BLSM Tidak Cukup, Perlu Pemberdayaan Fakir Miskin

Sabtu, 31 Maret 2012, 08:03 WIB
BLSM Tidak Cukup, Perlu Pemberdayaan Fakir Miskin
ilustrasi, rakyat miskin
RMOL.Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) tidak dapat dilihat dari satu aspek, yang dikha­wa­tirkan banyak pihak adalah harga-harga kebutuhan pokok masya­rakat melejit.

“APBN kita memang berat menanggung seluruh kebutuhan pem­bangunan. Pemerintah me­lihat salah satu opsi untuk men­sta­bilkan APBN dengan me­ngurangi subsidi BBM. Sebagai gan­tinya, pemerintah berencana me­ngalihkan sebagian biaya sub­sidi BBM dalam bentuk Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) sebagai kompensasi kenaikan harga BBM,” ujar ang­gota Badan Anggaran (Banggar) DPR Jazuli Juwaini.

Dia memahami BLSM sebagai ben­tuk pengaman sosial untuk meng­kompensasikan dampak ke­naikan BBM. Di luar efektivitas dan ketepatan sasaran dalam pe­nya­lurannya, sejatinya BLSM ha­nya mengatasi persoalan dalam jangka pendek karena sifatnya yang sementara dan tunai.

Padahal, multiplier effect ke­nai­kan harga BBM dampaknya jang­ka panjang dalam menambah be­ban kehidupan masyarakat eko­­nomi lemah. Dalam jangka pan­­jang kehidupan rakyat miskin akan semakin sulit.

“Jika harga BBM naik, maka pemerintah tak boleh merasa cu­kup dengan penyaluran BLSM. Pe­­merintah wajib mening­katkan dan menggalakkan program-pro­gram pemberdayaan fakir mis­kin de­ngan dukungan anggaran yang me­­madai dan manajemen pro­­gram yang lebih terintegrasi, trans­­paran dan akuntabel, tepat sa­saran, dan terukur (targetted),” jelasnya.

Anggaran kemiskinan dalam APBN, lanjut Jazuli, saat ini baru be­rupa bantuan sosial sekitar Rp 60 triliun yang tersebar di sekitar 19 kementerian/lembaga. Sa­yang­­nya, anggaran sebesar itu ti­dak terkoordinasi dengan baik, le­mah dalam perencanaan dan imple­mentasi yang dapat dilihat dari serapan anggaran, sehingga tidak berdampak signifikan pada penanggulangan kemiskinan.

Terkait usulan Banggar yang meminta pemangkasan anggaran BLSM, Menko Kesra Agung Lak­­sono mengatakan, pemo­to­ngan itu menyebabkan kelebihan jangka waktu selama tiga bulan.

“Kelebihan dana itu harus di­kembalikan lagi ke masyarakat yang berpenghasilan rendah dan juga untuk percepat proses in­frastuktur BBG (bahan bakar Gas),” ucapnya saat konferensi pers di kantornya.

Kemudian, lanjut Agung, sisa dana itu bisa digunakan untuk membangun infrastruktur desa se­perti pembangunan jalan, sa­rana dan prasarana di setiap pe­desaan serta memperkuat ter­wu­judnya pendidikan me­nengah universal wajib 12 tahun. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA