Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Perempuan Hebat di Dalam Al-Qur'an (52)

Kabisyah Binti Ma'an

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/nasaruddin-umar-5'>NASARUDDIN UMAR</a>
OLEH: NASARUDDIN UMAR
  • Kamis, 18 Oktober 2018, 09:50 WIB
Kabisyah Binti Ma'an
Nasaruddin Umar/Net
SALAH seorang perem­puan yang menjadi fak­tor turunnya ayat dalam Al-Qur'an ialah Kabisyah binti Ma'an. Dalam satu ri­wayat disebutkan oleh Ibn Abbas kemudian dipub­likasikan oleh Al-Syaibani, menceritakan sabab nuzul ayat Q.S. al-Nisa’/4:19: "Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagimu mewarisi wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari maskawin yang telah kamu berikan kepadanya, terke­cuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaulah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak me­nyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, pa­dahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak."

Peristiwanya ialah mengacu kepada tra­disi bangsa Arab bahwa manakala seorang laki-laki meninggal, maka walinya berhak mewarisi istrinya. Apakah sang wali akan menikahinya, "memeliharanya" untuk laki-laki lain, bisa dijadikan mahar, atau hanya menjadikannya koleksi. Kondisi perempuan seperti ini amat tidak sejalan dengan prinsip kesetaraan gender, karena itulah ayat terse­but diturunkan.

Dalam pandangan ayat di atas, perem­puan adalah manusia yang memiliki hak dan kewajiban sebagaimana halnya laki-laki. Meskipun janda, perempuan tetap memiliki hak yang sama. Ia tidak boleh dipersamakan dengan harta benda atau materi tanpa jiwa. Jika dalam perjalanan hidup suatu keluarga tidak sejalan, perceraian merupakan jalan keluar tetapi harus betul-betul menjadi opsi terakhir. Dampak perceraian adalah san­gat luar biasa. Jika terjadi perceraian, dari dulu sampai sekarang, umumnya yang kor­ban ialah istri dan anak-anak. Bekas-bekas perceraian itu sangat nyata pada diri kedua orang tersebut. Istri akan menjadi janda dan anaknya akan mirip nasibnya dengan anak yatim piatu.

Contoh kasus yang diangkat dalam Al-Qur'an ialah kasus rumah tangga Kabi­syah binti Ma’an, yang sekaligus menjadi sebab turunnya ayat tersebut di atas. Ke­tika suaminya meninggal maka keluarga suaminya datang mengambil semua har­ta miliknya tanpa menyisakan sedikitpun kepada istrinya (Kabisyah). Mereka men­dasarkan pandangannya pada tradisi jahi­liah bahwa perempuan tidak bisa menda­patkan harta warisan. Tentu saja Kabisyah selain berduka karena sedih ditinggal suami ia juga berduka dengan kehadiran keluarga suminya menyita seluruh barang-barang dan harta suaminya. Kabisyah hanya bisa memanggil nama Tuhan agar bisa menda­patkan jalan keluar terhadap diri dan masa depannya.

Bukan hanya sampai di situ, anak-anak kecil yang ditinggalkan suaminya harus hidup di dalam pemeliharaan Kabisyah se­orang diri. Keluarga suaminya tidak mau tahu kalau di samping anak-anak almarhum masih kecil dan masih membutuhkan ban­tuan materi dan non-materi. Dalam keadaan seperti itu maka turunlah ayat yang mem­bela Kabisyah, seperti dikemukakan di atas. Turunnya ayat di atas setahap demi seta­hap nasib dan martabat perempuan terus diangkat. Banyak contoh sekaligus bukti yang mendapatkan pengakuan bahwa ke­hadiran Islam dengan kitab suci dan nabin­ya betul-betul mengangkat derajat dan mar­tabat perempuan. 

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA