Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Teologi Zakat Dan Spirit Kemanusiaan

Senin, 10 Mei 2021, 13:18 WIB
Teologi Zakat Dan Spirit Kemanusiaan
Bendahara Umum PP Pemuda Muhammadiyah, Zaedi Basiturrozak/RMOL
UMAT Islam kini memasuki penghujung bulan Ramadhan, untuk menyempurnakan pahala puasanya maka disyariatkan untuk membayar zakat. Zakat merupakan ibadah maaliyyah ijtima'iyyah yang memiliki kedudukan utama dan strategis baik dilihat dan sisi konsep maupun dari sisi pembangunan kesejahteraan umat.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Mengingat keutamaan tersebut, zakat termasuk dalam salah satu rukun Islam yang tidak boleh alpa bagi pemeluknya. Zakat merupakan jalan manusia yang Tuhan ajarkan untuk mensucikan kepemilikan hartanya.

Perintah zakat fitrah dimulai pada tahun ke-2 ketika Rosululloh Muhammad SAW di Madinah. Tujuannya, membantu orang miskin agar tidak mengemis ketika hari raya.

Ajaran tentang zakat salah satunya terkandung dalam Firman Alloh “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (Attaubah,31).

Kata “Khud” sebagai fiil Amar mengandung arti perintah. Oleh karena itu terdapat konsekwensi ketetapan yang wajib bagi setiap muslim kaya asupaya menjadi hikmah bagi kesucian harta mereka dan menumbuhkan ketentraman. Ketetapan wajib didalamnya tentu mencakup syarat- syarat tertentu yang harus terpenuhi seperti nisab dan haul.

Berkelindan dengan ayat di atas juga dijelaskan bahwa tuntutan zakat yang harus dikeluarkan oleh orang  beriman dikarenakan adanya hak orang lain dalam harta mereka.  “Dan pada harta benda mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian” (Az-zariyat,19).

Mengapa terdapat hak orang lain sementara kekayaan tersebut diperoleh dari usaha keras kita sendiri. Dan bukankah Tuhan menetapkan bahwa semua mahluk memiliki peluang yang sama untuk merengkuh rezeki.

Lantas mengapa juga terjadi kesenjangan kaya dan miskin. Ali Bin Abi Thalib pernah mengatakan bahwa hal tersebut terjadi karena adanya hak orang lain yang kita ambil secara aniaya baik secara sadar ataupun tidak (Muhsin Labib).

Apabila kita disandingkan kedua ayat termaktub di atas, kedudukan zakat sebagai sebuah syari’at bersifat aksiomatis. Didalamnya mengandung relasi atar premis-premis  fundamental yaitu antara hak dan kewajiban. Hak bagi orang miskin dan kewajiban bagi orang yang memiliki harta.

Logika ini dapat kita tafsir bahwa sejatinya tuhan menjadikan mahluk mikro kosmos di dunia ini dengan penuh perimbangan. Alloh tidak menghendaki kesenjangan kemiskinan diantara manusia.

Oleh karenanya jika ada perilaku manusia yang gemar mengepul dunia tanpa mengingat akan hak orang lain, maka dia akan lebur dalam  ego manipulatif dan menjauhkannya dari esensi kemanusiaannya.

Menumbuhkan Jiwa Prososial

Sebagai mahluk yang dinamis manusia tentu tidak akan memaknai zakat sebatas pada ritus dan doktrin agama semata. Ketentuan zakat tidak hanya dipandang dari aspek kewajiban saja sehingga jika sudah menjalankannya dianggap gugur kewajiban.

Spirit zakat dalam konteks yang lebih luas merupakan stimulus agar tertanam kesadaran akan nilai perilaku prososial terhadap situasi disekitar. Antonim dari kata antisosial ini merupakan  perilaku yang dimaksudkan untuk membantu orang lain.

Tindakan tersebut ditandai dengan kepedulian terhadap hak, perasaan, dan kesejahteraan orang lain. Perilaku yang dapat digambarkan sebagai prososial termasuk perasaan empati dan perhatian terhadap orang lain (Raposa EB, Laws HB, Ansell EB,2016).

Dalam konteks psikologis manusia, perilaku menolong akan berdampak pada peningkatan suasana hati seseorang yang telah melakukannya. Di samping itu, perilaku prososial juga sangat membantu seseorang yang terlibat di dalamnya untuk mengurangi efek emosional negatif dari stress.

Hal ini sejalan dengan spirit zakat yang dijelaskan dalam Alquran bahwa dengan berzakat akan menimbulkan perasaaan tenang dan tentram. Sedangkan bagi orang yang kita tolong akan dimaknai sebagai bentuk dukungan sosial yang akan berdampak banyak pada aspek kesehatan terlebih ditengah situasi pandemil covid-19 yang sudah pasti banyak menimbulkan kepanikan dan depresi sosial.

Perilaku sosial pada realitasnya mengandung dimensi yang tidak tunggal, hal ini bisa dibedakan berdasarkan pada motif serta tujuan seseorang dalam menjalankan perilaku tersebut.

Berdasar hal itu dapat dibedakan jenis perilaku prososial yaitu; pertama proaktif, merupakan salah satu bentuk perilaku menolong yang bertujuan untuk keuntungan pribadi. Kedua reactive, yaitu merupakan tindakan menolong yang dilakukan sebagai respon kebutuhan individu, dan yang ketiga adalah altruistic suatu tindakan yang dimaksudkan untuk membantu seseorang tanpa embel-embel kepentingan atau keuntungan pribadi.

Spirit Altruisme

Melaksanakan zakat hanya dalam konteks menggugurkan beban kewajiban bagi seorang muslim merupakan motif primitif, karena tidak mampu menangkap spirit atas universalitas ajaran zakat dibalik pembebanan tersebut.

Oleh karena itu seseorang yang dikarunia hati seyogyanya mampu menggali spirit zakat dalam ruang kesadaran untuk melepas semua aspek yang melekat pada diri kita, bahkan identitas kedirian kita untuk kemaslahatan sosial.

Inilah spirit altruisme, suatu konsep prososial yang mengantar manusia pada titik kesadaran agar tidak menjadikan diri sebagai pusat tujuan dalam membantu orang lain. Melakukan sesuatu hanya karena keinginan untuk membantu, bukan karena merasa berkewajiban untuk keluar dari tugas, loyalitas, atau alasan agama sekalipun (kewajiban zakat).

Demikianlah keyakinan universal Islam rahmatan lilalamin, sebagai konsep holistik yang patut  diimplementasikan  dalam sikap dan perilaku sadar seseorang.

Zakat sebagai salah satu konstruksi teologi merupakan gambaran bahwa Islam sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kesejahteraan sosial, menembus batas disparitas si kaya dan si miskin dalam konstruksi sosial yang ada. Jiwa altruisme membawa diri pada hasanah lebih luas dari diri seseorang ketimbang sekat hak dan kewajiban semata.rmol news logo article

Zaedi Basiturrozak
Penulis adalah Bendahara Umum PP Pemuda Muhammadiyah

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA