"Saya makelar. Ada 11 tower," akunya usai pemeriksaan di KPK kemarin. Subhan menjadi saksi perkara suap Bupati Mojokerto, Mustofa Kamal Pasa.
Subhan menuturkan pernah mengenalkan pengusaha yang hendak mengerjakan proyek menara BTS kepada pejabat Pemerintah Kabupaten Mojokerto. Dia mengelak terliÂbat dalam proses pengurusan izinnya.
"Saya sekadar dimintai tolong mengenalkan kepada dinas, suÂdah begitu saja," tuturnya.
Subhan mempertemukan Ockyanto (Permit & Regulatory Division Head PT Tower Bersama Infrastructure) dan Onggo Wijaya (Direktur Operasi PT Protelindo) kepada pejabat terkait.
Namun hasil penyidikan KPK, Subhan bukan hanya mengenalÂkan Ockyanto dan Onggo kepada pejabat Pemkab Mojokerto. Tapi turut mempertemukan dengan Bupati Mustofa Kamal Pasa. Pertemuan terjadi pada 2015, tiga bulan sebelum Subhan lengÂser dari Wakil Bupati Malang.
Subhan kenal dekat denganMustofa. Diduga, Subhan mempertemukan pihak Tower Bersama dan Protelindo dengan Mustofa untuk memperlancar pengurusan izin menara BTS.
Subhan juga menjadi peranÂtara penyerahan suap kepada Mustofa. Lantaran itu, KPK turut menetapkan sebagai terÂsangka kasus suap ini. "Mantan Wakil Bupati Malang sebagai perantara. Waktu uang itu samÂpai ke Bupati Mojokerto beliau perantaranya," kata Ketua KPK Agus Rahardjo.
Sebelumnya, KPK telah meneÂtapkan tiga tersangka kasus suap ini: Mustofa Kamal Pasa, Onggo Wijaya dan Ockyanto. Mustofa diduga menerima Rp 2,7 miliar terkait pengurusan izin lokasi dan izin membangun menara telekomunikasi tahun 2015.
Selain itu, Mustofa ditetapÂkan tersangka penerimaan gratifikasi Rp 3,7 miliar. Uang itu berasal dari kontraktor proyek Pemerintah Kabupaten Mojokerto tahun 2015.
Mustofa menerima fulus itu bersama Zainal Abidin, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Mojokerto 2010-2015.
Diduga, selama dua periode menjabat bupati, Mustofa banyak menerima uang dari kontraktor proyek. Pengusaha Suyanto mengaku pernah memberikan uang Rp 1 miliar.
"Saya pernah dua kali menganÂtar uang untuk MKP (Mustofa Kamal Pasa)," akunya.
Uang untuk Mustofa diserahkan lewat pejabat Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga--kini Dinas PUPR. Suyanto berterus terang, uang yang dia antar unÂtuk Mustofa berasal dari Yudi Setiawan, Direktur PT Cipta Inti Parmindo (CIP).
Yudi adalah terpidana kasus pembobolan Bank Jatim Cabang HR Muhammad Surabaya sebeÂsar Rp 52,3 miliar tahun 2013. Modusnya dengan mengajukankredit dengan agunan Surat Perintah Kerja (SPK) proyek-proyek. Salah satunya proyek di Mojokerto. Padahal, SPK itu fiktif.
Suyanto menuturkan, Yudi menyiapkan uang akan diberiÂkan kepada Mustofa. Uang suÂdah dimasukkan dalam amplop-amplop coklat.
"Saya tinggal mengantarnya saja," tuturnya.
Suyanto mengambil uang dari Yudi di Surabaya lalu dibawa ke Mojokerto. Uang diserahÂkan di kantor Dinas PU Bina Marga di Jalan Raden Wijaya, Mojokerto.
Suyanto membeberkan Yudi juga pernah menyuruh orang lain untuk mentransfer uang ke Mustofa. "Termasuk dua orang dari Bank Mega Cabang Jombang (Jawa Timur)," sebutÂnya. Bekas pejabat Bank Mega itu masih kerabat Carolina Gunadi, bekas istri Yudi.
Dua pegawai bank swasta itu maupun Mustofa pernah dimÂintai keterangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya. Carolina menjadi terdakwa perkara kredit fiktif Bank Jatim tahun 2013 itu.
Kilas Balik
KPK Diminta Ambil Alih Penyidikan
Kasus TPPU Bupati Mojokerto Mandek
Koalisi Masyarakat Antikorupsi dan Pengadilan Bersih Jawa Timur mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengambil alih kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Bupati Mojokerto Mustofa Kamal Pasa.
Kasus itu disidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia. "Ada baiknya kasus tersebut diambil alih KPK jika memang kepolisian memiliki kendala dalam penanganannya," kata Zainuddin, pegiat Koalisi Masyarakat Anti Korupsi dan Peradilan Bersih Jawa Timur.
Bareskrim telah menetapkan Mustofa sebagai tersangka TPPU sejak 2014. Namun tidak ada tindakan hukum selanjutÂnya dari kepolisian. "Kami menyayangkan kenapa kasus yang ditangani Polri stagnan, padahal dia (Mustofa) sudah tersangka sejak tahun 2014," kata Zainuddin.
Zainuddin mengatakan staÂtus Mustofa sebagai tersangka TPPU justru diketahui dari laporan tahunan KPK pada 2015 dan 2016.
"Setelah dilakukan korsup (kordinasi dan supervisi) KPK ke Bareskrim, diketahui statusnyaternyata tersangka," ucapnya.
Dalam laporan tahunan KPK yang diunggah di
www.kpk.go.id tertera status Mustofa sebagai tersangka dugaan TPPU yang diÂtangani Dittipideksus Bareskrim Mabes Polri. Penanganan perkara TPPU Mustofa berdasarkan berÂdasarkan surat Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri Nomor: R/1974/Tipidkor/ XII/2014/Bareskrim tanggal 31 Desember 2014.
Penyidikan terkait dugaan penerimaan gratifikasi dari Direktur PT Cipta Inti Parmindo (CIP) Yudi Setiawan. Yudi adaÂlah terpidana kasus kredit fikÂtif Bank Jatim Cabang HR Muhammad Surabaya Rp 52,3 miliar pada 2013. Diduga uang yang diberikan kepada Mustofa berasal dari hasil pembobolan bank milik Pemerintah Provinsi Jawa Timur itu.
Mustofa diduga pernah beberÂapa kali menerima uang secara tunai maupun melalui rekening baik langsung maupun tidak langsung dari Yudi. Gratifikasi tersebut sebagai imbalan atas proyek yang didapat Yudi di Kabupaten Mojokerto pada 2011.
Proyek tersebut antara lain pengadaan buku dan alat penunÂjang pendidikan untuk sekolah dasar Rp 22 miliar dan 100 paket proyek infrastruktur Rp 10 miliar yang dikelola Dinas Pekerjaan Umum dan Bina Marga Kabupaten Mojokerto.
Kasus Yudi juga menyeret beÂkas isterinya, Carolina Gunadi. Mustofa pernah dimintai keteranÂgan sebagai saksi untuk perkara Carolina di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya, 21 November 2013.
Mustofa membantah pernah menerima uang dari Yudi mauÂpun Carolina. Ia pun lolos dari jerat hukum. ***
BERITA TERKAIT: