Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Tawaran Diskursus Sehat Prabowo Berbuah Tudingan Pesimis Jokowi

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Senin, 18 Februari 2019, 14:41 WIB
Tawaran Diskursus Sehat Prabowo Berbuah Tudingan Pesimis Jokowi
Debat Kandidat/Net
rmol news logo Debat calon presiden di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu malam(17/2) tampak dipenuhi ketegangan, meski sempat diselingan saling tawa diantara kedua kandidat. Bahkan, dalam menanggapi isu industri 4.0, ajakan diskursus yang sehat dan mencari solusi perlindungan dan pembelaan petani, berbuah tudingan pesimisme.

Presiden Joko Widodo sebagai Capres yang mendapat giliran pertama untuk menanggapi dan menjabarkan dalam debat kedua Pilpres 2019, menjelaskan bahwa dalam revolusi industri 4.0. perangkat, kemampuan, data dan jaringan baik IT, logistik, warehouse, advance robotic dan lainnya keluar semua. Sehingga, baik petani maupun masyarakat pada umumnya, mereka bisa memanfaatkan ekosistem ini. Dengan demikian, maka proses dan pertumbuhan antara online dan offline sistem bisa terbangun dengan cepat.

"Kita bisa persiapkan SDM, ini perlunya petani diperkenalkan marketplace. Palapa Ring dibagun di Indonesia barat, tengah dan timur. sudah selesai. Kalau semuanya sudah selesai, saya rasa kita bisa mudah masuk dalam industri 4.0 ini," ucap Jokowi.

Penjabaran pandangan dan hasil kerja Presiden Jokowi sebagai kandidat capres petahana, dalam debat capres di Hotel Sultan, Jakarta itu ditanggapi capres 02 Prabowo Subianto dengan kritik bahwa akan lebih baik, jika tidak hanya fokus pada perangkat, sistem dan jaringan teknologinya, tapi juga kepada mental dan sikap pembelaan serta perlindungan terhadap petani, baik di sisi produksi, perdagangan, harga maupun lainnya, termasuk dari ancaman maupun serbuan perang dagang negara asing. "Kita bicara industri 4.0, tapi belum bisa membela petani-petani kita (dari impor). Kita bisa menjamin pangan sendiri, tanpa impor-impor," ucap Prabowo.

Sayangnya, masukan kandidat capres 02 Prabowo ditanggapi capres petahana Jokowi sebagai sikap atau mental pesimis dari pribadi Prabowo. "Pak Prabowo ini ke depan kurang optimis. saya menyakini industri 4.0 itu dengan optimis. Coba kita lihat TaniHub (https://tanihub.com), sudah memasukkan produk-produk langsung ke konsumen. tidak lewat agen-agen yang besar-besar. sehingga keuntungan petani pun bisa lebih tinggi atau besar dan cepat," ucap Jokowi.

Jokowi menyakinkan pembangunan sumber daya manusia yang direncanakannya ke depan akan lebih menyejahterakan petani di Indonesia. Dia menyebut, saat ini produk-produk hasil petani sudah langsung bisa diakses konsumen.

"Sekarang ini produk petani sudah masuk market place, sudah dari produsen ke konsumen tidak lewat agen di tengah. Harganya bisa diangkat, juga kredit-kredit yang dilakukan. Itu hal yang konkret yang justru membuka kesempatan petani berproduksi," tutur Jokowi.

Tudingan Joko Widodo ketidakoptimisan menyongsong revolusi industri 4.0 itu  ditepis Calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto. "Saya bukan pesimis Pak, saya sangat optimis. Kita sangat mampu untuk swasembada di bidang energi," ujar Prabowo dalam debat Pilpres kedua di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu (17/2).

Prabowo memuji kebijakan di bidang energi yang dibuat pemerintahan Jokowi dalam rangka kemandirian energi Indonesia. Namun, menurut dia, masih ada hal-hal yang perlu dikoreksi. "Saya akui kalau orang berbuat baik. Tapi kita juga perlu koreksi kalau ada kekurangan. Jadi ini diskursus yang sehat," ucapnya.

Sebelumnya, Kementerian Perindustrian masih mendorong implementasi roadmap industri 4.0 tersebut. “Kami masih mendorong implementasi roadmap Making Indonesia 4.0. Ini sudah menjadi komitmen Presiden Joko Widodo untuk terus meningkatkan kualitas ekspor produk Indonesia,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto di Jakarta, Minggu (17/2).

Menurut Menperin, revolusi industri 4.0 telah membawa perubahan pada model bisnis baru di sektor manufaktur, yang dinilai mampu meningkatkan kinerja hingga 20-50 persen lebih baik dari sebelumnya. Hal ini karena melalui pemanfaatan teknologi digital secara terintegrasi. “Jadi, tentunya penerapan industri 4.0 diyakini bisa memacu produktivitas dan kualitas secara efisien sehingga produk yang dihasilkan lebih inovatif dan kompetitif,” tegasnya.

Making Indonesia 4.0 menargetkan, bakal mengembalikan sumbangsih rasio ekspor netto terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional sebesar 5-10 persen pada tahun 2030. Kenaikan signifikan ekspor netto ini akan menggerakkan pertumbuhan ekonomi. “Maka itu, perlu mengakselerasi ekspor produk yang memiliki nilai tambah tinggi,” ujarnya.

Dalam hal ini, Kementerian Perindustrian serius menjalankan kebijakan hilirisasi industri, yang juga mampu membawa efek berantai pada penyerapan tenaga kerja dan penerimaan devisa. Kemenperin mencatat, ekspor dari industri pengolahan nonmigas terus meningkat dalam empat tahun terakhir. Pada 2015, nilai ekspor produk manufaktur mencapai 108,6 miliar dolar AS, naik menjadi 110,5 miliar dolar AS di tahun 2016. Pada 2017, tercatat di angka 125,1 miliar dolar AS, melonjak hingga 130 miliar dolar AS di tahun 2018 atau naik sebesar 3,98 persen.

Industri manufaktur konsisten memberikan kontribusi paling besar terhadap nilai ekspor nasional. Oleh karena itu, pemerintah semakin menggenjot kinerja industri pengolahan nonmigas yang punya orientasi ekspor agar lebih produktif dan inovatif sehingga dapat mengisi pasar global secara luas.

“Jadi, tahun lalu kontribusinya mencapai 72,25 persen. Di tahun 2019 ini, kami akan lebih genjot lagi sektor industri manufaktur untuk meningkatkan ekspor, terutama yang punya kapasitas lebih,” ungkap Airlangga.

Adapun, lima sektor manufaktur yang pertumbuhannya di atas lima persen dan memiliki catatan kinerja ekspor gemilang di tahun 2018, yakni industri makanan dan minuman yang nilai ekspornya mencapai 29,91 miliar dolar AS, disusul industri tekstil dan pakaian jadi sebesar 13,27 miliardolar AS, serta industri logam dasar 15,46 miliar dolar AS.

Selanjutnya, industri karet, barang dari karet dan plastik menembus hingga 7,57 miliar dolar AS, serta industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki di angka 5,69 miliar dolar AS. “Kami sedang fokus memacu kinerja ekspor di lima sektor industri yang mendapat prioritas pengembangan berdasarkan Making Indonesia 4.0,” imbuhnya.

Lima sektor itu adalah industri makanan dan minuman, tekstil dan pakaian, otomotif, elektronika, dan kimia. Apalagi, lima kelompok manufaktur tersebut mampu memberikan kontribusi sebesar 65 persen terhadap total nilai ekspor nasional.

Sepanjang tahun 2018, industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia, menorehkan nilai
ekspornya sebesar 13,93 miliar dolar AS, kemudian ekspor kendaraan bermotor, trailer dan semi trailer, dan alat angkutan lainnya menembus angka 8,59 miliar dolar AS, serta pengapalan barang komputer, barang elekronik dan optik mencapai 6,29 miliar dolar AS.

“Memang ada beberapa sektor lain yang juga punya potensi besar dalam menopang perekonomian nasional melalui kinerja ekspornya. Misalnya, industri perhiasan, permesinan, furnitur, pengolahan ikan, dan hortikultura,” sebutnya.

Pada 2019, pemerintah menargetkan ekspor nonmigas tumbuh 7,5 persen. Proyeksi tersebut
mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi global sebesar 3,7 persen. Adapun tiga pasar ekspor utama, yakni Amerika Serikat, Jepang, dan China. Penetrasi pasar ekspor ke negara-negara nontradisional juga dilakukan, seperti ke Bangladesh, Turki, Selandia Baru, Myanmar dan Kanada.

“Meski demikian, diharapkan ada perbaikan ekonomi global, sehingga bisa mendorong ekspor nonmigas lebih tinggi lagi di tahun 2019,” tutur Airlangga. Pemerintah juga menargetkan segera merampungkan sebanyak 12 perjanjian dagang baru pada tahun ini.

Dalam upaya mengakselerasi peningkatan nilai ekspor nasional, strategi utama yang dilakukan pemerintah adalah menciptakan iklim usaha yang kondusif dan mempermudah perizinan. Hal ini dapat menarik investasi untuk menjalankan hilirisasi industri sehingga dapat meningkatkan kapasitas sekaligus mensubstitusi produk impor.

Di samping itu, dilaksanakan penerapan online single submission (OSS), fasilitas insentif perpajakan, program vokasi, penyederhanaan prosedur untuk mengurangi biaya ekspor, dan pemilihan produk unggulan. “Jadi, industri bisa lebih berdaya saing sehingga mampu meningkatkan pertumbuhan dan memperbaiki struktur perekonomian nasional,” pungkasnya. [atm]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA