Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Dilema Kebijakan Imigrasi Kanada

OLEH: ANGGITA RAISSA AMINI*

Selasa, 23 Mei 2023, 13:24 WIB
Dilema Kebijakan Imigrasi Kanada
Kanada/Net
SETIDAKNYA selama setengah dekade terakhir ini, Kanada telah menjadi negara dengan penerima imigran terbanyak. Kondisi ini dapat dilihat dari jumlah imigran yang mencapai 1/4 penduduk Kanada selama 150 terakhir.

Data pada tahun 2022 menunjukkan jumlah imigran Kanada mencapai 437.180. Teranyar, Kanada akan menerima 500 ribu imigran pada tahun 2025.

Kebijakan pro imigran Kanada ini jauh lebih liberal dibandingkan dengan Amerika Serikat. Di era pemerintahan Justin Trudeau, Kanada dengan pintu terbuka menawarkan tempat tinggal sementara kepada imigran atau wisatawan yang terkena dampak dari kebijakan Donald Trump.

Meskipun saat ini, pemerintahan Joe Biden telah menghentikan kebijakan sebelumnya dan memilih untuk pro kepada nasib para imigran.

Secara geografis Kanada memiliki wilayah yang terbilang luas dan terbagi menjadi dataran tinggi dan pegunungan di barat dan dataran rendah di bagian tenggaranya yang penuh dengan sumber daya alam seperti minyak mentah, gas alam, dan mineral seperti emas dan perunggu.

Walaupun Kanada memiliki wilayah yang terbilang luas, tapi tingkat kepadatan penduduknya sangat rendah, yaitu 4,03/km². Ini yang mendorong Kanada terbuka dengan kedatangan imigran.

Di samping itu, persepsi positif Kanada dan warga negaranya terhadap kehadiran imigran juga menjadi faktor lain negara dengan bendera berlambang maple leaf itu dalam menerima kedatangan imigran.

Imigran dapat membantu Kanada dalam menyeimbangkan demografi antara populasi produktif dengan populasi lansia. Selain itu, imigran juga dapat memberikan keuntungan bagi Kanada dalam hal pertumbuhan ekonomi.

Keambisiusan Kanada untuk menerima imigran tampaknya tak sejalan dengan kondisi di lapangan. Domestik Kanada dihadapkan dengan masalah seperti keterjangkauan rumah atau akses mendapatkan rumah untuk imigran, juga masalah lainnya seperti peningkatan pengangguran dan sulitnya lapangan kerja.

Masalah-masalah tersebut bisa menjadi duri bagi Kanada dalam melaksanakan kebijakan proimigrannya.
 
Properti Mahal dan Pengangguran Meningkat

Sekilas, kebijakan proimigran Kanada terlihat begitu proaktif untuk para imigran yang ingin menggantungkan hidupnya di Kanada. Namun, masalah domestik juga menjadi pertimbangan lain untuk menjadikan Kanada sebagai tanah impiannya.

Canadian property bubble jelas menggambarkan fenomena tingginya harga properti di Kanada. Secara signifikan, harga properti-properti di Kanada mengalami kenaikan yang sangat melejit. Bahkan jika kita bandingkan dengan negara-negara G7 lainnya, isu kerawanan perumahan di Kanada menjadi yang terparah.

Organization for Economic Co-operation and Development (OECD), mengungkapkan biaya perumahan di Kanada lebih tinggi dibanding 38 negara lainnya. Tak hanya biaya yang mahal, rasio harga sewa dan price to income juga menjadi faktor lain tingginya harga properti di Kanada.

Tingginya harga perumahan merupakan buntut dari Kanada yang tidak memiliki stok perumahan sosial yang besar dan belum berinvestasi di area sewa seperti yang dilakukan negara-negara di Skandinavia untuk mengurangi tekanan biaya perumahan yang mahal. Hal ini dikarenakan Kanada lebih mengejar tingkat imigrasi yang lebih tinggi.

Kini, Kanada juga dihadapkan pada situasi pascapandemi yang berindikasi pada penurunan lapangan pekerjaan hingga 200 ribu lapangan dan tingkat pengangguran yang masih tinggi sekitar 6,5 persen.

Masalah tersebut tentunya menjadi catatan untuk pemerintahan Kanada. Sampai saat ini belum ada usaha konkret dalam menangani tingginya harga propertidi Kanada. Pilihan Kanada untuk mendatangkan 500 ribu imigran di tahun 2025 patut untuk dipertimbangkan kembali.

Perjanjian AS–Kanada: Solusi dari Dilema?

Kanada dihadapkan pada situasi dilema, antara menjaga reputasinya sebagai negara proimigran, kemudian dihadapkan dengan masalah-masalah domestiknya yang tidak mendukung program peningkatan imigran.

Atas dasar itu, AS dan Kanada bersepakat menandatangani perjanjian pembatasan imigran pada 23 Maret 2023. Kesepakatan ini akan mendukung kedua negara tersebut membatasi imigran yang datang dari jalur penyebrangan dan titik perbatasan yang tidak resmi.

Tak hanya bisa membatasi imigran yang datang dari jalur tidak resmi, kesepakatan ini juga mengatur wewenang negara yang disinggahi untuk mengembalikan imigran atau pencari suaka ke tempat asal penyebrangan mereka masing-masing.

Misalnya, jika imigran dan pencari suaka menyebrang dari perbatasan AS, maka akan dikembalikan ke AS, begitu juga sebaliknya.

Trudeau menyepakati perjanjian Safe Third Country, ini adalah tidak lain karena Kanada dihadapkan pada tekanan yang besar untuk membendung meningkatnya jumlah imigran dan pencari suaka di Kanada. Pada tahun 2022, hampir 40 ribu pencari suaka menyebrang ke Kanada dari AS.

Kesepakatan ini jelas menguntungkan Kanada yang sedang dihadapkan pada masalah-masalah yang tidak mendukung program peningkatan imigran.

Namun apabila Kanada masih ingin mempertahankan citranya sebagai negara proimigran, ke depannya Kanada perlu memikirkan strategi apa yang harus dilakukan untuk mendukung program peningkatan imigran. rmol news logo article

*Mahasiswi Hubungan Internasional UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
EDITOR: DIKI TRIANTO

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA