Zainab menjadi semakin popular ketika Nabi memintanya kawin dengan Zaid ibn Haritsah, seorang budak yang dimerdekakan Nabi kemudian dijadikannya sebagai anak angkat. Semula Zainab menolak permintaan Nabi dengan alasan menyalahi adat, khususÂnya tradisi suku Quraisy. Perempuan QuraiÂsy tidak pernah kedengaran kawin dengan seorang laki-laki non bangsawan, apalagi bekas budak, ditambah lagi Zainab sebagai seorang aktivis. Namun Zainab sangat resÂpek dan mendukung perjuangan Nabi. Ia rela meninggalkan segalanya di Makkah dan ikut hijrah ke Madinah bersama Nabi. Zainab berÂtanya kepada Nabi, apakah engkau sebagai pribadi (sepupu) atau sebagai Nabi memerinÂtahkan aku kawin dengan Zaid. Bukan Nabi yang menjawab tetapi ayat yang turun untuk menjawab pertanyaan Zainab. Ayat tersebut ialah: Dan tidaklah patut laki-laki yang mukÂmin dan tidak (pula) perempuan yang mukÂmin memiliki pilihan (yang lain) tentang uruÂsan mereka apabila Allah dan rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan. Dan barangsiaÂpa mendurhakai Allah dan rasul-Nya, maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyaÂta. (Q.S. al-Ahdzab/33:36). Setelah mendenÂgar ayat ini, Zainab tunduk terhadap permintÂaan Nabi, akhirnya ia kawin dengan Zaid ibn Hamzah.
Perkawinan ini cukup heboh karena seÂorang Zainab, perempuan bangsawan QuraiÂsy yang berkecukupan kawin dengan seorang mantan budak, walaupun menjadi anak angÂkat Nabi. Perkawinan ini sekaligus merombak tradisi bahwa meskipun seorang mantan buÂdak (kasta paling rendah) memiliki hak dan dapat mengawini orang yang ada di "kasta paling tinggi" (Quraisy). Inilah pesan yang disÂampaikan melalui peristiwa perkawinan Zaid ibn Hamzah dan Zainab Ibn Jahsy.
Perkawinan adalah human relation yang sangat manusiawi. Boleh jadi rumah tangga seseorang berhasil dan boleh jadi juga gaÂgal. Rumah tangga sepasang anak manusia ini tidak bertahan lama, meskipun keduanya sudah mencoba mempertahankannya namun gagal. Zaid sang mantan budak seperti kurang percaya diri mendampingi Zainab sang bangÂsawan Quraisy. Akhirnya Zaid mengadukan halnya kepada Nabi dan di lain kesempatan Zainab pun melakukan hal yang sama kepaÂda Nabi. Nabi pun realistis memberikan saran terhadap problem yang dihadapi pasangan ini. Di sinilah manusiawinya Nabi Muhammad Saw. Nabi berusaha mendamaikan keduanÂya dengan menasehatinya: "Pertahankanlah istrimu dan bertakwalah kepada Allah". NaÂmun kondisinya sudah sulit diperbaiki. Nabi sebagai ayah angkat Zaid dan sebagai kakak sepupu Zainab, ditambah kapasitas Nabi seÂbagai Nabi dan Rasul, tetapi Nabi tidak meÂmaksakan kehendaknya kepada pasangan yang bermasalah ini. Sesungguhnya bisa meÂmaksa untuk tetap mempertahankan rumah tangga itu, tetapi untuk apa mempertahankan sebuah rumah tangga yang sudah retak. AkhÂirnya Nabi mendukung perceraian keduanya. Zainab patut dikenang sebagai salah seorang perempuan yang menjadi faktor perubahan sosial di masyarakat bangsa Arab pada zaÂmannya.