Pasalnya, praktik skema kebijakan PPnBM 0 persen tersebut tidak sesuai dengan kondisi masyarakat, khususnya kelas menengah.
"Penjualan mobil tidak naik signifikan,realnya hanya naik 10%-15%. Jadi pemberian PpnBM 0% kurang efektif. Kelas menengah tidak punya uang yang cukup dan kurang berminat mobil baru," kata anggota Komisi VI DPR RI Darmadi Durianto kepada wartawan, Jumat (12/3).
Padahal, lanjut dia, skema kebijakan tersebut awal mulanya di design untuk merangsang segmen kelas menengah.
"Mobil yang PPnBM 0 % rata-rata targetnya adalah
aspiring middle class dan
middle class, yaitu kelompok calon kelas menengah rata-rata pengeluaran per kapitanya 3,3-7,5 dolar AS dan
middle class yang sekarang lagi menurun drastis daya belinya," lanjut politisi PDIP tersebut.
Di samping itu, realisasi tersebut juga terkendala oleh beberapa hal, di antaranya banyaknya Surat Pengajuan Kredit (SPK) yang sudah diajukan tapi tidak dapat direalisasikan. Masalah lain yakni banyak mobil yang harus inden karena ATPM tidak memiliki stok.
"Contohnya Vios, barangnya tidak ada, akibatnya nanti saat ada mungkin pemberian PPnBM 0% sudah berakhir. PPnBM juga hanya berlaku untuk produksi start 1 Maret. Akibat kebijakan ini, banyak perusahaan menelan kerugian besar karena harus melakukan penyesuaian harga dengan menjual rugi," sambungnya.
"Kebijakan PPnBM 0% enggak pas untuk kelas menengah karena banyak kelas menengah hancur daya belinya karena ada PHK dan lain-lain," tandasnya.
BERITA TERKAIT: