Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Penyebab Kemenangan Umat Islam Dalam Perang Salib

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/dr-muhammad-najib-5'>DR. MUHAMMAD NAJIB</a>
OLEH: DR. MUHAMMAD NAJIB
  • Minggu, 16 Februari 2020, 18:36 WIB
Penyebab Kemenangan Umat Islam Dalam Perang Salib
ilustrasi perang salib/net
AHLI sejarah pada umumnya berpendapat Perang Salib (Crusades) berlangsung selama dua abad, ditandai sejak pidato Paus Urbanus II sesudah Konsili Clermont (di Perancis) pada 27 November 1095, sampai jatuhnya Acre (di Suriah) pada 1291.

Seorang ilmuwan ahli budaya Arab beragama Kristen Maronit asal Lebanon bernama Philip Khuri Hitti, membagi Perang Salib menjadi tiga gelombang. Gelombang pertama  (1096-1144), ditandai dengan mobilisasi tentara Kristen dari daratan Eropa menuju Timur Tengah, sampai jatuhnya Yerusalem ke tangan tentara Salib (15 Juli 1099).

Gelombang kedua (1144-1192), ditandai oleh Gubernur Mosul Imaduddin Zangi yang mengonsolidasi tentara Islam (1144) sampai direbutnya kembali Yerusalem di bawah kepemimpinan Salahuddin Al Ayyubi (1187). Gelombang ketiga (1193-1291), ditandai oleh upaya tentara Salib untuk merebut kembali Yerusalem, namun mengalami kegagalan demi kegagalan dan semakin melemahnya tentara Salib sampai harus angkat kaki dari Timur Tengah  (1291).

Walaupun disepakati bahwa perang Salib berlangsung selama sekitar 200 tahun, tidak berarti selama rentang waktu yang panjang tersebut terjadi perang terus-menerus, karena pada faktanya diselingi dengan diplomasi dan gencatan senjata. Begitu juga perang sporadis kerap terjadi, bahkan tidak jarang terjadi perang antartentara Islam sendiri yang melibatkan tentara Salib, juga perang di antara tentara Kristen.

Dalam situasi damai atau jeda perang terjadi interaksi antara masyarakat Kristen pendatang dengan masyarakat Muslim setempat. Warga Kristen yang datang bukan hanya tentara, akan tetapi juga para pedagang dan para peziarah yang hendak mengunjungi tempat-tempat suci mereka di kawasan Timur Tengah.

Mereka pada umumnya takjub melihat kemajuan peradaban Islam. Kota-kota metropolitan di Timur Tengah lebih besar dan lebih banyak penduduknya dibanding kota-kota di Eropa. Bangunan-bangunannya juga lebih megah dan lebih indah, dilengkapi dengan rumah sakit dan hammam (tempat mandi umum).

Pada saat itu, masyarakat Eropa belum mengenal budaya atau kebiasaan mandi. Cuci muka dianggap sudah cukup, setiap kali bangunan tidur. Itulah sebabnya setelah bangsa Turki melakukan ekspansi ke daratan Eropa, mereka menyebut mandi yang membasahi sekujur tubuh dengan sebutan mandi ala Turki, Turkish bath.

Kota-kota besar di Timur Tengah juga dilengkapi dengan perpustakaan umum. Pasarnya menjual berbagai macam parfum, rempah-rempah penyedap masakan, hasil tenun yang indah, dan aneka produk kerajinan dan industri. Semua ini menjadi barang mewah dan berkualitas tinggi, yang kemudian menjadi barang-barang yang menguntungkan bagi para pedagang yang membawanya ke daratan Eropa.

Maka sangat wajar jika seorang seniman Italia bernama Filippo Lippi, saat itu tepatnya pada 1438 melukis gambar bunda Maria dengan mengenakan gaun yang bagian pinggirnya bertuliskan kaligrafi kalimah shahadat, sebagai simbol bunda Maria mengenakan gaun indah dan berkualitas tinggi. Lukisan yang kemudian dikenal beraliran pseudo kufic ini menandai awal mula Renaissance di Eropa, yang puncaknya terjadi pada abad 17, ditandai dengan revolusi politik di Perancis, dan revolusi industri di Inggris.

Masih banyak lagi jika ingin disebutkan berbagai bentuk atau indikator kemajuan peradaban umat Islam, seperti penggunaan kertas, gula, kompas, dan berbagai temuan sain dan teknologi yang masuk kategori modern saat itu.

Tidak semuanya yang dimiliki umat Islam saat itu, murni temuan sendiri. Tidak sedikit temuan-temuan tersebut karena interaksi dunia Islam di Timur Tengah dengan India dan China. Keramik, mesiu, dan kertas berasal dari Tiongkok.

Sedangkan geometri, astronomi, dan matematika berasal dari India. Semuanya kemudian mendapatkan sentuhan dan dikembangkan lebih jauh oleh ilmuwan Islam yang memdapat dukungan para penguasa saat itu.

Meskipun kalah dalam Perang Salib, bangsa Eropa memperoleh banyak pelajaran dari Ummat Islam. Mereka kemudian melakukan introspeksi diri, dan memanfaatkan ilmu dan pengalamannya yang di dapat dari dunia Islam untuk melakukan pembenahan. Mereka kemudian berhasil mengusir umat Islam dari Andalusia (Spanyol dan Portugis) dan mengusir Kesultanan Turki Usmani dari daratan Eropa (Eropa Tengah dan Eropa Timur), selanjutnya mereka menyerbu dunia Islam sampai sekarang.

Kini kita perlu menyadari bahwa peradaban ummat Islam tertinggal jauh dari bangsa-bangsa lain. Jika dulu kita mengekspor berbagai produk industri modern dan barang-barang berkualitas, kini kita hanya bisa mengimpornya. Impor ke dunia Islam ternyata tidak hanya barang berkualitas produk industri modern, yang lebih fatal lagi mayoritas senjata canggih yang digunakan dalam perang ternyata bukan produk dalam negeri.

Akibatnya tidak jarang senjata-senjata yang dibeli merupakan senjata yang sudah kadaluwarsa. Kalaupun senjata baru dan canggih, maka penggunaannya disertai berbagai persyaratan dan pembatasan yang sangat ketat, bahkan tidak jarang disertai operator dan penasehat militer negara produsennya.

Umat Islam juga harus menyadari, bahwa dirinya berada dalam siklus terendah. Jika ingin kembali berjaya, maka tidak ada pilihan lain kecuali membangun kembali peradabannya yang hilang, dengan menguasai sain dan teknologi, mengembangkan pusat-pusat riset, serta mengembangkan perspektif Islam yang rasional atau Islam yang berdimensi ilmiah. rmol news logo article

Pengamat Politik Islam dan Demokrasi

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA