Rusdi mengatakan, adanya unsur dugaan pidana ini setelah penyidik melakukan serangkaian proses penyelidikan dan olah TKP yang diakhiri dengan gelar perkara.
"Kesimpulan dari gelar perkara tersebut adalah telah ditemukan adanya tindak pidana pada peristiwa tersebut sehingga perkara dinaikkan pada tahap penyidikan," kata Rusdi kepada wartawan di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (21/4).
Penyidik, kata Rusdi, melihat penyebab terbakarnya empat kilang minyak milik PT Pertamina itu adanya kesalahan dan kealpaan sehingga menimbulkan kebakaran dan ledakan pada kilanh.
"Ini sesuai dengan pasal 188 KUHP," tandas Rusdi.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman berpandangan, kerugian yang dialami negara akibat terbakarnya empat kilang minyak milik PT Pertamina Balongan, Indramayu, Jawa Barat ditaksir mencapai Rp 1,25 triliun.
Yusri merinci jumlah kerugian itu. Berdasarkan diameter tangki 55.5 meter dan tinggi 15.5 meter, dengan kapasitas menampung BBM sebanyak 37 ribu m3. Lalu kata dia, melihat besaran dan lamanya kebakaran diperkiraan BBM disetiap tangki mencapai setidaknya 80 persen dari kapasitas maksimal, maka bila tangki penuh 1 tangki adalah 32.000 KL atau setara 200.000 barel setiap tangki.
Untuk sejumlah 4 tangki berisi BBM jenis naphta, gasoline dan Pertamax Ron 92 sejumlah 800.000 barel yang musnah terbakar. Jika asumsi harga perbarel USD 70, maka potensi kerugian Pertamina menjadi 80.000 barel X USD 70 = USD 56 juta.
Sementara untuk membangun 4 tangki jenis flooting roof dengan fasilitas assesoris pompa dan perlengkapan safety seperti kilang TPPI, dibutuhkan sekitar USD 5 juta per tangki, sehingga untuk membangun tangki BBM seperti semula dibutuhkan dana sekitar USD 20 juta.
Selain itu, Pertamina harus membayar ganti rugi dan pengobatan korban akibat kebakaran serta ditambah biaya operasi pemulihan sekitar USD 2 juta.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: