Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Irwandi dan Eks Panglima GAM Jadi Tersangka Proyek Dermaga

Kutip 'Pajak Nanggroe' Rp 32 Miliar

Selasa, 09 Oktober 2018, 09:55 WIB
Irwandi dan Eks Panglima GAM Jadi Tersangka Proyek Dermaga
Irwandi Yusuf/Net
rmol news logo Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menetapkan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf (IY) kembali sebagai tersangka korupsi. Irwandi diduga menangguk duit dari proyek pembangunan Dermaga Sabang.

Jumlah duit yang dikentit tak tanggung-tanggung: Rp 32 mil­iar. Uang itu diistilahkan "pajak Nanggroe." Pemungutnya, Izil Azhar (IA) alias Ayah Merin, mantan Panglima GAM Wilayah Sabang.
"Tersangka IY selaku Gubernur Aceh periode 2007-2012 bersama-sama dengan IA, di­duga menerima gratifikasi dari pelaksanaan proyek pemban­gunan Dermaga Sabang yang dibiayai APBN Tahun Anggaran 2006-2011," kata juru bicara KPK Febri Diansyah, Senin (8/10).

Febri menjelaskan kedua tersangka diduga menerima duit proyek dermaga Sabang terkait jabatan Irwandi sebagai Gubernur Aceh sekaligus Ketua Dewan Kawasan Sabang. Fulus puluhan miliaran rupiah itu tak pernah dilaporkan ke KPK.

Penetapan tersangka terh­adap Irwandi dan Izil dilaku­kan setelah komisi antirasuah menemukan bukti permulaan yang cukup. Bukti-bukti diper­oleh dari keterangan saksi, keterangan ahli maupun fak­ta-fakta persidangan perkara Ruslan Abdul Gani, mantan Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang (BPKS). Perkara Ruslan sudah berkekuatan hukum tetap.

Irwandi dan Izil dijerat dengan Pasal 12 B Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Nama Irwandi dan Izil tercantum dalam surat dakwaan perka­ra Ruslan. Kepala BPKS periode 2010-2011 itu didakwa melaku­kan korupsi proyek dermaga Sabang yang merugikan negara Rp 116,016 miliar.

Ruslan mengusulkan proyek lanjutan pembangunan dermaga Sabang dengan kebutuhan ang­garan mencapai Rp 263 miliar. Nindya Sejati Joint Operation (Kerja Sama Operasi/KSO) ditunjuk sebagai pelaksana proyek. Konsorsium pelaksana proyek ini merupakan itu gabungan PT PT Nindya Karya (BUMN) dengan PT Tuah Sejati (swasta).

Ruslan memerintahkan Ramadhani Ismy (Pejabat Pembuat Komitmen/PPK) proyek mem­buat harga perkiraan sendiri (HPS). Angkanya digelembung­kan menjadi Rp 264,76 miliar setelah digelembungkan.

Kontrak proyek mengalami tiga kali adendum karena perubahan volume pekerjaan dan perubahan harga. Disepakati nilai kontrak proyek Rp 285,84 miliar.

Dalam pelaksanaan proyek, Nindya Sejati mensubkontrakkan pekerjaan kepada PT Budi Perkasa Alam, PT Mitra Mandala Jaya, PT Kemenangan dan PT Wika Beton.

Konsultan pengawas proyek, PT Atrya Swacipta Rekayasa (ASR) membuat laporan kema­juan (progres) pekerjaan bukanberdasarkan kondisi nyata. Berdasarkan laporan itu, uang proyekbisa dicairkan. Nindya Sejati menerima pembayaran Rp 262,1 miliar. Padahal, proyek itu hanya menelan biaya Rp 147,461 miliar.

PT Nindya Karya meraup un­tung Rp 15,512 miliar. Sedangkan PT Tuah Sejati Rp 21,079 miliar. Korupsi proyek ini bukan hanya menguntungkan kedua perusahaan. Tapi juga pihak-pihak lain.

"Memperkaya orang lain yaitu Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam Irwandi Yusuf sebe­sar Rp 14,069 miliar yang diser­ahkan secara bertahap melalui Izil Azhar di rumah Izil Azhar di dekat bekas Terminal Setui Banda Aceh," kata jaksa KPK pa­da sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta 3 Agustus 2016.

Ruslan juga menikmati duit proyek dermaga Sabang Rp 5,3 miliar. Uang jatah Ruslan diserahkan kepala proyek Sabir Said. Sabir sendiri mengantongi Rp 3,8 miliar.

Pihak lain yang ikut menda­pat keuntungan dari proyek ini adalah Kepala Cabang PT Nindya Karya Sumut-Aceh Heru Sulaksono Rp 19,88 miliar, Ramadhani Ismy Rp 3,821 mil­iar, Ananta Sofwan Rp 250 juta, pihak-pihak yang terkait BPKS Rp 9,25 miliar dan pihak-pihak lain Rp 26,315 miliar.

Irwandi sempat diperiksa da­lam kasus ini. Namun tak dijerat sebagai tersangka. KPK kem­bali menelusuri dugaan peneri­maan duit jatah proyek dermaga Sabang setelah membongkar kasus suap Dana Alokasi Khusus Aceh (DOKA).

Irwandi ditangkap KPK karena menerima rasuah dari Bupati Bener Meriah, Ahmadi agar mengalokasi DOKA untuk wilayahnya.

Kilas Balik
PT Tuah Sejati Pindah Tangankan Aset

Mau Disita KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus melacak aset PT Tuah Sejati (TS) untuk menutupi kerugian negara pada proyek pembangunan dermaga Sabang, Aceh.

KPK mencurigai perusahaan itu memindahtangankan aset­nya untuk menghindari pe­nyitaan. Penyidik memeriksa Teuku Rafly Pasya dan ibunya, Pocut Haslinda Syahrul karena menguasai salah satu aset PT Tuah Sejati.

"Penyidik meminta klarifikasi mengenai asal-usul kepemilikan rumah di Kemang Galaxy," juru bicara KPK Febri Diansyah mengungkapkan pemeriksaan Rafly dan ibunya.

Kepada penyidik, Rafly--bekas suami Tamara Blezynski--mengaku membeli rumah itu langsung dari pengembang. Namun KPK mendapat informasi berbeda. "Kami menduga aset tersebut sebelumnya telah dibeli oleh PT TS," kata Febri.

PT Tuah Sejati ditetapkan sebagai tersangka korporasi dalam penyidikan kasus korupsi pembangunan dermaga bongkar di kawasan pelabuhan dan per­dagangan bebas Sabang.

Proyek yang dibiayai APBN tahun 2006-2011 itu menelan biaya hingga Rp 793 miliar. Proyek yang digarap Kerja Sama Operasi (KSO) PT Nindya Karya (NK) dan PT Tuah Sejahtera (TS) itu merugikan negara Rp313 miliar.

Dari proyek ini, PT Nindya Karya meraup untung Rp 44,68 miliar. Sedangkan PT Tuah Sejati Rp 49,9 miliar. Untuk menutupi kerugian negara, KPK telah menyita aset keduanya perusahaan. Dana Rp 44,68 miliardi rekening di PT Nindya Karya diblokir.

Terhadap tersangka PT Tuah Sejati telah dilakukan penyitaan aset berupa Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Banda Aceh dan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) di Meulaboh. Kedua aset itu diperkirakan bernilai Rp 20 miliar.

Untuk diketahui, penetapan duakorporasi sebagai tersang­ka merupakan pengembangandari penyidikan sebelumnya. Awalnya, KPK menetapkan empat tersangka. Yakni Kepala Nindya Karya Cabang Sumatera Utara-Aceh, Heru Sulaksono; Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Satuan Kerja Pengembangan Pelabuhan Bebas Sabang (BPKS), Ramadhany Ismy; Kepala BPKS Ruslan Abdul Gani, dan mantan Kepala BPKS Teuku Syaiful Ahmad.

Heru telah divonis bersalah. Ia dijatuhi hukuman 9 tahun penjara pada 2014 lalu. Selain itu, dia dikenakan denda Rp 500 juta subsider 4 bulan kurungan dan membayar uang pengganti kerugian Rp 12,65 miliar sub­sider 3 tahun penjara.

Ramadhan Ismy juga terbukti korupsi di pengadilan. Bekas Deputi Teknis BPKS itu divonis 6 tahun penjara, denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan, dan membayar uang pengganti Rp 3,2 miliar subsider 2 tahun kurungan.

Adapun Ruslan Abdul Gani divonis 5 tahun penjara. Ruslan yang kemudian menjadi Bupati Bener Meriah itu juga dikena­kan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan, dan mem­bayar uang pengganti Rp 4,36 miliar.

Sementara, Pengadilan Tipikor Jakarta mengembalikan berkas perkara bekas Kepala BPKS Teuku Syaiful Ahmad lantaran terdakwa mengalami kerusakan otak permanen. Penuntutan ter­hadap Syaiful gugur karena dia telah wafat.

Dari hasil persidangan para terdawak itu, KPK menemukan indikasi penunjukan langsung, konspirasi menyiapkan perusa­haan pelaksana, dan penggelem­bungan harga proyek pembangu­nan dermaga Sabang.

"Setelah KPK melakukan proses pengumpulan informasi dan data, termasuk permint­aan keterangan pada sejumlah pihak dan terpenuhi bukti permulaanyang cukup, maka KPK melakukan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi dengan tersangka PT NK dan PT TS," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA