Hal ini diungkap Asosiasi Psikologi Forensik Himpunan Psikologi Indonesia (Apsifor Himpsi) yang turut serta dalam proses penyelidikan dengan jajaran Ditreskrimum Polda Metro Jaya.
“Situasi terakhir kehidupannya yang bersangkutan mengalami sedikit tekanan psikologis,” kata Ketua Umum Apsifor Himpsi, Nathanael Sumampouw di Polda Metro Jaya, pada Selasa 29 Juli 2025.
Menurut Nathanael, hal ini bisa dihubungkan dengan tanggung jawab dari pekerjaan Arya sebagai pelindung, pendengar,
rescuer bagi WNI di luar negeri.
Sayangnya, Arya diduga tidak mengeluarkan tekanan tersebut. Ini terlihat dari Arya yang dipersepsikan oleh lingkungan kerjanya sebagai sosok yang sangat baik.
“Kami mendapatkan data yang bersangkutan dipersepsikan oleh atasan sebagai staf yang sangat bisa diandalkan. Dipersepsikan terhadap rekan kerja sebagai orang yang sangat positif,” kata Nathanael.
Anggota Dit Ressiber Polda Metro Jaya, Ipda Saji Purwanto menjelaskan bahwa tekanan psikologis yang dialami Arya cocok dengan temuan riwayat percakapan melalui email yang tersimpan.
"Berdasarkan riwayat
device-nya yang aktif pertama pada 29 Juni 2019 dan terakhir digunakan komunikasi pada 20 September 2022. Ditemukan ada pengiriman email ke salah satu badan aman yang memberikan layanan dukungan bagi orang yang mengalami tekanan emosional, keputusasaan, dan keinginan untuk bunuh diri," ujar Saji.
Dari sini, diketahui adanya dua periode komunikasi antara Arya dan lembaga psikologis
"Dua segmen pertama di 2013. Tepatnya dari 20 Juni sampai 20 Juni. Di situ saya sampaikan ke penyidik, intinya menceritakan alasan ingin melakukan bunuh diri," kata Saji.
Tak hanya sekali, menurut Saji, komunikasi serupa juga ditemukan pada tahun 2021 dalam sembilan segmen email yang dikirim antara 24 September hingga 2 Oktober.
Arya Daru ditemukan tewas dengan kondisi wajah terlilit isolasi atau lakban warna kuning di sebuah kos di Jalan Gondangdia Kecil, Menteng, Jakarta Pusat pada Selasa 8 Juli 2025.
BERITA TERKAIT: