Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Larangan TikTok di AS Bentuk Ancaman Nasional atau Tanda Rivalitas Baru?

OLEH: WIDYA SALSABILA NASITH*

Selasa, 06 Juni 2023, 17:29 WIB
Larangan TikTok di AS Bentuk Ancaman Nasional atau Tanda Rivalitas Baru?
Penggunaan media sosial TikTok dilarang di Amerika Serikat/Net
PENGGUNAAN media sosial telah menjadi fenomena global dalam kehidupan di era modern. Dalam beberapa tahun terakhir, media sosial sangat populer oleh berbagai kalangan, mulai dari orang dewasa hingga anak-anak. Salah satu platform yang sedang tren saat ini yaitu TikTok.

Aplikasi TikTok telah menyebar di seluruh dunia dengan pengguna mencapai 1,05 miliar pada Januari 2023 (Hootsuite, 2023). Namun, TikTok yang sedang digandrungi banyak orang ini telah dilarang di Amerika Serikat.

Pada tahun 2020, Presiden Donald Trump telah memberikan perintah larangan penggunaan TikTok di Amerika Serikat, hal ini berlanjut ke pemerintahan selanjutnya. Pemerintahan Joe Biden memberikan dua pilihan terkait penggunaan TikTok yaitu, menuntut agar menjual aplikasi tersebut ke AS atau menghadapi undang-undang larangan langsung di AS terkait penggunaan TikTok.

Akhirnya, pada 7 Maret 2023 white house mengesahkan Undang-Undang Restrict Act yang memberikan legitimasi pemerintah federal untuk mengatur bahkan melarang teknologi produk asing yang mengancam keamanan dan keselamatan nasional (Commerce Department, 2023).

Dalam undang-undang tersebut memang tidak disebutkan secara eksplisit mengenai larangan TikTok, tapi tujuannya tetap untuk memberhentikan pengoperasian TikTok di AS.

Mengapa TikTok Mengancam Keamanan Nasional AS?

Tidak seperti media sosial lain seperti Facebook, Instagram yang berasal dari Amerika. TikTok dimiliki oleh perusahaan China bernama ByteDance.

Investor utama dari ByteDance adalah pemerintah China itu sendiri, di mana hal tersebut meresahkan bagi AS karena TikTok sering kali dirundung klaim bahwa media sosial tersebut mengancam keamanan nasional melalui data privasi pengguna, atau dapat digunakan untuk mempromosikan propaganda pro-Beijing dan menyebarkan informasi yang salah.

Pemerintah AS, baik pejabat, akademisi, maupun FBI telah memperingatkan bahwa ByteDance dapat membagikan data pengguna TikTok, seperti riwayat penelusuran, lokasi, pengenalan biometrik dengan pemerintah otoriter China (Chan, 2023).

Christopher Wray, Direktur FBI mengatakan kepada Kementerian Dalam Negeri bahwa ada kekhawatiran tentang pengoperasian TikTok di AS.

Wray memperingatkan bahwa pemerintah China berpotensi menggunakan aplikasi video tersebut untuk memengaruhi pengguna Amerika dan mengontrol perangkat lunak mereka yang akan membahayakan privatisasi data pribadi.

Kekhawatiran tersebut muncul bukan tanpa alasan. Hal ini dipicu karena melihat sistem pemerintahan China yang otoriter. Di mana dalam undang-undang keamanan nasional China dapat memaksa perusahaan asing dan domestik yang beroperasi di dalam negeri untuk membagikan data mereka dengan pemerintah berdasarkan kepentingan negara.

"do whatever the government wants them to in terms of sharing information or serving as a tool of the Chinese government." (Treisman, 2022). Namun, sampai sekarang pun belum ada bukti jelas yang membenarkan asumsi tersebut.

Adakah indikasi bahwa ini merupakan tanda rivalitas teknologi antara China dan AS?

Ada, perselisihan mengenai larangan TikTok merupakan bukti menguatnya persaingan antara China dan AS dalam bidang teknologi. Dampak persaingan ini bisa mempengaruhi rantai pasokan teknologi informasi global yang memiliki basis di Asia dan Amerika Serikat (Sebayang, 2019).

Banyak akademisi ataupun perusahaan teknologi telah mengkhawatirkan bahwa persaingan AS-China dalam bidang teknologi akan mempercepat “Splinternet”.

Splinternet adalah pemecahan satu internet global menjadi beberapa bagian yang lebih kecil dan terfragmentasi karena penyaringan konten dan penyensoran (Amsler, 2022). Pembagian ini bisa disebabkan oleh politik, pemerintahan, teknologi atau persaingan perdagangan.

Negara yang telah membuat internet versi mereka sendiri cenderung melarang warga negara untuk mengakses situs web negara lain yang menjadi rivalnya.

Bukti nyatanya yaitu larangan TikTok di AS ini. TikTok memiliki pengaruh kuat dalam mempengaruhi opini publik dan membentuk trend budaya di antara kalangan pengguna remaja. Hal ini mengkhawatirkan AS akan kemunduran budaya dan kehilangan pengaruhnya terhadap masyarakat internasional.

AS juga khawatir TikTok akan digunakan untuk kepentingan China dengan menyebarkan pengaruh politik dan propagandanya.

AS juga menganggap bahwa isu keamanan data merupakan isu krusial dalam persaingan teknologi dengan China. AS khawatir bahwa China dan teknologinya mampu meretas dan mengumpulkan data rahasia, informasi negara, bisnis, dan dokumen penting lain yang dapat dijadikan alat untuk mengancam keamanan nasionalnya.

Sebagai negara superpower, AS akan terus menghindari semua hal yang mengganggu eksistensinya sebagai negara adidaya. Adanya larangan TikTok ini mencerminkan ketegangan yang lebih luas antara AS dan China dalam teknologi, keamanan data, dan pengaruh geopolitik.

Dapat disimpulkan bahwa larangan TikTok merupakan ancaman keamanan nasional bagi AS dan tanda menguatnya persaingan antara AS dan China dalam bidang teknologi. TikTok mengancam keamanan nasional AS karena dapat mengakses data privasi pengguna, bahkan alamat wifi sehingga rentan terjadi kriminalitas atau serangan siber terhadap warga negara AS.

Larangan TikTok di AS juga merupakan tanda menguatnya rivalitas AS-China karena TikTok memengaruhi opini publik dan membentuk trend budaya sehingga AS khawatir akan kehilangan pengaruhnya dalam dunia global. rmol news logo article

*Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
EDITOR: DIKI TRIANTO

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA