghadang Rencana Right Issue Bank Permata
ist
rmol news logo Kabar tak sedap mengguncang PT Bank Permata Tbk. menjelang right issue untuk menghimpun dana masyarakat senilai Rp 2 triliun yang akan dimulai, Kamis (6/12). Disebut-sebut bank hasil merger lima bank tersebut tidak transparan diantaranya diduga melanggar UU Perbankan, UU Perseroan Terbatas, peraturan Bapepam dan banyak lagi.

Bobby Worotitjan dari firma hukum Bobby Worotitjan & Partners menyatakan diduga telah terjadi praktik ilegal dan penyalahgunaan wewenang di Bank Permata.

"Sekelas Bank Permata yang sahamnya dikuasai PT Astra International dan juga Standard Chartered Bank seharusnya transparan soal perusahaan. Tidak boleh ada cacat hukum apalagi menjelang right issue," kata Bobby di Jakarta, Senin (3/12), menyikapi informasi dari firma hukum DNC Advocates at Work sebagai likuidator PT Indilex Perkasa yang menjadi anak perusahaan PT Bank Permata. Saat ini, diduga dalam rangka Right Issue PT.Bank Permata.,Tbk maka PT.Indilex Perkasa dimana PT.Bank Permata sebagai pemegang saham tunggal sedang dalam Proses Likuidasi.

"Bank Permata DIDUGA telah melanggar UU 10/1998 tentang Perbankan perihal larangan memiliki usaha lain selain jasa perbankan," kata Bobby.

"Tapi fakta hukumnya Bank Permata memiliki anak perusahaan PT Indilex Perkasa yang usahanya tidak terkait jasa perbankan," sambungnya.

Bobby juga menduga, sebagai Perusahaan Publik,  Bank Permata tidak melaporkan anak perusahaan tersebut  ke Bank Indonesia DAN Bapepam. Kemungkinan transaksi anak perusahaan itu dalam jual beli tanah seluas 13,3 hektare senilai Rp 42 miliar di Ubud, Bali, tidak dilaporkan ke BI dan Bapepam.

"Padahal bila ini dilanggar ancaman hukumnya paling lama 15 tahun dan denda maksimal Rp 200 miliar," kata Bobby.

Bobby juga menjelaskan, PT Indilex Perkasa sendiri sebagai anak perusahaan cacat hukum. Perusahaan ini diduga melanggar UU 40/2007 tentang Perseroan terbatas.

"Pemegang saham perusahaan seharusnya paling tidak dua orang. Tetapi faktanya, perusahaan ini sahamnya 100 persen dikuasai PT Bank Permata. Di sisi lain Bank Permata tidak boleh memiliki saham di perusahaan ini karena bidangnya bukan perbankan. Dua kesalahan sekaligus," kata Bobby.

PT Bank Permata juga, lanjut Bobby diduga tidak menjunjung good corporate governance sebagai diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No. 8/4/PBI/2006. Bank harus menerapkan prinsip-prinsip keterbukaan, akuntabilitas, pertanggungjawaban, independensi dan kewajaran.

"Peraturan ini dilanggar Bank Permata dengan diduga tidak mengungkapkan transaksi benturan kepentingan atas tanah seluas 13,3 hektare atas nama PT Indilex Perkasa yang dijual ke PT Bank Permata," ujarnya.

Peraturan lain yang diduga dilanggar, kata Bobby adalah Keputusan Ketua Bapepam No. Kep.521/BL/2008 tanggal 12 Desember 2008 tentang Transaksi Afiliasi dan Benturan Kepentingan Transaksi Tertentu.

"Dalam peraturan itu disebutkan, perusahaan yang melakukan transaksi afiliasi wajib melakukan keterbukaan informasi kepada Bapepam dan LK dan mengumumkan kepada masyarakat paling lambat akhir hari kerja ke-2 setelah terjadi transaksi," papar Bobby.

Bobby meminta Bank Indonesia, Bapepam dan LK serta Kementerian Kehakiman untuk mencermati praktik-praktik mencurigakan di PT Bank Permata.

"Apalagi ini menjelang right issue, jangan sampai kasus-kasus pelanggaran bank seperti yang terjadi dengan kasus Century terulang kembali. Bank tidak transparan, tidak akuntabel dan masyarakat dibohongi. Yang jadi korban adalah masyarakat lagi," kata Bobby. [dem]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA