Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Sidang Eni Dikebut, Ada Apa Pak Hakim?

Perkara Suap Proyek PLTU Riau 1

Jumat, 30 November 2018, 11:08 WIB
Sidang Eni Dikebut, Ada Apa Pak Hakim?
Eni Maulani Saragih/Net
rmol news logo Persidangan mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih bakal dikebut. Hakim ingin pemeriksaan perkara politisi Golkar itu selesai tak sampai sebulan. Ada apa?

Rencana itu disampaikan usai pembacaan dakwaan. Awalnya, ketua majelis hakim Yanto menanyakan apakah penasihat hukum Eni akan mengajukan eksepsi atas dakwaan jaksa KPK.

Penasihat hukum menyatakan tidak. Ketua majelis beralih ke jaksa. "Saksi ada berapa mas," tanya Hakim Yanto. "Empat pu­luh (orang) kurang lebih," jawab Jaksa Lie Putra Setiawan.

Hakim Yanto menetapkan sidang digelar seminggu sekali. Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat itu memerintahkan jaksa menghadirkan 10 saksi sekaligus setiap sidang.

"Kalau 40 (saksi) ya 4 kali sidang," putusnya. "(Sidang) sampai malam enggak apa-apa."

Tak hanya itu, Hakim Yanto menggeser jadwal sidang beri­kutnya yang sedianya Kamis pekan depan. Ia ingin diper­cepat. "Untuk (pemeriksaan) saksi-saksi, saya agendakan hari Selasa tanggal 4 Desember," sambil mengetuk palu. Sidang ditutup.

Tim jaksa hanya bisa pasrah mengikuti kehendak hakim. "Itu permintaan hakim. Saya kurang paham pertimbangannya," kata Jaksa Lie. Ia akan berusaha menghadirkan 10 saksi setiap kali sidang.

Sementara penasihat hukum menganggap dakwaan yang perlu dibuktikan dalam perkara Eni tinggal soal penerimaan gratifikasi.

Adapun soal penerimaan suap Rp 4,75 miliar sudah ter­bukti dalam perkara Johanes B Kotjo, pemilik saham Blackgold Natural Resources, Ltd.

Lantaran itu, penasihat hu­kum akan mengikuti keinginan hakim mempercepat persidan­gan. Apalagi, Eni sendiri sudah berjanji tidak akan berbelit-belit.

"Waktu penyidikan kooper­atif. Insya Allah di persidangan saya akan kooperatif juga," ucap Eni usai sidang.

Dalam sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta kemarin, jaksa mendakwaEni melakukan dua tindak pidana korupsi. Pertama, menerima suap dari Kotjo Rp 4,75 miliar agar membantu mendapatkan proyek PLTU Riau 1.

Eni dijanjikan fee 2,5 persen jika Kotjo bisa mendapatkan proyek 900 juta dolar Amerika Serikat (AS) itu. Mantan Sekjen Golkar Idrus Marham lalu me­merintahkan Eni meminta 2,5 ju­ta dolar AS dulu ke Kotjo. Uang itu untuk keperluan Munaslub Golkar akhir 2017.

Namun Eni meminta ke Kotjo 3 juta dolar AS dan 400 ribu dolar Singapura. Kotjo men­gucurkan uang bertahap: Rp 2 miliar, Rp 2 miliar, Rp 250 juta dan Rp 500 juta. Pada pemberian terakhir, Kotjo dan Eni ditang­kap KPK.

Pada dakwaan kedua, jaksa menuduh Eni telah menerima gratifikasi Rp 5,6 miliar dan 40 ribu dolar Singapura. Duit diper­oleh dari empat perusahaan yang bergerak di bidang minyak dan gas (migas).

Yakni, dari Direktur PT Smelting Prihadi Santoso, Direktur PT One Connect Indonesia (OCI) Herwin Tanuwidjaja, pemilik PT Borneo Lumbung Energi & Metal Samin Tan, dan Presiden Direktur PT Isargas Iswan Ibrahim.

Prihadi dan Iswan memberi­kan uang kepada Eni masing-masing Rp 250 juta. Herwin Rp 100 juta dan 40 ribu dolar Singapura. Sementara, Samin Rp 5 miliar.

Prihadi dan Herwin memberi uang ke Eni untuk memfasili­tasi pertemuan dengan pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Tujuannya agar PT Smelting dan PT OCI da­pat mengimpor limbah Bahan Berbahaya Beracun (B3) untuk diolah menjadi copper slag.

Adapun Samin memberikan uang agar dibantu dalam perso­alan pemutusan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) Generasi 3 di Kalimantan Tengah antara PT Asmin Koalindo Tuhup (AKT) dengan Kementerian ESDM. PT AKT merupakan anak usaha PT Borneo Lumbung Energi & Metal yang bergerak di pertam­bangan batubara.

Eni kemudian memfasilitasi pertemuan pihak PT AKT den­gan Kementerian ESDM. Pada awal Juni 2018, Eni meminta uang kepada Samin untuk keperluanPilkada Temanggung 2018 yang diikuti suaminya, Muhammad Al Khadziq.

Atas persetujuan Samin, Direktur PT Borneo Lumbung Energi & Metal Nenie Afwani memberikan Rp 4 miliar. Uang diserahkan tunai di kantor PT AKT.

Setelah menerima uang, Eni mengirim pesan WhatsApp ke Samin, "Kemarin saya terima dari Mba Neni 4 M. Terimakasih yang luar biasa ya." Eni kembali meminta Rp 1 miliar ke Samin. Nenie menyerahkan tunai di kantor AKT.

"Sejak menerima gratifikasi yang seluruhnya Rp5,6 miliar dan 40 ribu dolar Singapura tersebut, terdakwa tidak pernah melaporkan ke KPK sampai batas waktu 30 hari kerja," kata Jaksa Lie. Perbuatan Eni kena delik Pasal 12 B ayat 1 UU Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA