Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Etika Politik Dalam Al-Qur'an (32)

Berkesetaraan Jender (1)

Jumat, 01 Maret 2019, 08:12 WIB
Berkesetaraan Jender (1)
Nasaruddin Umar/Net
AKUMULASI ayat-ayat jender dalam Al-Qur'an bermuara kepada keadilan dan kesetaraan jender. Na­mun tantangan dihadapi Al- Qur'an ialah masyarakat Arab tempat pertamakali tu­runnya Al-Qur'an amat bias jender.

Bentuk-bentuk bias jender itu antara lain: Asumsi yang berkembang di dalam masyarakat saat itu perempuan (Hawa) diciptakan untuk melengkapi hasrat Adam di syurga, perempuan dicitrakan sebagai peng­goda dan penyebab utama jatuhnya manusia dari syurga ke bumi.

Struktur bahasa Arab sangat dipengaruhi oleh budaya Arab yang bias jender kemudian digu­nakan Al-Qur'an sebagai Kitab Suci agama Is­lam ikut terpengaruh di dalamnya. Misalnya, Al-Qur'an didominasi dengan bentuk atau shighat muzakkar dalam menyampaikan pe­san-pesannya, lebih banyak menempatkan laki-laki sebagai orang kedua (mukhatab), dan jarang sekali perempuan menjadi orang kedua (mukhatabah), kata ganti (dlamir) Allah, Tuhan, dan malaikat menggunakan kata ganti masku­lin (dlamir muzakkar), tidak pernah digunakan kata ganti feminin (dlamir muannats).

Di samping itu, banyak sekali nama laki-la­ki muncul secara eksplisit di dalam Al-Qur'an, seperti nama-nama para nabi dan rasul dan sejumlah nama lain, sementara perempuan hanya satu orang, yaitu Maryam, perem­puan memilki kelemahan akal (nuqshan al- 'aql), sementara laki-laki akal lebih unggul, perempuan mempunyai keterbatasan di da­lam agama (nuqshan al-din), sementara la­ki-laki lebih unggul, perempuan lebih banyak mengisi neraka dibanding laki-laki

Aurat perempuan seluruh anggota badan kecuali muka dan kedua telapak tangan, dan sebagian mufassir menambahkan termasuk suara, sedangkan aurat laki-laki hanya di antara pusat dan lutut, dan suara laki-la­ki bukan aurat, kencing bayi laki-laki hanya masuk kategori najis ringan (mukhaffafah), pembersihannya cukup dengan memercik­kan air sudah dianggap bersih, sementara kencing bayi perempuan masuk kategori na­jis menengah (mutawassithah), cara pem­bersihannya mesti dicuci dengan baik baru dianggap bersih

Laki-laki dibenarkan menjahar atau mengeraskan suara pada waktu shalat ter­tentu, sedangkan perempuan tidak dibenar­kan, laki-laki diberikan kesempatan menegur imam yang keliru dengan membaca kali­mat "subhanallah" dengan keras, sementa­ra perempuan hanya dibenarkan menepuk paha sebagai isyarat, Laki-laki melakukan I'tikaf di mesjid, sementara perempuan lebih utama di rumah, shaf laki-laki paling utama di barisan terdepan, sedangkan perempuan di barisan paling belakang, laki-laki boleh menjadi imam, sementara perempuan tidak dibenarkan, laki-laki boleh menjadi khatib jum'at, idul Fitr, dan idul Adha; sementara perempuan tidak dibenarkan, hanya laki-laki yang dikenal sebagai nabi dan rasul, bukan perempuan.

Kaum laki-laki juga selalu menjadi khalifah dan pemimpin politik, sementara perempuan tidak ada khalifah dan menjadi pemimpin publik masih diperdebatkan, laki-laki bebas mengamalkan seluruh ajaran agama secara lengkap dan utuh, sementara perempuan tidak dibenarkan melakukan serangkaian iba­dah ketika dalam keadaan haidl dan nifas, seperti shalat, puasa, I'tikaf, masuk mesjid, dan menyentuh mushhaf Al-Qur'an, laki-laki boleh berpoligami sampai empat, sementa­ra perempuan tidak boleh, anak zina adalah anak ibunya, bukan anak bapaknya, tubuh laki-laki lebih kuat di banding tubuh perem­puan, laki-laki diaqiqah dengan 2 ekor kamb­ing, sementara perempuan cukup seekor kambing.(Bersambung)

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA