Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, Neni Nur Hayati berpendapat, penyebab dari ketidakpastian jadwal Pemilu serentak 2024 karena faktor intervensi pemerintah yang terlalu kuat.
Neni meminta intervensi harus diakhiri. Menurutnya, KPU harus konsisten pada jadwal perencanaan yang telah dirancang.
"Terlihat bahwa aktor elite politik seakan sedang bermain drama, untuk meningkatkan status sosialnya dimata publik, demi kepentingan pribadi dan kelompoknya," demikian kata Neni kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (3/10).
Analisa Neni, pengelolaan kesan lebih dominan untuk kelompoknya dibandingkan dengan mengedepankan kepentingan publik.
Dalam pandangan Neni, bila tarik ulur jadwal pemilihan ini tidak segera ditetapkan dan disepakati, maka dikhawatirkan berpotensi menimbulkan masalah baru.
Dengan demikian, akan berdampak pada kacaunya perencanaan penyelenggaraan Pemilu yang sudah disiapkan matang, termasuk masalah anggaran Pemilu.
"Jangan sampai alih-alih Pemilu serentak ini digelar untuk mengfisiensi anggaran justru yang terjadi pembengkakan anggaran karena berbagai risiko yang tidak diperhitungkan dan ketidakmampuan mengatasi komplesitas teknis," demikian kata Neni.
Keputusam waktu pelaksanaan Pemilu belum diambil karena Mendagri Tito Karnavian meminta Pemilu tidak diadakan pada 21 Februari 2024. Belakangan Menko Polhukam Mahfud MD menyatakan, pemerintah mengusulkan Pemilu dilaksanakan pada tanggal 15 Mei.
Sejauh ini fraksi yang setuju dengan usulan pemerintah adalah Partai Golkar, Partai Nasdem, PAN dan Partai Gerindra.
Waktu pelaksaan Pemilu ditargetkan sudah diputuskan sebelum masa reses yakni 7 Oktober mendatang.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: