Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Setahun Jadi Gubernur Jambi, Raup Duit Proyek Rp 49 Miliar

Zumi Zola Kembali Ditetapkan Tersangka Korupsi

Rabu, 11 Juli 2018, 10:58 WIB
Setahun Jadi Gubernur Jambi, Raup Duit Proyek Rp 49 Miliar
Foto/Net
rmol news logo Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menetapkan Gubernur Jambi nonaktif Zumi Zola sebagai tersangka. Zumi diduga terlibat penyuapan terhadap DPRD Provinsi Jambi.

 Penetapan tersangka kepada Zumi merupakan pengemban­gan dari penyidikan kasus pem­berian 'uang ketok palu' untuk pengesahan APBD Provinsi Jambi 2018.

"Mencermati fakta sidang, keterangan saksi dan barang bukti, ZZ selaku Gubernur Jambi diduga mengetahui dan menyetujui terkait uang ketok palu pada anggota DPRD," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan, kemarin.

Zumi diduga mengetahui dan menyetujui pemberian suap itu. Ia juga menyuruh anak buahnya mencari uang yang akan diberi­kan kepada DPRD.

"Uang itu ditujukan agar ang­gota DPRD mau hadir pada rapat pengesahan R-APBD 2018," kata Basaria.

KPK menjerat Zumi dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Bekas Pelaksana Tugas Sekretaris Daerah Provinsi Jambi Erwan Malik membongkar keterlibatan Zumi dalam kasus suap ini. Erwan blak-blakan kepada KPK.

"Jadi klien kami (Erwan Malik) hanya menjalankan arahan dari pimpinan (Gubernur Jambi Zumi Zola)," kata Lifa Malahanun Ibrahim, penasihat hukum Erwan.

Versi Erwan, pimpinan DPRD Jambi memaksa meminta uang untuk pengesahan APBD 2018. "Permintaan (uang ketok palu) itu berulang kali. Bahkan klien kami sampai dipanggil ke ruang kerja dari pimpinan (DPRD)," kata Lifa.

Tak tahan didesak Dewan, Erwan lapor Zumi. Erwan pun menerima beberapa arahan dari Zumi. Penyidik KPK sudah mengantongi sejumlah rekaman pembicaraan mengenai pengesa­han APBD itu. Termasuk pembi­caraan Erwan dengan Zumi.

Sebelumnya, KPK menetapkan Zumi sebagai tersangka penerimaan gratifikasi bersama Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Arfan. Uang itu berasal dari rekanan proyek Dinas PU.

Awalnya, Zumi diduga menerima Rp 6 miliar. Sebagian uang kemudian dipakai untuk menyu­ap DPRD. Namun dalam proses penyidikan, KPK menemukan bukti sejak menjabat gubernur Jambi pada 2016 hingga 2017, Zumi telah mengantongi duit puluhan miliar dari proyek. "ZZ diduga menerima total Rp 49 miliar," sebut Basaria.

KPK telah memeriksa pulu­han kontraktor yang menggarap proyek Dinas PU. "Saksi-saksi (kontraktor) diperiksa untuk mendalami kasus penerimaan gratifikasi terkait proyek-proyek di Jambi tersangka ZZ," kata ju­ru bicara KPK Febri Diansyah.

Pemeriksaan terhadap kon­traktor dilakukan marathon. Siapa saja mereka? Berikut rinciannya. PT Merangin Karya Sejati, kontraktor proyek re­habilitasi/pemeliharaan Jalan Pulau Temiang-Tanjung (Padang Lamo). Nilai proyeknya Rp 7,7 miliar. PT Hendy Mega Pratama, kontraktor pembangunan jalan Desa Simpang-Ujung Jabung den­gan nilai proyek Rp 9,2 miliar.

PT Usaha Batanghari kon­traktor dua proyek Dinas PUPR Provinsi Jambi. Yakni pembangunan jalan Muara Sabak/Dermaga-Desa Rantau Rasau. Nilai kontraknya Rp 7,4 miliar. Kemudian proyek pembangunan jalan Sp. Lagan -Sp. Pelabi/Zona Lima yang dibiayai Dana Alokasi Khusus (DAK) Rp 9,5 miliar.

PT Dua Putri Persada kon­traktor dua proyek. Yakni, proyek jalan Air Hitam-Simpang Jelatang Rp 4,3 miliar. Kemudian proyek Jalan Basuki Rahmat -Jalan H Agus Salim Rp 2,8 miliar.

Kemudian CV Aron Putra Pratama Mandiri, kontraktor proyek rehabilitasi daerah irigasi Rawa Jambi Kecil di Kabupaten. Muaro Jambi. Nilai proyeknya Rp 1,5 miliar.

PT Perdana Lokaguna kon­traktor proyek jalan Pauh-Lubuk Napal-Sipintun-Bts. Sumsel dengan nilai proyek Rp 9,6 mil­iar. Perusahaan ini juga menger­jakan proyek Jalan Sp. Pelawan-Sei. Salak senilai Rp 12 miliar dan Rp 10,5 miliar.

PT Giant Eka Sakti menggarap proyek pembangunan Jembatan Alang-Alang. Nilai kontraknya Rp 14,6 miliar. Perusahaan yang dipimpin Hasanuddin itu juga menggarap proyek pemban­gunan Jembatan Jelatang (135 meter) senilai Rp 16,2 miliar.

Proyek rehab/pemeliharaan Jalan Sanggaran Agung-Jujun juga jatuh kepada PT Giant Eka Sakti. Nilai pekerjaannya Rp 3,5 miliar. Perusahaan ini kembali mendapat proyek pem­bangunan jembatan. Kali ini Jembatan Merah Pulau Tengah di Kabupaten Kerinci. Nilai proyek Rp 6,2 miliar.

Sementara PT Andica Parsaktian Sakti menggarap proyek pembangunan Jembatan Kelok Sago (150 meter). Nilai kontraknya lumayan besar: Rp 19,6 miliar.

CV Bedaro Persada Abadi mendapat lima proyek infrastruk­tur. Yakni proyek Jalan Sei. Saren -Teluk Nilau -Senyerang -Bts. Riau (ABT/Anggaran Belanja Tambahan) Rp 1,9 miliar.

Pengaspalan jalan lingkungan RT. 09 sampai RT. 07 Desa Kedemangan Rp 500 juta. Rehabilitas drainase Kota Harapan Kecamatan Muara Sabak Kabupaten Tanjung Jabung Timur (ABT) Rp 1,5 miliar.

Kemudian proyek pemban­gunan jembatan gantung di Dusun Baru Pemenang (120 me­ter) dengan nilai proyek Rp 2,4 miliar. Terakhir perusahaan ini menggarap proyek pembangu­nan gedung dan pasar ternak Rp 375 juta.

CV Bina Mandiri Cemerlang diketahui penggarap proyek pembangunan biogas dengan nilai proyek Rp 140 juta.

Kilas Balik
Uang Ketok Palu Diserahkan Usai Sidang Pengesahan APBD

 Keterlibatan Zumi Zola dalam kasus suap pengesahan APBD dibeberkan dalam surat dakwaan Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Daerah Provinsi Jambi Erwan Malik, Plt Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Jambi Arfan, dan Asisten Daerah III Saipudin.

Ketiganya didakwa memberi­kan uang suap kepada sejumlah anggota DPRD Jambi men­capai Rp 3,4 miliar. Para ang­gota DPRD Jambi yang disebut menerima uang 'ketok palu' itu di antaranya, Cekman, Elhelwi, Parlagutan Nasution, M Juber, Sufardi Nurzaim, Ismet Kahar, Tartiniah, Popriyanto, Tadjuddin Hasan, dan Supriyono.

Uang suap itu untuk memper­lancar pembahasan dan persetu­juan APBD 2018. Awalnya, Erwan bersama Arfan menemui Ketua DPRD Cornelis Buston di ruang kerjanya pada Oktober 2017. Dalam pertemuan itu, Cornelis menyampaikan per­mintaan uang 'ketok palu' untuk pengesahan APBD.

"Saat itu terdakwa dan Arfan belum dapat menyanggupinya dikarenakan status jabatan terdakwa dan Arfan hanya Pelaksana Tugas (Plt)," kata jaksa KPK membacakan dakwaan.

Erwan lalu melapor ke Gubernur Zumi mengenai permintaan uang untuk pengesahan APBD. Zumi memerintahkan Erwan berkoordinasi dengan orang ke­percayaannya, Asrul Pandopatan Sihotan.

Erwan bersama Kepala Kantor Penghubung Pemprov Jambi di Jakarta, Amidy menemui Asrul di East Mall Grand Indonesia, Jakarta. Asrul menyampaikan Zumi sudah setuju mengenai uang 'ketok palu' itu.

Erwan dan Arfan kembali menemui Cornelis dan mem­beritahu uang akan diberikan 27 November 2017. "Pada hari Jumat tanggal 24 November 2017, Erwan memerintahkan Arfan dan Saipudin mencari uang Rp 5 miliar untuk diberi­kan kepada 50 anggota DPRD dengan nilai Rp100 juta per anggota," beber jaksa.

Arfan meminta uang itu dari Joe Fandy Yoesman alias Asiang dan Ali Tonang alias Ahui. Keduanya kontraktor proyek Dinas Pekerjaan Umum.

Erwan melaporkan perkem­bangan lobi-lobi kepada Zumi. Namun Zumi masih khawatir bakal ada penolakan dari ang­gota Dewan. Untuk meyakinkan Zumi, Erwan bertekad mengawal sampai malam sebelum pengesa­han APBD. "Dan dijawab oleh Zumi Zola Zulkifli, 'ya coba, coba, coba'," beber jaksa.

Setelah APBD disahkan, malam harinya uang mulai didistribusikan. Untuk Fraksi Restorasi Nurani (gabungan Nasdem dan Hanura) Rp 700 juta, Fraksi PDIP Rp 600 juta, Fraksi PPP sebesar Rp 400 juta.

Pada besok paginya diserahkan uang Rp 700 juta Fraksi Golkar dan Rp 600 juta untuk Fraksi PKB. Fraksi Demokrat Rp 800 juta dan Fraksi Gerindra Rp 500 juta.

Uang Rp 300 juta untuk Fraksi Bintang Keadilan (gabungan PKS dan Partai Bulan Bintang) belum dibagikan karena belum ada petunjuk dari Arfan maupun Saipudin.

Saat Saipudin mengantar uang Rp 400 juta untuk Fraksi PAN kepada Supriono, tim KPK me­nyergap. Skandal suap ini pun terbongkar. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA