Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Proyek Food Estate Tidak Menjamin Ketahanan Pangan, Berpotensi Jadi Bancakan

Jumat, 02 Oktober 2020, 10:48 WIB
Proyek Food Estate Tidak Menjamin Ketahanan Pangan, Berpotensi Jadi Bancakan
Ferdinand Situmorang/Net
SEBAGAIMANA yang telah kita ketahui bersama, bahwa dalam beberapa tahun ini Indonesia mengalami krisis pangan sehingga harus mengimpor bahan pangan dari negara lain yaitu beras, gandum, kedelai, dan lain lain. Badan Dunia FAO juga telah mengeluarkan warning bahwa dunia akan menghadapi krisis pangan akibat dampak Covid-19.

Dalam beberapa tahun ini pemerintah Indonesia telah menjadi negara yang mengimpor bahan pangan dari negara lain, hal ini menunjukkan bahwa Indonesia mengalami krisis bahan pangan. Produksi pangan tidak mencukupi kebutuhan nasional sehingga harus mengimpor.

Yang harus diwaspadai adalah tindakan dari negara pengekspor bahan pangan yang suatu saat menyetop ekspor mereka ke luar negeri karena mengutamakan kebutuhan dalam negerinya.

Kalau ini terjadi, maka bahaya besar akan menimpa bangsa ini, karena tidak tersedia bahan pangan yang cukup. Kelaparan akan terjadi di mana-mana. Rakyat mau makan apa?

Salah satu program strategis Pemerintah Indonesia untuk memperkuat ketahanan pangan yang segera akan dikerjakan adalah membuat Food Estate di wilayah Kalimantan Tengah dengan luas lahan sekitar 1,45 juta hektare yaitu di lahan eks PLG (Pengembangan Lahan Gambut).

Menurut kami, program ini tidak bisa menyelamatkan krisis pangan karena pembukaan lahan baru tersebut memerlukan waktu yang cukup lama.

Untuk pekerjaan Land Clearing saja bisa 4 tahun baru tuntas. Asumsinya, dengan menggunakan satu peralatan traktor untuk satu hektar bisa lima hari. Kalau dikerjakan seribu unit traktor berarti dapatnya seribu hektar per hari.

Dengan demikian, untuk mengerjakan Land Clearing dengan luas 1,4 juta hektare memerlukan waktu 1.400 hari, atau lebih kurang 4 tahun.

Belum lagi pembangunan infrastruktur, penelitian tanah, pembangunan irigasi, dan penyiapan tempat tinggal para pekerja. Maka kita akan mengetahui berhasil atau tidaknya pertanian tersebut setelah 6 tahun.

Kalaupun Kalimantan Tengah dijadikan Food Estate, sebaiknya dikerjakan di lahan yang sudah produktif saja, lahan yang sudah menghasilkan padi selama ini.

Lahan itu saja dioptimalkan, sedangkan untuk lahan baru sebaiknya diabaikan saja untuk sementara ini. Kami kuatir, untuk lahan baru ini nanti hanya mengambil kayu saja, tapi pertaniannya justru gagal.

Kemudian, kalau beras impor tidak ada dan produksi beras dalam negeri tidak mencukupi kebutuhan pangan nasional, bahaya besar akan menimpa bangsa ini. Oleh karena itu dalam jangka pendek pemerintah harus menggenjot pertanian kita agar kebutuhan pangan tercukupi dan tidak perlu impor lagi.

Konsep Pak Prabowo selaku penanggung jawab untuk proyek Food Estate ini, jelas keliru. Kami menganggap ini sebagai proyek khayalan.

Selain memerlukan waktu yang cukup lama untuk pengerjaannya dan anggaran yang sangat besar, ini juga berpotensi menjadi bancakan dari kalangan tertentu untuk kepentingan politik.

Di sisi lain, tidak ada jaminan bahwa pertanian di lahan yang baru ini bisa berhasil karena dulu ketika di era kepemimpinan Pak Harto pernah menggarap pertanian dengan membuka lahan gambut sejuta hektar di Kalimantan Tengah tapi gagal. Kok masih mau mengulang kesalahan masa lalu?

Menurut kami, kalaupun proyek ini tetap dilakukan, bukan untuk kepentingan jangka pendek, tapi kepentingan jangka panjang. Oleh karena itu, lebih baik pemerintah mengoptimalkan pertanian di pulau Jawa, Lampung, Sumatera Utara, dan Sulawesi Selatan yang selama ini merupakan daerah lumbung pangan di Indonesia.

Pertanian di Sumatera Utara akan menjadi lumbung pangan di pulau Sumatera, lahan Pertanian di Sulawesi Selatan menjadi lumbung pangan untuk wilayah Indonesia Timur. Lahan pertanian di pulau Jawa menjadi lumbung pangan di wilayah Jawa dan beberapa daerah lain yang berdekatan.

Anggaran untuk pembukaan lahan baru eks PLG tersebut lebih baik dialihkan dan digunakan untuk pekerjaan padat karya di lahan pertanian Sumatera Utara, pulau Jawa, dan Sulawesi Selatan.

Pemerintah memberi subsidi pupuk kepada para petani, membuat proyek padat karya dengan mempekerjakan para petani supaya mereka mempunyai penghasilan selama proses bercocok tanam hingga memanen. Jadi tidak perlu mengirim transmigran ke Kalimantan Tengah.

Semua BUMN yang bergerak di bidang pangan, termasuk perusahaan pupuk dan Bulog supaya diberdayakan secara maksimal untuk mendukung program peningkatan pangan tersebut. Caranya dengan mengerahkan semua sumberdaya yang dimiliki untuk meningkatkan produksi dan distribusi ke seluruh wilayah nusantara. rmol news logo article

Ferdinand Situmorang

Wakil Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA