Perhatikan caranya Allah Swt menegur hambanya yang menyimpan sesuatu yang tercela. Ketika Tuhan mengumumkan renÂcananya untuk menciptakan pendatang baru namanya manusia dan akan ditempatkan di bumi, Malaikat penasaran. Sebabnya ialah bagaimana mungkin manusia bisa hidup di dalam bola dunia yang sedemikian liar dan bergetar entah berapa ribu skala richter. Gempa 10 skala richter saja meluluhlantakÂkan Aceh dan sekitarnya. Ketika Allah Swt menciptakan gunung sebagai patok bumi, langsung bola bumi ini diam dan tenang setÂenang-tenangnya. Malaikat takjub akan keÂhebatan gunung. Malaikat bertanya, ya AlÂlah masih adakah lebih hebat dari gunung? Dijawab masih ada, yaitu api, yang mampu mencairkan besi. Malaikat bertanya, ya AlÂlah masih adakah lebih hebat dari api? DiÂjawab masih ada, yaitu air, yang mampu meÂmadamkan api. Malaikat terus bertanya, ya Allah masih adakah lebih hebat dari air? DiÂjawab masih ada, yaitu udara, yang mampu menguapkan air. Ditanya lagi, ya Allah masih adakah yang lebih hebat dari udara? DiÂjawab masih ada dan ini yang paling hebat, yaitu orang-orang yang menyumbang denÂgan tangan kanannya tanpa ketahuan tanÂgan kirinya.
Riwayat hadis tersebut di atas menunjukkan bahwa yang paling hebat mengalahkan guÂnung, besi, api, air, dan udara, bukannya orang yang terkenal atau orang-orang populer tetapi orang-orang yang sangat ikhlas. Yang memÂpunyai kemampuan luar biasa juga bukannya sesuatu yang besar seperti gunung atau yang keras seperti besi atau dahsyatnya api. Akan tetapi yang lebih kuat ialah yang lebih lembut. Sebegitu ikhlasnya tidak ingin diketahui oleh siapapun, termasuk mengandaikan tangan kirinya sendiri. Ini juga menunjukkan bahwa popularitas tidak segala-galanya, apalagi jika popularitas itu semu karena diperoleh melalui rekayasa sedemikian rupa tanpa usaha makÂsimum. Mungkin juga menumpang popularitas orang lain dengan berbagai tujuan. PolpulariÂtas tidak selamanya menguntungkan siapapun dan untuk apapun. Bahkan ada yang mengÂkhawatirkan kalau sebuah keuntungan atau kesuksesan yang diraih dengan menjual popuÂlaritas adalah tidak berkah dan tidak otomatis menjanjikan.
Kalangan ulama tasawuf bahkan sangat takut terhadap popularitas. Seorang sufi beÂsar Khalid bin Mad’an, apabila majlis ta'lim (halaqah)-nya dihadiri banyak orang maka ia berdiri dan pergi karena takut terkenal. BahÂkan Abu 'Aliya bersikap apabila majlisnya lebih dari tiga orang maka ia berdiri lalu pergi, sedemikian takutnya menjadi terkenal. Umar ibn Khaththab mencambuk orang-orang yang menampang disamping orang-orang besar. Ada sebuah qaul mengatakan: "Orang yang suka berlindung di samping orang terkenal lalu ia terkenal termasuk orang yang imanÂnya lemah". Ada riwayat ditemukan mengataÂkan: "Sesungguhnya sedikit saja riya itu adaÂlah syirik". Al-Fudlail bin Iyadl berkata: "Jika kamu mampu menjadi orang tidak terkenal, lakukanlah! Tidak ada bahaya bagimu jika tidak terkenal, kamu tidak melarat kalau tidak dipuji, tidak rendah bagimu jika dicela manuÂsia tetapi dipuji di sisi Allah Swt.