Awal mula pengungkapan kasus dari adanya laporan
National Center for Missing And Exploited Children (NC MAX), LSM asal Amerika Serikat yang menemukan peredaran foto dan video terkait pornografi anak di medsos.
Setelah dipelajari lebih mendalam, terungkap ada jaringan pornografi anak yang dikendalikan FR (25) yang beroperasi di Tulungagung, JA (27) di Semarang, Yogyakarta, dan Bandung, serta FH (23) yang berada di Kota Cirebon.
Direktur Tindak Pidana Siber (Dirtipidsiber) Bareskrim Polri Brigjen Adi Vivid Agustiadi Bachtiar menjelaskan modus dari ketiga tersangka.
Untuk tersangka JA modus yang dilakukan dengan mengakrabkan diri ke korban dengan memberi korbannya makanan ringan, ataupun uang agar terbuai oleh keinginan JA.
"Kemudian pelaku melakukan perbuatan asusila dan difoto atau direkam," kata Adi Vivid saat konferensi pers di Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (27/3).
Selain itu, Adi Vivid menyebut bahwa tersangka memiliki kelainan karena sering melihat film porno.
"Tersangka memiliki kelainan seperti ini, yang bersangkutan menyampaikan bahwa dia sering melihat film (porno). Jadi kenapa ada timbul idenya dia sering melihat film," ucap Adi Vivid.
Sedangkan untuk tersangka lain, Adi Vivid menyebut bahwa FH membuat dan menyimpan video pornografi anak dan perbuatan cabul, serta menyimpan video yang mengandung unsur asusila tersebut.
Mirisnya, FH di masa lalunya sempat menjadi korban tindakan asusila pada usia 7 tahun
"FH ini rupanya dulu pernah menjadi korban pada saat yang bersangkutan umur tujuh tahun, pernah menjadi korban," kata Adi Vivid.
Sementara tersangka berinisial FR berperan menjual video pornografi anak.
Kini, ketiga tersangka dijerat dengan pasal berlapis mulai dari Undang-Undang ITE, Pornografi, dan Perlindungan Anak.
Pertama, Pasal 45 ayat (1) Jo Pasal 27 ayat (1) UU 19/2016 tentang Perubahan Atas UU 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, kedua Pasal 29 Jo Pasal 4 ayat (1) dan/atau Pasal 37 Jo Pasal 11 UU 44/2008 tentang Pornografi dan Pasal 82 ayat (1) Jo Pasal 76E UU 17/2016 tentang Penetapan Perppu 1/2016 tentang Perubahan kedua atas UU 23/2002 tentang Perlindungan Anak menjadi UU.
Serta Pasal 88 Jo Pasal 76I UU 35/2014 tentang Perubahan Atas UU 23/2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman penjara maksimal 15 tahun.
BERITA TERKAIT: