UU tersebut telah mengatur secara jelas tentang tata pelaksanaan ibadah haji dan umrah, bahwa segala keputusan dibicarakan dan diputuskan pemerintah bersama dengan DPR.
“Lagi-lagi menteri agama
offside, hal sepenting dan segenting ini tidak melibatkan DPR. Setiap keputusan lazimnya dibicarakan dan diputuskan pemerintah bersama dengan DPR, apalagi di masa darurat seperti ini, Menag sepertinya gagap memahami UU,†ujar anggota DPR RI Fraksi PKS, Nurhasan Zaidi kepada
Kantor Berita RMOLJabar, Selasa (2/6).
Nurhasan mengingatkan bahwa ibadah haji sangat erat dengan hajat banyak calon jamaah haji. Konsekuensinya bukan hanya terkait pemberangkatan dan pemulangan saja, tapi termasuk dana haji yang telah dibayarkan peserta dan APBN untuk penyelenggaraan haji serta kontigensi plan terkait kemungkinan pembatalan tersebut.
“Seharusnya pemerintah bijak menahan diri mengumumkan ini, toh kita sudah sepakati dan agendakan bahwa besok lusa, Kamis 4 Juni 2020, Komisi VIII baru akan rapat dengan Kemenag terkait ini, sambil menunggu keputusan resmi dari Saudi,†jelasnya.
“Kita paham bahwa banyak pertimbangan prioritas untuk pembatalan pelaksanaan haji, tapi harusnya segala kontigensi plan dikomunikasikan secara efektif dan kita putuskan di meja rapat,†tambahnya.
Masih dikatakan Nurhasan, Komisi VIII DPR RI akan segera memanggil Kemenag untuk klarifikasi masalah tersebut. Karena saat ini sudah terbukti, baru beberapa saat diumumkan, masyarakat sudah mulai gaduh.
“Menteri Agama harus bertanggung jawab, termasuk mencabut KMA itu bila ternyata ada kontigensi plan yang lebih baik yang kita putuskan saat rapat besok,†tandasnya.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: