Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Tetap Lakukan Penambangan Batubara, PT Musi Prima Coal Diduga Tak Indahkan Sanksi Kementerian ESDM

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/agus-dwi-1'>AGUS DWI</a>
LAPORAN: AGUS DWI
  • Rabu, 08 September 2021, 21:14 WIB
Tetap Lakukan Penambangan Batubara, PT Musi Prima Coal Diduga Tak Indahkan Sanksi Kementerian ESDM
Foto udara aktivitas tambang di areal tambang 1 milik PT Musi Prima Coal, Selasa malam (7/9)/RMOLSumsel
rmol news logo Sanksi dari Kementerian ESDM melalui Dirjen Minerba tampaknya tak diindahkan PT Musi Prima Coal (PT MPC) yang seharusnya masih menghentikan kegiatan penambangan menyusul kecelakaan tambang beberapa waktu lalu.

Hal itu terungkap saat Tim Kantor Berita RMOLSumsel beberapa hari belakangan melakukan penelusuran dan membuktikan bahwa perusahaan tersebut masih beraktivitas meski sanksi telah dikeluarkan.

Aktivitas penambangan batubara perusahaan di areal Tambang 1 yang berada di Desa Gunung Raja, Kecamatan Empat Petulai Dangku, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan itu tak hanya berlangsung siang hingga sore, namun hingga malam hari. Normal seperti sebelum terjadi kecelakaan tambang.

"Masih beraktivitas, kendaraan masih lalu lalang," ujar warga yang tinggal di sekitar areal tambang, meski perusahaan itu sempat diprotes warga beberapa hari setelah kecelakaan tambang terjadi pada Kamis lalu (12/8).

Warga sekitar lokasi perusahaan juga tidak begitu mengetahui kalau operasional atau kegiatan penambangan batubara perusahaan itu lagi disetop karena ada sanksi sesuai peraturan perundang-udangan. Sebab banyak warga dan rekan mereka yang ikut bekerja di perusahaan itu.

"Mereka masih kerja, seperti biasa. Tapi memang ada yang ngomong (bilang) sekarang gawe (kerja) sampai malam," ungkap warga yang enggan disebut namanya itu.

Dari hasil penelusuran, Tim melihat jelas puluhan truk pengangkut batubara tetap beroperasi. Pada malam hari, foto udara juga menunjukkan aktivitas penambangan tetap berlangsung meski dalam kondisi minim cahaya.

Tidak banyak lampu yang ada di areal tambang. Penerangan hanya terdapat di areal yang dilakukan pengerukan dan pada kendaraan. Sisanya terlihat gelap, alias minim pencahayaan.

Suasana ini kurang lebih sama dengan kejadian saat tewasnya mandor tambang Nurul Hidayat pada 12 Agustus lalu. Ia tewas terlindas di lokasi Tambang 1 yang minim penerangan.

Nurul Hidayat yang disebut sebagai mandor tambang adalah pegawai PT Nusa Indo Abadi (PT NIA) yang merupakan sub kontraktor PT Lematang Coal Lestari (PT LCL).

PT LCL merupakan pemegang Izin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP) dari PT Musi Prima Coal (PT MPC) yang menyuplai batubara untuk pembangkit listrik Mulut Tambang Gunung Raja yang dikelola oleh PT GHEMMI.

PT MPC memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang mengelola areal operasi produksi seluas lebih dari 4.400 hektar.

Saat dikonfirmasi pada Sabtu kemarin (4/9), Direktur Teknik dan Lingkungan Direktorat Jenderal Minerba Kementerian ESDM, Lana Saria menegaskan, pihaknya sudah menyetop operasional PT MPC dan semua yang terlibat di dalamnya setelah dilakukan investigasi kecelakaan tambang.

Penghentian kegiatan dilakukan sampai pihak perusahaan menjalankan rekomendasi dari Kementerian ESDM yang sesuai dengan Surat Edaran Kewajiban Perusahaan terkait Tindak Lanjut Kecelakaan Tambang Berakibat Mati yang dikeluarkan oleh Dirjen Minerba Kementerian ESDM bernomor 06.E/37.04/DJB/2019.

Yakni evaluasi terhadap Izin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP) PT LCL yang pada saat kejadian bertanggung jawab terhadap aktivitas yang menewaskan korban Nurul Hidayat.

Sebagai turunan dari evaluasi IUJP itu, terdapat pula rekomendasi untuk mengevaluasi Kepala Teknik Tambang (KTT) yang bertanggung jawab terhadap penerapan seperti dalam kaidah pertambangan yang baik sesuai Undang-Undang, di areal kecelakaan tersebut.

Rekomendasi juga berupa evaluasi terhadap peralatan, sumber daya manusia (SDM), dan hal terkait aktivitas pertambangan di areal tambang milik PT MPC tersebut.

Namun berdasarkan fakta di lapangan, PT MPC tampak mengulangi hal yang sama. Membiarkan aktivitas pertambangan dilakukan dengan resiko tinggi.

Sehingga disinyalir tidak sesuai dengan Permen ESDM No.26/1018 tentang Pelaksanaan Kaidah Pertambangan yang Baik dan Pengawasan Pertambangan Mineral dan Batubara.

Itu artinya operasional perusahaan yang dilakukan saat ini dilakukan tanpa arahan dan tanggung jawab Kepala Teknik Tambang (KTT), yang masih dalam tahap evaluasi sesuai dengan rekomendasi Kementerian ESDM.

Padahal, KTT adalah seseorang yang memiliki posisi tertinggi dalam struktur organisasi lapangan pertambangan yang memimpin dan bertanggung jawab atas terlaksananya operasional pertambangan sesuai dengan kaidah teknik pertambangan yang baik. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA