“Konsep ini tidak hanya menjawab kebutuhan lokal Provinsi Riau yang kerap dihadapkan persoalan deforestasi, karhutla, dan konflik pengelolaan SDA, namun juga merumuskan arah baru pemolisian yang lebih inklusif, preventif, dan berbasis nilai-nilai keberlanjutan,” ujar Kapolda Riau, Irjen Herry Heryawan di Universitas Islam Riau, Kamis, 17 April 2025.
Kapolda menyebut,
green policing dibangun di atas fondasi ilmiah kuat. Dari sisi ontologis, konsep ini adalah pendekatan pemolisian yang peduli terhadap kelestarian lingkungan hidup, sebagai bagian menjaga keteraturan sosial dan peradaban.
Kedua,
green policing adalah jawaban atas tantangan krisis lingkungan, perubahan iklim, karhutla, hingga patologi sosial berbasis ekonomi dan ekologi.
Green policing juga upaya mengimplementasikan Polri yang Presisi, mampu prediktif terhadap perkembangan zaman, responsibel terhadap lingkungan, dan transparansi hukum berkeadilan.
“
Green policing menjadi solusi atas tantangan zaman yang memerlukan kehadiran aparat negara yang responsif terhadap lingkungan, prediktif terhadap ancaman ekologi, dan transparan dalam pengambilan keputusan hukum,” tegas Kapolda.
Dari sisi epistemologi, pendekatan ini dibangun di atas tiga kerangka utama, yakni
value reference dengan berkomitmen pada nilai-nilai universal, termasuk HAM, keberlanjutan, dan keadilan ekologis.
Kemudian kerangka organisasi, di mana kebijakan kelembagaan Polri yang efektif dinilai perlu merespons isu lingkungan. Terakhir adalah
complexity. Menurutnya,
green policing harus mampu menghadapi kompleksitas masalah sosial-ekologis dengan adaptasi dan respon yang tepat.
“Dengan demikian,
green policing menuntut penguasaan pengetahuan yang dinamis, kolaboratif, dan lintas sektoral,” pungkas Irjen Herry.
BERITA TERKAIT: