Mereka tampaknya siap mengelola sebuah kegiatan besar, yang melibatkan negara, dunia usaha, dan masyarakat umum, yang akan saling berinteraksi dalam berbagai konferensi, temu muka, dialog, pameran, dan pertunjukan budaya.
Secara tradisi, expo ini membawa tema pendidikan, inovasi, dan kerja sama. Dalam praktiknya, negara penyelenggara akan membagikan pengalaman mereka di bidang pembangunan, yang berbasis industri, ilmu pengetahuan, dan lingkungan hidup. Biasanya selepas expo ini, banyak negara yang terinspirasi, dan menjadikan tema-tema perdebatan sepanjang expo tersebut sebagai dialog di tingkat nasional.
Persaingan lima negara di atas sangat sengit. Rusia adalah negara pertama yang mendaftar pada tanggal 25 April 2021. Namun negara yang dipimpin Putin ini menarik diri bulan Mei dua tahun silam, karena mendapat kritik sebagai agresor dalam konflik Rusia-Ukraina. Maklum, perang yang sudah berlangsung lama tersebut sudah mencoreng nama baik negaranya.
Negara selanjutnya yang mendaftar adalah Korea Selatan pada tanggal 23 Juni 2021, dan menjagokan kota Busan. Negara ketiga yang mendaftar adalah Italia, dengan menjagokan kota Roma. Selanjutnya, Ukraina pada tanggal 15 Oktober 2021, dan menjaminkan kota Odessa sebagai penyelenggara kegiatannya. Terakhir, Saudi Arabia yang mendaftar tanggal 29 Oktober tahun 2021.
Kemanakah suara dunia akan tertuju untuk lokasi expo tahun 2030 mendatang?
Setelah Rusia menarik diri, dan Ukraina yang terpuruk akibat konflik berkepanjangan dengan Rusia, maka tertinggal tiga negara unggulan, yakni Saudi Arabia, Italia, dan Korea Selatan.
Dari berbagai liputan internasional, delegasi tiga negara di atas sudah bertandang ke berbagai negara, guna meminta dukungan. Karena, sesuai aturan satu negara hanya memiliki satu suara, guna dibahas dalam sidang BIE Desember tahun 2023, yang beranggotakan 170 negara.
Saat ini sudah terdengar berbagai aksi solidaritas, seperti negara-negara di kawasan Karibia, yang akan mengarahkan suara mereka ke Saudi Arabia. Kelompok 15 negara ini tergolong besar, kompak, dan sangat membutuhkan investasi. Dengan demikian, diperkirakan sangatlah sulit bagi dua negara pesaingnya, yakni Korea Selatan dan Italia untuk mendulang suara.
Untuk Italia khususnya, dapat mengandalkan solidaritas Uni Eropa, dan G7, di mana peranan Italia sangatlah besar. Namun akan sulit bagi Italia untuk mendulang suara di kawasan Afrika Timur yang pernah dijajahnya. Maklum, Italia masih menyisakan trauma sebagai negara yang menghancurkan peradaban Afrika Timur yang agung itu. Juga reputasi industri serta ilmu pengetahuan dan teknologi Italia belum tergolong unggul, dibandingkan Jerman, Jepang, dan juga Korea Selatan. Sementara tingkat pertumbuhan Italia sendiri redup oleh kemakmuran yang ada di Jerman dan Prancis.
Sementara Saudi Arabia, dapat mengandalkan solidaritas Organisasi Konferensi Islam (OKI), dan negara-negara di Timur Tengah dan Afrika yang menerima investasi Arab Saudi yang besar-besaran. Tentu saja sulit bagi Saudi Arabia untuk memperkenalkan teknologi asli yang dimilikinya, karena selain belum ada, negara ini lebih dikenal sebagai investor di berbagai belahan bumi.
Bagaimana dengan Korea Selatan?
Tampaknya negara ini harus bekerja sangat keras lintas benua. Pertama, mengandalkan diri pada bukti kemajuan ekonomi yang telah dicapainya, walaupun negara ini tidak memiliki kekayaan alam yang memadai. Dalam hal ini, mempromosikan pembangunan yang berbasis lingkungan hidup.
Kedua, tampaknya Korsel akan berkeliling mempromosikan dirinya sebagai negara cinta damai, didukung oleh penduduknya yang dekat dengan pendidikan dan industri, serta industri besar Korsel yang tersebar diseluruh dunia.
Ketiga, diperkirakan, Korsel akan berbicara tentang Kerjasama strategis yang telah dibuatnya, berdasarkan prinsip-prinsip kesetaraan dan berbasis Pembangunan Berkelanjutan.
Dari aspek diplomasi budaya, hingga saat ini belum terlihat pergerakan dari Saudi Arabia dan Italia, walaupun sebenarnya mereka memiliki khasanah budaya yang unggul. Belum terlihat Saudi Arabia yang menunjukkan budaya padang pasir, daratan yang menghijau, serta kedudukan Mekkah dan Madinah sebagai pusat peradaban Islam sedunia.
Sementara Italia belum juga melakukan pendekatan pada masyarakat dunia, dengan memperkenalkan seni dan budaya Italia yang unggul, termasuk peradaban Renaissance yang menggetarkan dunia.
Lain halnya dengan Arab Saudi dan Italia, Korea Selatan ternyata telah menggerakkan diplomasi budaya dengan mengandalkan kelompok BTS, EXO, Wanna One, NCT, dan Blackpink. Bahkan lebih jauh lagi, kelompok di atas telah memiliki ratusan juta pemirsa diluar negeri, dan berpengalaman berkeliling keseluruh dunia.
Diperkirakan, Korea Selatan akan menggerakkan semua kelompok di atas berkeliling ke seluruh dunia, untuk memperkenalkan teknologi dan manajemen Korsel dalam Pembangunan Berkelanjutan, termasuk kesiapan Korsel menjadi penyelenggara Expo 2030. Korsel akan bergerak multi-jalur, di mana Kedutaan Besar Korsel diseluruh dunia akan bersinergi dalam berbagai tema pembangunan internasional, bersama K-pop berusaha menggaet simpati dari generasi muda dan pemimpin usia muda dari negara-negara tersebut.
Siapakah yang akan menjadi penyelenggara World Expo 2030 mendatang?
Masih cukup waktu bagi negara-negara di dunia menentukan pilihan mereka. Juga masih tersedia waktu bagi kalangan Korea Selatan menggugah negara-negara di dunia untuk mendukung Busan sebagai penyelenggara World Expo.
*Dosen pada Program Studi Hubungan Internasional, Universitas Padjadjaran
BERITA TERKAIT: