“Kami sudah melakukan pemÂbaÂtasan pembelian BBM di daeÂrah, tujuannya agar penjualan BBM bisa merata dan dinikmati seÂmua,†ujar Vice President CorÂporate Communication PerÂtaÂmina M Harun kepada Rakyat Merdeka di Jakarta, kemarin.
Ia mengatakan, kebijakan ini beÂkerja sama dengan pemerintah daerah (Pemda). Ia menconÂtohÂkan pembatasan yang sudah dilaÂkukan di Sulawesi Utara (Sulut). MeÂnurutnya, Pemda Sulut memÂbaÂtasi penggunaan BBM untuk moÂbil pribadi sebanyak 30 liter per hari, sedangkan untuk motor 3 liter per hari. “Kebijakan ini meÂÂrupakan koordinasi dengan Pemda,†katanya.
Ditanya apakah kebijakan pemÂbatasan akan tetap dilakukan meski harga BBM sudah dinaikÂkan, Harun menyerahkan kepada Pemda terkait. Sebab, Pemda yang tahu kebutuhan BBM daeÂrahÂnya masing-masing.
“Pembatasan akan dilakukan di daerah tambang dan industri, kaÂrena seringkali BBM subsidi terÂserap ke sana,†ucapnya.
Terkait maraknya demo peÂnolakan kenaikan harga BBM, HaÂrun mengatakan, Pertamina suÂdah mengeluarkan kebijakan unÂtuk mengurangi pasokan ke StaÂsiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) yang dilalui jalur demo untuk menganÂtisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.
Dirjen Migas Kementerian EnerÂÂgi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Evita H Legowo mengaÂtakan, memang ada kebijakan unÂtuk pengaturan penggunaan BBM subsidi.
“Kebijakan itu wewenangnya BPH Migas (Badan Pengatur HiÂlir Minyak dan Gas Bumi), PerÂtamina berkordinasi dengan PemÂÂda,†kata Evita kepada RakÂyat Merdeka, kemarin.
Menurut Evita, kebijakan itu sifatÂnya masih tingkat Pemda karena mereka yang tahu kebutuÂhan BBM di daerahnya. KemenÂterian ESDM belum mengeÂluarÂkan resÂmi kebijakan pemÂbatasan pemÂbelian.
Namun, menurutnya, pemerinÂtah sudah mengeluarkan PeraÂturan Presiden (Perpres) Nomor 15 Tahun 2012 tentang Harga Jual Eceran dan Konsumen PengÂguna Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu. “Pengaturan pengÂguÂnaan BBM yang dilakukan itu sudah berlangsung lama,†ungÂkap Evita.
Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Tamsil Linrung mengkritik Pertamina yang suÂdah membatasi pembelian BBM subÂsidi di daerah. Menurutnya, PerÂtamina tidak boleh melakuÂkan pembatasan pembelian terÂlebih dahulu sebelum ada kepuÂtusan daÂri pemerintah.
“Seharusnya pemerintah daeÂrah tetap mendaÂpatkan BBM seÂsuai keÂbutuhannya, kecuali unÂtuk peÂnimÂbunan,†kata Tamsil.
Menurut politisi PKS ini, seÂhaÂrusÂnya untuk mengantisipasi peÂnyaÂlahÂgunaan penggunaan BBM subsidi adalah melakukan pengaÂwasan oleh BPH Migas.
Sebelumnya, pemerintah beÂrenÂÂcana melakukan pengaturan pengÂÂgunaan BBM subsidi tahun ini. Kebijakan itu diatur dalam paÂsal 7 ayat 4 Undang-Undang NoÂÂÂmor 12 Tahun 2011 tentang AngÂÂgaran Pendapatan dan BeÂlanja Negara (APBN) yang berÂbunyi Pengendalian anggaran subÂsidi BBM jenis tertentu dan baÂhan bakar gas cair (liquefied petroleum gas (LPG)) tabung 3 kilogram dalam Tahun AngÂgaran 2012 dilakukan meÂlaÂlui pengaloÂkasian BBM bersubÂsiÂdi secara lebih tepat sasaran dan kebijakan pengendalian konsumÂsi BBM bersubsidi.
Namun, kebijakan ini redup lagi setelah pemerintah lebih meÂmilih opsi menaikkan harga BBM subsidi Rp 1.500 per liter.
Kepala Badan Kebijakan FisÂkal Kementerian Keuangan BamÂbang Brojonegoro mengataÂkan, tidak berjalannya program pemÂbatasan BBM disebabkan bebeÂraÂpa kendala. Pilot project yang dilaÂkukan pemerintah juga tidak berÂjalan mulus.
“Hal ini diseÂbabÂkan murahnya harga BBM subÂsidi, sehingga program konversi enerÂgi tidak berjalan,†kata Bambang.
Namun, rencana pemerintah unÂtuk menaikkan harga BBM subsidi juga tidak berjalan mulus. PaÂsalnya, tiga fraksi di Badan Anggaran DPR yaitu PDIP, GeÂrindra dan Hanura yang menolak alaÂsan pemerintah untuk meÂnaikÂkan harga BBM subsidi. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: