Lucu, Indonesia Ekspor Batubara Murah, Tapi Mengimpor BBM Mahal

Sabtu, 31 Maret 2012, 08:00 WIB
Lucu, Indonesia Ekspor Batubara Murah, Tapi Mengimpor BBM Mahal
ilustrasi, batu­bara
RMOL.Wakil Menteri Energi Sum­ber Daya Mineral (ESDM) Widjajono Partowidagdo me­nilai, Indonesia merupakan negara lucu. Pasalnya, negeri ini memiliki banyak sumber energi murah, tetapi semuanya justru untuk ekspor.

Dia mengambil contoh ba­tu­­bara. Menurutnya, batu­bara merupakan salah satu sum­ber energi murah yang bisa di­man­faatkan tapi malah di­impor. Sedangkan Indo­ne­sia, lebih memilih impor bahan bakar minyak (BBM) yang harganya lebih mahal.

“Indonesia negara lucu, eks­por yang murah tapi impor yang mahal. Orang yang nggak ka­ya minyak tapi pa­kai yang ma­hal. Orang mis­kin ka­lau pakai yang mahal akan su­sah hidup­nya,” kata­nya di Jakarta, ke­marin.

Widjajono menyatakan, masalah energi di Indonesia itu karena masih belum ber­kem­bangnya energi terba­ru­kan. Hal ini disebabkan ku­rangnya investasi pemerintah terhadap sektor tersebut akibat terkurasnya anggaran negara untuk biaya subsidi energi.

“Brazil itu berhasil karena BBM-nya tidak disubsidi, jadi duitnya untuk investasi. Dis­paritas harganya lumayan ka­rena duitnya ada untuk inova­si. Jadi orang Brazil ini pintar,” ungkapnya.

Selain investasi, perlunya otak dan hati untuk mema­ju­kan energi terbarukan. “Kalau tidak punya otak maka tidak punya akal, tapi kalau tidak punya hati, maka tidak punya moral,” jelasnya.

Widjajono heran dengan kultur masyarakat Indonesia yang justru bangga dengan jumlah mobil yang banyak meskipun bahan bakarnya masih disubsidi. “Mobil di Si­ngapura itu 5 tahun ganti, tapi di Indonesia malah bang­ga mo­bil tambah meskipun BBM-nya disubsidi,” sindirnya.

Anggota Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) A Qoyum Tjan­dra­­negara juga mengaku heran dengan kebijakan ekspor gas, sementara di satu sisi pe­me­rintah juga impor BBM.  

“Kebijakan itu (impor) jus­tru memberi subsidi negara lain. Sangat ironi bila ma­sya­rakat mesti dibebani dengan energi mahal, yakni BBM, se­mentara kekayaan energi yang murah yaitu gas bumi, malah dinikmati masyarakat di ne­gara-negara yang mengimpor gas dari Indonesia,” katanya.

Menurut Qoyum, ke de­pan­nya ekspor gas harus dihin­dari. Sebab tidak sesuai de­ngan amanat Undang-Undang No­mor 22 tahun 2001 tentang Mi­gas, terutama Pasal 8 yang ber­bunyi pemerintah mem­be­rikan prioritas terhadap pemanfaatan gas bumi untuk kebutuhan da­lam negeri.

Dia berpendapat, gas yang ta­dinya untuk ekspor itu bisa disalurkan untuk kebutuhan industri dalam negeri. Untuk infrastrukturnya, selama pe­me­rintah dan kemauan yang kuat pasti bisa dipenuhi. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA