Supriyono mengistilahkanÂnya 'cash back'. Sebab imbal balik yang diterima dalam benÂtuk uang juga.
"Sudah biasa terjadi," ungÂkapnya di Pengadilan Tipikor Jakarta. Ia bersaksi untuk perkaÂra Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy dan Bendahara Umum KONI Johny EAwuy.
Untuk pencairan dana pengaÂwasan, pendampingan dan penÂingkatan olahraga nasional tahun 2018, Supriyono menerima Rp 1,3 miliar dari KONI.
Uang diserahkan Hamidy. Pertama Rp 1 miliar. Berikutnya Rp 250 juta. Terakhir Rp 50 juta untuk Tunjangan Hari Raya (THR).
Atas permintaan Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora Mulyana, sebagian uang dari KONI dibeliÂkan mobil. "Seingat saya Rp 520 juta untuk membeli Fortuner. Sisanya untuk operasional," tutur Supriyono.
Pembelian mobil atas namaWidi Romadoni, sopir Supriyono. "Pak Mulyana enggak mau kasih KTP. Katanya, ya sudahpakai nama sopir kamu saja. Saya tanya ke Pak Widi, dikasih. Saya gunakan namanya," aku Supriyono.
Mobil dipakai Mulyana. Setelah tiga bulan dikembalikan ke Supriyono. Lalu dilego Rp 445 juta.
Majelis kemudian menanyaÂkan alasan mobil dikembalikan dan dijualnya. Supriyono menÂjelaskan, saat itu Kemenpora menerima surat panggilan dari Kejaksaan Agung. Untuk diÂmintai klarifikasi atas penggunaan anggaran pemberangkatan kontingen Indonesia ke SEAGames Kuala Lumpur, Malaysia. "Waktu itu, kita ada panggilan dari kejaksaan tentang reimburse yang 6,3 (miliar)."
Ia mengakui setelah SEAGames masih ada kegiatan yang belum dibayar. Misalnya, akomodasi atlet Rp 200 miliar. Sebagai bendahara, Supriyono suÂdah mengajukan untuk dibayar. Tetapi tak kunjung cair.
Akhirnya disepakati agar dilakukan 'reimburse'. KONI membiayai dulu. Nanti ditagihkanke Kemenpora. "Belum dikembalikan, karena anggaran tidak bisa cair," jelas Supriyono.
Uang Rp 6,3 miliar dari KONI diterima dalam bentuk tunai. "Langsung dimasukkan ke reÂkening squash. Induk cabang olahraga dulu," terangnya.
Hakim menganggap Supriyono harus bertanggung jawab atas penggunaan uang tersebut. Sejauh ini, Supriyono baru mengembalikan Rp 400 juta ke KPK.
"Saudara harus jujur. Kalau bohong, sudah dapat dosa beÂlum tentu lolos dari KPK. Buka lebar-lebar siapa yang dapat. Jadi sama-sama enak, sama-sama sengsara. Jangan Saudara melindungi atasan, Saudara yang kena," cecar hakim.
Peran Staf Menpora
Miftahul Ulum, staf pribadi Menpora Imam Nahrawi berperan untuk mencairkan dana proposal kegiatan yang diajukan KONIke Kemenpora.
Supriyono mengungkapkan, Hamidy kerap mengeluh sulitnya mencairkan anggaran kegiatan. "(Saya bilang) ke Pak Hamidy, minta tolong ke Pak Ulum saja," sebutnya.
Supriyono beberapa kali mengajukan anggaran untuk KONI. Berhasil cair setelah dibantu Ulum. "Karena dekat dengan Pak Menteri," ujar Supriyono ketika ditanya jaksa alasan menyarankan Hamidy meminta bantuan Ulum.
Dalam perkara ini, Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy dan Bendahara Umum KONI, Johny EAwuy didakwa menyuap pejaÂbat Kemenpora. Tujuannya agar mencairkan dana hibah untuk kegiatan KONI tahun 2018.
Pejabat yang diduga menerima suap Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga, Mulyana; Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Adhi Purnomo; serta seorang staf Kemenpora, Eko Triyanto.
Hamidy dan Johny memberikan rasuah berupa mobil Toyota Fortuner hitam, uang Rp 300 juta, kartu ATM debit BNI denÂgan saldo Rp 100 juta, serta handphone Samsung Galaxy Note 9.
Keduanya didakwa melangÂgar Pasal Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 UU Tipikor, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
BERITA TERKAIT: