Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Empat Polisi Mantan Ajudan Nurhadi Mangkir Pemeriksaan

Suap Pengurusan Perkara Di PN Jakpus

Kamis, 15 November 2018, 10:09 WIB
Empat Polisi Mantan Ajudan Nurhadi Mangkir Pemeriksaan
Nurhadi/Net
rmol news logo Empat mantan ajudan Nurhadi tak memenuhi panggilan pemeriksaan sebagai saksi suap pengurusan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

"Para saksi tidak datang. Belum diperoleh informasi alasan ketidakhadiran," kata juru bicara KPK Febri Diansyah.

Keempat saksi yang mangkir itu Ari Kuswanto, Dwianto Budiawan, Fauzi Hadi Nugroho, dan Andi Yulianto. Mereka ang­gota Polri yang pernah bertugas sebagai ajudan Nurhadi semasa menjabat Sekretaris Mahkamah Agung (MA).

Menurut Febri, rencananya keempat mantan ajudan itu bakal diperiksa untuk perkara ter­sangka Eddy Sindoro, Chairman PT Paramount Enterprise Internasional.

"KPK telah mengirimkan suratke Kapolri UP Kadiv Propam Polri tentang permintaan meng­hadirkan 4 orang anggota Polri tersebut dalam pemeriksaan," ungkap Febri.

Lantaran tak datang, KPK bakal mengirim panggilan lagi.Sekaligus permintaan kepada Kepala Polri melalui Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri agar menghadirkananak buahnya.

"Kami percaya Polri akan membantu pelaksanaan tugas KPK, khususnya untuk pemeriksaansaksi ini. Koordinasi lebih lanjut akan dilakukan," kata Febri.

Empat anggota Polri itu juga pernah dipanggil sebagai saksi kasus ini pada Juni 2016. Namun, mereka tak pernah hadir.

Boy Rafli Amar, Kepala Divisi Humas Polri saat itu menjelaskan, keempat anggota Korps Brimob itu tak memenuhi panggilan KPK karena sedang bertugasdi Poso, Sulawesi Tengah. Mereka dimutasi sejak Mei 2016 untuk terlibat Operasi Tinombala.

Selain empat polisi itu, sopir Nurhadi yang bernama Royani juga tak pernah memenuhi pang­gilan pemeriksaan. Penyidik KPK menyatroni rumahnya di Bendungan Hilir, Jakarta Pusat, namun keburu Royani menghilang.

Dalam penyidikan kasus ini, KPK telah memeriksa Nurhadi sebagai saksi perkara Eddy Sindoro pada Selasa, 6 November 2018 lalu. Usai diperik­sa, Nurhadi irit bicara. Ia hanya mengaku pemeriksaan sama seperti dua tahun lalu.

Saat itu, Nurhadi diperiksa sebagai saksi perkara Doddy Aryanto Supeno (asisten Eddy Sindoro) dan Edy Nasution (Panitera/Sekretaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat).

Istri Nurhadi, Tin Zuraida sedianya diperiksa sebagai saksi perkara Eddy Sindoro pada 2 November 2018 lalu. Namun perempuan yang kini jadi Staf Ahli Menteri Pendayagunaan Aparatur Negera dan Reformasi Birokrasi itu, tak nongol. Tin meminta pemeriksaan diundur karena sedang tugas di luar negeri.

Kasus rasuah ini terendus KPK yang kemudian melakukan penangkapan terhadap Doddy dan Edy Nasution di parkir basement Hotel Acacia, Jakarta Pusat, pada 20 April 2016. Barang buktinya uang Rp 50 juta, yang diduga bagian dari Rp 500 juta untuk mengurus perkara.

Keduanya kemudian ditetapkan sebagai tersangka. Belakangan, Eddy Sindoro turut ditetapkan sebagai tersangka. Ia diduga memerintahkan Doddy memberikan uang ke Edy Nasution

Penyidikan kasus ini sempat mandek lantaran Eddy Sindoro tak kunjung pulang ke Tanah Air. Eddy Sindoro dideportasi dari Malaysia pada Agustus 2018 lalu. Namun setiba di Bandara Soekarno-Hatta Jakarta, ia bisa diterbangkan kembali ke luar negeri tanpa pemeriksaan imigrasi.

Eddy Sindoro akhirnya meny­erahkan diri ke Kedutaan Besar RI di Singapura pada 12 Oktober 2018. Ia lalu dipulangkan untuk menjalani proses hukum di KPK.

Dalam penyidikan kasus ini, KPK mencurigai Nurhadi ter­libat memuluskan pengurusan perkara. Ia pernah memerintah­kan Edi Nasution mengirimkan berkas permohonan Peninjauan Kembali (PK) padahal waktu pengajuannya sudah lewat atau kadaluarsa.

Rumah mewah Nurhadi di Hang Lekir, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan sempat disatroni dan digeledah KPK. Ketika pe­nyidik komisi antirasuah datang, Tin merobek sejumlah dokumen dan membuangnya ke closet.

Di rumah Nurhadi, penyidik menemukan uang rupiah dan valuta asing berjumlah Rp 1,7 miliar. Ketika mobil digeledah, ditemukan koper kosong dan am­plop yang sudah disobek.

Kilas Balik
Ketahuan Pakai Paspor Palsu, Ditangkap Imigrasi Malaysia


Advokat Lucas didakwa merintangi penyidikan KPK terhadap Eddy Sindoro, tersangka suap pengurusan perkara diPengadilan Negeri Jakarta Pusat.

"Telah melakukan atau turut serta melakukan dengan sengajamencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan terhadap tersangka ataupun saksi dalam perkara korupsi," Jaksa KPK Abdul Basir membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta.

KPK telah menetapkan Eddy sebagai tersangka sejak 21 November 2016. Lantaran tak pernah memenuhi panggilan pemeriksaan, Eddy ditetapkan sebagai buronan.

Pada 4 Desember 2016, Eddy menghubungi Lucas dan me­nyampaikan akan menjalani proses hukum di KPK. Lucas menyarankan Eddy tak pulang ke Tanah Air dan melepaskan status warga negara Indonesia. Kemudian membuat paspor negara lain agar terbebas dari proses hukum di KPK.

Atas saran Lucas, Eddy mem­buat paspor palsu Republik Dominika dengan nama Eddy Handoyo Sindoro. Ia dibantu Jimmy.

Pada 5 Agustus 2018, Eddy be­rangkat dari Bangkok, Thailand ke Malaysia. Ketika akan kem­bali ke Bangkok pada 7 Agustus 2018, ia ditangkap petugas imigrasi Bandara Internasional Kuala Lumpur, karena ketahuan pakai paspor palsu.

Eddy dinyatakan bersalah dan dihukum 3 bulan penjara atau bayar denda 3 ribu Ringgit. Eddy juga bakal dideportasi ke Indonesia.

Lucas menyusun rencana menerbangkan Eddy ke Bangkok--setelah dideportasi--tanpa diketahui imigrasi. Ia minta ban­tuan Dina Soraya menyiapkan tiket Jakarta-Bangkok untuk Eddy, Jimmy dan Michael, anak Eddy.

Untuk menjemput Eddy dan menerbangkannya kembali ke luar negeri, Dina minta ban­tuan Dwi Hendro Wibowo alias Bowo, bekas Passenger Officer Angkasa Pura II.

Dina menjanjikan imbalan Rp 250 juta. Dina lalu menyer­ahkan 33 ribu dolar Singapura kepada Bowo. Uang itu dari staf Lucas.

Pada 29 Agustus 2018, Eddy dideportasi dengan pesawat AirAsia. Dina menyuruh Bowo membeli tiket penerbangan Garuda GA 0866 untuk Eddy, Jimmy dan Michael.

Bowo menyuruh M Ridwan, staf Customer Service Gapura mencetak boarding pass untuk Eddy, Jimmy dan Michael. Bowo juga mengatur petugas imigrasi Andi Sofyar stand by di area imigrasi Terminal 3 untuk pengecekan status cekal Eddy.

Setelah Eddy, Jimmy, dan Michael turun dari pesawat, Bowo dan Yulia Shintawati (Duty Officer AirAsia) menjemput dengan mobil AirAsia. Mereka menuju Gate U8 Terminal 3 tanpa pemeriksaan imigrasi. Eddy dan Jimmy akhirnya bisa terbang ke Bangkok. Sementara Michael batal.

Bowo lalu membagi-bagikan uang kepada orang yang sudah membantu. Yulia dikasih Rp 20 juta dan handphone Samsung A6. Andi Sofyar Rp 30 juta dan handphone Samsung A6. Sedangkan Ridwan dan David masing-masing Rp 500 ribu.

Menurut jaksa, perbuatanLucas diancam pidana sebagaimana Pasal 21 UU Pemberantasan Korupsi, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA