Jaksa penuntut umum mendakÂwa Rudi merintangi persidangan perkara korupsi kegiatan pemÂbibitan dan perawatan ternak sapi dan kerbau pada Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan tahun 2014.
Rudi dituduh memberikan keterangan palsu saat menjadiahli pada sidang perkara terdakwa Cristoverus Ntaba, mantan Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Poso.
Dalam kesaksiannya, Rudi menyampaikan tidak ada kerugiannegara dalam kegiatan pembibitan dan perawatan sapi dan kerbau. Ia juga memastiÂkan kegiatan itu terealisasi 100 persen dan tidak terjadi penyimpangan.
Padahal, Rudi tidak pernah melakukan pemeriksaan atas kegiatan pembibitan dan peraÂwatan sapi dan kerbau ini. Ia juga tak mengantongi surat tugas melakukan pemeriksaan serta membuat kesimpulan atas penÂgawasan kegiatan pembibitan dan perawatan ternak itu.
Kantor Inspektorat Kabupaten Poso memang pernah melakukan klarifikasi atas kegiatan pemÂbibitan dan perawatan sapi dan kerbau tahun 2014. Tim klariÂfikasi dipimpin Zainal Abidin dengan anggota Fuad. Rudi tak terlibat.
Menurut jaksa, perbuatan Rudi diancam pidana Pasal 21 UUTindak Pidana Korupsi. Pasal itu menyatakan, "Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalÂkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntuÂtan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150 juta dan paling banyak Rp 600 juta."
Penasihat hukum Rudi menÂgajukan nota keberatan atas dakÂwaan ini. Menurut Syahrul, dakÂwaan jaksa kabur dan tidak jelas. "Pasal 143 ayat (2) KUHAP mengharuskan bahwa surat dakwaan harus jelas, cermat dan lengkap," ujarnya.
Ia menjabarkan pasal itu menÂgatur bahwa surat dakwaan harus memenuhi unsur formil dan materiil. Menurutnya, jaksa tidak menguraikan mengenai akibat dan perbuatan terdakwa dalam memberikan keterangan sebagai ahli. Yang dianggap seÂbagai perbuatan yang merintangi atau menghalangi proses pemerÂiksaan dalam perkara terdakwa Cristoverus Ntaba.
Selain itu, penasihat hukum mempersoalkan jaksa yang mencampuradukkan kedudukan Rudi sebagai auditor dan sebagai ahli yang dimintai keterangan di persidangan. Penasihat hukum Rudi berpendapat keterangan sebagai ahli di persidangan buÂkanlah perbuatan pidana.
Lantaran itu, penasihat hukum memohon majelis hakim menerima keberatan ini. Kemudian dalam putusan sela menyatakan dakwaan penuntut umum batal demi hukum.
Usai mendengarkan nota keÂberatan dari penasihat hukum, ketua majelis hakim Ernawati Anwar memutuskan menunda sidang. Untuk memberikan kesempatan jaksa menyiapkan tanggapan.
Untuk diketahui, keterangan Rudi sebagai ahli yang menyaÂtakan tidak ada kerugian negara, tak bisa meyakinkan hakim. Majelis hakim menyimpulkan Cristoverus Ntaba terbukti melakukan korupsi berdasarkan fakta-fakta persidangan.
Menurut majelis, perbuatan terdakwa memenuhi unsur dakÂwaan Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor. Christoverus Ntaba pun dijatuhi hukuman 3 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan.
"Hal memberatkan terdakwa, memberikan keterangan berbeÂlit-belit dalam persidangan dan tidak menyesali atau mengakui perbuatanya," ujar ketua majelis hakim Elvin Adrian.
Vonis ini lebih rendah dari tuntutan jaksa yang meminta hakim menjatuhkan hukuman 6 tahun penjara, denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan, dan bayar uang pengganti Rp 396 juta subsider 1 tahun penjara, kepada Christoverus Ntaba.
Kasus yang menjerat Christoverus Ntaba terjadi pada 2014. Saat itu dia menjabat Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Poso.
Dinas melaksanakan kegiatan pembibitan dan perawatan terÂnak sapi dan kerbau. Anggaran Rp 1,06 miliar dari APBD.
Kegiatan pengadaan bibit ternak itu dilaksanakan dengan metode penunjukan langsung maupun lewat lelang/tender.
Ternyata sapi dan kerbau yang disalurkan ke penerima bantuan tidak sesuai Surat Keputusan (SK) Bupati. Namun terdakwa melaporkan kegiatan itu beres. Semua menerima bantuan.
Berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), ada 43 ekor ternak yang tak disalurkan ke penerima bantuan. Akibatnya negara mengalami kerugian Rp 396 juta. ***
BERITA TERKAIT: