Perwakilan Gerakan Aktivis Mahasiswa UBK Arya mengatakan, Menag dan Wamenag terindikasi melanggar Undang-undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
"Padahal setiap sen rupiah yang dikeluarkan oleh BPKH (Badan Pengelola Keuangan Haji) atas permintaan Kementerian Agama guna penyelenggaraan haji wajib atas persetujuan DPR dalam kapasitasnya sebagai pengawas eksternal BPKH dan Kementerian Agama," kata Arya di Gedung KPK.
Dengan pengalihan kuota tambahan sepihak oleh Kemenag lewat Keputusan Menteri Agama (KMA) No. 13 Tahun 2024 tentang Kuota Haji Tambahan tanpa konsultasi dengan DPR otomatis membuat besaran BPIH yang bersumber dari nilai manfaat yang sudah ditetapkan dalam Keppres No. 6 Tahun 2024 tentang BPIH menjadi berubah.
"KMA No. 13 Tahun 2024 melanggar asas Lex Superior Derogat Legi Inferiori, yakni peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi," kata Arya.
KMA No. 13 Tahun 2024, masih kata Arya, bertentangan dengan Keppres No. 6 Tahun 2024 tentang BPIH dan Pasal 62 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah sebagaimana diubah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi undang-undang sehingga dinilai cacat hukum.
"Kami meminta KPK segera melakukan aksi yang konkret," kata Arya.
Gerakan Aktivis Mahasiswa UBK juga mendukung Pansus Haji untuk membongkar dugaan skandal kuota haji agar publik mengetahui secara terang benderang.
"Presiden Jokowi juga kami minta evaluasi Menag," demikian Arya.
BERITA TERKAIT: