Zoobiquity Etologi merupakan perpaduan penelitian laboratirium dengan pengamatan di lapangan yang memiliki keterkaitan dengan biologi, neuroanatomi, ekologi dan evolusi.
Seorang etolog pada umumnya menelaah proses-proses bagaimana suatu jenis perilaku jenis-jenis hewan yang berbeda. Meski ada pula yang fokus pada perilaku suatu jenis atau kelompok kekerabatan satwa tertentu.
Pada tahun 2012 Barbara Natterson-Horowitz dan Kathryn Bowers mempublikasikan buku berjudul
Zoobiquity yang pada hakikatnya berakar pada Etologi.
Kesehatan
Sebagai sub judul buku Zoobiquity sengaja dijelaskan bahwa makna istilah baru tersebut adalah "
Apa yang Bisa Diajarkan Satwa kepada Kita Tentang Kesehatan dan Ilmu Penyembuhan."
Natterson-Horowitz adalah seorang praktisi kardiologis di Universitas California, Los Angeles (UCLA) Fakultas Kedokteran David Geffen, yang juga memiliki pelatihan psikiatri.
Sementara Kathryn Bowers adalah penulis profesional yang mengajar menulis di UCLA. Buku
Zoobiquity membahas sifat-sifat yang dimiliki bersama oleh yang satwa dan manusia yang memiliki relevansi medis.
Secara biologis, manusia berbagi silsilah dengan satwa maka memiliki implikasi untuk beberapa kemiripan. Satwa memiliki emosi, preferensi, dan menderita penyakit yang serupa pada beberapa tingkatan dengan manusia menderita.
Karena binatang dan manusia berbagi sejarah evolusi, dapat disimpulkan bahwa mereka juga berbagi penyakit maka para dokter dan dokter hewan dapat mempelajari lebih lanjut tentang penyakit-penyakit dan berkomunikasi lebih intensif satu sama lain demi menyadari pengaruh evolusi terhadap penyakit yang diderita manusia.
Jamu Saya pribadi setuju dengan pemikiran Zoobiqutarian, sebab secara organoleptis telah menyaksikan sendiri bagaimana perilaku satwa dalam upaya menyembuhkan penyakit yang mereka derita.
Anjing pada saat menderita gangguan pencernaan sengaja mencari demi memakan rumput serta arang yang bukan makanan mereka di masa merasa sehat walafiat. Anjing dan kucing berjemur di bawah sinar sang surya di pagi hari demi menjaga kesehatan mereka masing-masing.
Ayah saya, Lambang Suprana memperoleh ilham untuk ramuan jamu anti diabetes setelah mengamati perilaku semut gemar mengerumuni biji pete yang memang manis namun menghindari kulit buah pete yang memang pahit rasanya. Secara nalar dapat disimpulkan bahwa kulit buah pete bersifat anti gula.
Kebudayaan Pada dinding mahacandi Borobudur terdapat relief berkisah episod Ramayana tentang sang mahasuperhero Hanuman sibuk mencari tanaman berkhasiat untuk menyembuhkan Rama beserta segenap laskar wanara dari gangguan angkara murka racun yang ditebar Rahwana.
Pada kenyataan kebudayaan memang banyak penemuan ramuan jamu sebagai ramuan nabati berasal dari tanaman berlatar belakang pengamatan zoobiquitarian terhadap perilaku satwa dalam upaya menjaga kesehatan mau pun menyembuhkan penyakit yang mereka derita.
Allah Yang Maha Kuasa menciptakan mahluk hidup yang rawan gangguan kesehatan namun di sisi lain sebenarnya Allah Yang Maha Kasih juga menciptakan tanaman yang memiliki khasiat mandraguna untuk menanggulangi gangguan kesehatan.
[***]
Penulis adalah pembelajar jamu sebagai mahakarya kebudayaan Nusantara