Polda NTB Tersangkakan Oknum ASN Lombok Barat Kasus Pemalsuan Surat Tanah

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/diki-trianto-1'>DIKI TRIANTO</a>
LAPORAN: DIKI TRIANTO
  • Senin, 07 Juni 2021, 23:39 WIB
Polda NTB Tersangkakan Oknum ASN Lombok Barat Kasus Pemalsuan Surat Tanah
Dirreskrimum Polda NTB, Kombes Hari Brata/Ist
rmol news logo Seorang oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) di Pemerintah Kabupaten Lombok Barat ditetapkan sebagai tersangka atas kasus pemalsuan surat pemberitahuan pajak terutang (SPPT) tanah seluas 6,37 hektare di Gili Sudak.

Oknum ASN tersebut berinisial LS dan ditetapkan sebagai tersangka bersama dengan seorang makelas tanah berinisial MM. Dalam aksinya, kedua tersangka mengklaim tanah milik orang lain bermodus penerbitan SPPT ganda.

"Keduanya akan dipanggil terlebih dahulu untuk diperiksa sebagai tersangka. Soal ditahan tidaknya itu kewenangan penyidik," kata Dirreskrimum Polda NTB, Kombes Hari Brata, Senin (7/6).

Kasus tersebut terjadi akhir tahun 2019 terkait pembelian tanah seluas 0,98 hektare di Gili Sudak dengan korban atas nama Debora Sutanto.

Kuasa Hukum Debora, Hendra Prawira Sanjaya menjelaskan, orang tua tersangka MM yakni Mahsun awalnya diamanahkan oleh pemilik lahan bernama Daeng Kasim untuk menjual tanah miliknya seluas 6,37 hektare.

Namun untuk mempermudah proses jual beli, Mahsun menawarkan seorang ahli waris lahan, Samsudin, yang tak lain anak Daeng Kasim untuk membuat surat pernyataan jual beli fiktif.

Samsudin sepakat dan Mahsun mendapat kuasa penuh dari ahli waris untuk menjualkan tanah seluas 6,37 hektare.

"Jadi Mahsun, si orang tua tersangka ini makelar tanah yang statusnya hanya dimintai tolong oleh pemilik lahan untuk jualkan tanah, jadi bukan sebagai pembeli," ujar Hendra.

Karena tak kunjung laku, Samsudin berinisiatif menjualnya kepada lima orang pembeli dengan luas 5 hektare, dari total 6,37 hektare.

Sertifikat tanah utama lantas dipecah hingga terbit lima sertifikat baru untuk luas 5 hektare di tahun 1980. Salah satu lahan seluas 0,98 hektare dengan sertifikat hak milik (SHM) Nomor 1306 dibeli oleh tangan pertama Lalu Taufikurahman.

Sebelum lahan dibeli kliennya, lanjut Hendra, pada tahun 2001 Taufikurahman menjualnya kepada Bitsu. Kemudian dijual kembali oleh Bitsu kepada Emytha Dwina di tahun 2012.

"Jadi klien kami ini belinya dari Emytha di tahun 2015. Pembeliannya dikuatkan dengan adanya akta jual beli nomor 316/2015," ucap dia.

Pada tahun 2018, kliennya mengajukan penerbitan SPPT ke Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Lombok Barat untuk nama pribadinya. Tersangka MM yang mengetahui pengajuan tersebut lantas ikut mengajukan pembetulan SPPT ke Dispenda Lombok Barat untuk nama pribadi.

Pembetulan SPPT itu pun dibantu oleh LS yang ketika itu bertugas di bagian pelayanan Dispenda Lombok Barat.

"Jadi SPPT untuk PBB tercetak dan terbayarkan ganda yang semestinya tidak dibolehkan. SPPT itu yang kemudian dipakai MM sebagai alat bukti untuk gugatan perkara perdata di pengadilan, padahal bukti itu palsu," tandas Hendra. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA