Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Dua Bekas Anggota DPRD Sumut Menyusul Ditahan

Kasus Suap Gatot Pujo Nugroho

Selasa, 10 Juli 2018, 10:06 WIB
Dua Bekas Anggota DPRD Sumut Menyusul Ditahan
Foto/Net
rmol news logo Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menahan anggota DPRD Sumatera Utara periode 2009-2014. Kali ini, Muslim Simbolon dan Helmiati.
 
Mereka bagian dari 38 ang­gota dan bekas anggota DPRD yang terlibat kasus penerimaan suap dari bekas Gubernur Provinsi Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho.

Muslim Simbolon keluar dari Gedung Merah Putih KPK sebe­lum Helmiati. Ia keluar pukul 16.04 WIB. Dengan mengena­kan rompi tahanan, Muslim me­minta maaf kepada masyarakat Sumatera Utara. "Saya mohon maaf untuk keluarga besar saya, masyarakat Sumatera Utara, khususnya masyarakat Asahan Tanjung Balai yang telah menga­manatkan jabatan sebagai DPRD selama dua periode kepada saya," ujar Muslim.

Saat ditanyai awak media apakah dirinya mengembali­kan uang ke KPK, Muslim tak memberi jawaban dan langsung masuk menuju mobil tahanan.

Berikutnya, pukul 16.15 WIB, Helmiati keluar tanpa berko­mentar. Dia berupaya menutupi wajahnya dengan tas berwarna hitam yang dibawanya, serta langsung memasuki mobil tah­anan.

"MSI (Muslim Simbolon) ditahan 20 hari pertama di Rutan Cabang KPK di Pomdam Jaya Guntur, dan HEL (Helmiati) di­tahan 20 hari pertama di pondok bambu," ujar juru bicara KPK Febri Diansyah.

Sebelumnya, kedua tersangka telah dipanggil untuk men­jalani pemeriksaan pekan lalu. Namun mereka tak nongol. "Jika dipanggil, kami ingatkan agar para tersangka kooperatif datang dan memenuhi panggilan penyidik," imbau Febri.

Untuk diketahui, KPK men­etapkan 38 anggota dan bekas anggota DPRD Sumut sebagai tersangka penerimaan suap dari Gatot Pujo Nugroho.

Mereka adalah Rijal Sirait, Rinawati Sianturi, Rooslynda Marpaung, Fadly Nurzal, Abu Bokar Tambak, Enda Mora Lubis, M Yusuf Siregar, Muhammad Faisal, DTM Abul Hasan Maturidi, Biller Pasaribu, Richard Eddy Marsaut Lingga, Syafrida Fitrie, Rahmianna Delima Pulungan, Arifin Nainggolan, Mustofawiyah, Sopar Siburian, Analisman Zalukhu, Tonnies Sianturi, Tohonan Silalahi, Murni Elieser Verawaty Munthe, dan Dermawan Sembiring.

Kemudian, Arlene Manurung, Syahrial Harahap, Restu Kurniawan Sarumaha, Washington Pane, John Hugo Silalahi, Ferry Suando Tanuray Kaban, Tunggul Siagian, Fahru Rozi, Taufan Agung Ginting, Tiaisah Ritonga, Helmiati, Muslim Simbolon, Sonny Firdaus, Pasiruddin Daulay, Elezaro Duha, Musdalifah, serta Tahan Manahan Panggabean.

Anggota dan bekas ang­gota dewan itu menerima suap "uang ketok" persetujuan atas Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) Pemprov Sumut 2012, persetujuan Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2013, serta pengesahan APBD 2014.

Selain itu, terkait LPJ Pemprov Sumut 2014, pengesahan APBD 2015, serta pembatalan penola­kan penggunaan hak interpelasi tahun 2015.

Belakangan, mereka ramai-ramai mengembalikan duit suap ke KPK. Pengembalian uang tak menghapus pidana. Namun bisa mengurangi tuntutan. "KPK menghargai sikap kooperatif ini," kata Febri.

Febri mengimbau legislator yang dipanggil bersedia blak-blakan. Sehingga KPK bisa menyelesaikan kasus suap yang disidik sejak 2015 itu.

Kilas Balik
Dua Anggota DPR Pusat Dan Seorang DPD Turut Jadi Tersangka

Dua anggota DPR Fadly Nurzal dan Rooslynda Marpaung di­periksa sebagai tersangka kasus suap. Keduanya diduga ikut menerima uang dari Gatot Pujo Nugroho ketika menjabat ang­gota DPRD Sumut periode 2009-2014.

"Pemeriksaan untuk melengka­pi berkas perkara 38 tersangka," kata Febri Diansyah, juru bicara KPK. Fadly dan Rooslynda termasuk dalam rombongan orang anggota dan bekas anggota DPRD Sumut yang ditetapkan sebagai tersangka itu.

Pemeriksaan terhadap ked­uanya terkait dengan peneri­maan sejumlah uang. Febri tak bersedia membeberkan berapa jumlah fulus yang mereka kan­tongi.

Sejak 2014, Fadly menjabat anggota DPR Fraksi Partai Persatuan Pembangunan. Sedangkan Rooslynda anggota DPR Fraksi Partai Demokrat.

Saat ini, Fadly duduk seba­gai anggota Komisi IV yang membidangi kehutanan, perta­nian, dan perkebunan. Namanya juga terdaftar di KPU Sumut sebagai calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dari Sumatera Utara.

Sedangkan Rooslynda Marpaung, terpilih menjadi anggota DPR periode 2014-2019 me­wakili daerah pemilihan (dapil) Sumatera Utara II. Dia lolos ke DPR setelah mengantongi 54.940 suara.

Di Senayan, dia awalnya ditempatkan Komisi IX. Kemudian digeser ke Komisi V yang membidangi masalah in­frastruktur, pembangunan, dan perhubungan.

Febri menegaskan, penetapan status tersangka pada kedua politisi Senayan itu tidak ada sang­kut-pautnya dengan jabatannya saat ini. "Perkara pokoknya berkaitan semasa menjadi ang­gota DPRD Sumut periode 2009-2014," sebutnya.

Selain itu, KPK juga memer­iksa tersangka Rizal Sirait yang kini menjadi anggota DPD Dari Sumut. Saat menerima suap dari Gatot, Rizal menjabat ang­gota DPRD Sumut Fraksi PPP. "Tidak ada hubungannya den­gan jabatannya yang sekarang. Pemeriksaannya sudah dilaku­kan," sergahnya.

Dalam daftar KPU Sumatera Utara, nama tersangka Rizal Sirait pun kembali tercatat seba­gai calon petahana anggota DPD dari Sumut.

Sebelum ditetapkan seba­gai tersangka ketiga politisi Senayan itu sudah menjalani pemeriksaan. "Sudah beberapa rangkaian pemeriksaan dalam status saksi untuk tersangka GPN (Gatot) sebelumnya. Saat ini kita tinggal mengembangkan penyidikan saja," ujar Febri.

Dalam penyidikan kasus suap berjamaah anggota DPRD Sumut ini, 15 tersangka memu­tuskan mengembalikan uang ke KPK. Jumlahnya mencapai Rp1,7 miliar.

"KPK menghargai sikap kooperatif ini," kata Febri. Pengembalian uang, menurut dia, bisa mengurangi tuntutan pidana.

Para tersangka itu meneri­ma uang dari Gatot sewaktu masih Gubernur Sumut terkait persetujuan Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) Pemprov Sumut 2012, Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2013, serta pengesahan APBD 2014.

Selain itu, terkait LPJ Pemprov Sumut 2014, pengesahan APBD 2015, serta pembatalan penola­kan penggunaan hak interpelasi tahun 2015.

Setiap anggota dewan menerima duit hingga ratusan ju­ta. Termasuk Evi Diana, istri Tengku Erry Nuradi, Gubernur Sumut sekarang.

Di persidangan kasus ini, Evi menuturkan Ketua DPRD Ajib Shah menjanjikan Rp 400 juta. "Ada teman yang menerima penuh Rp 400 juta. Tapi, saya belum terima semuanya, karena waktu itu saya pergi umroh," aku Evi.

Anggota Fraksi Partai Golkar itu mengaku hanya menerima Rp 127,5 juta. "Uangnya diberi­kan setelah pengesahan APBD dan tidak ada tanda terima. Kalau interpelasi saya tidak terima," aku Evi.

Evi sempat menagih kekuran­gan jatah duit kepada Ajib. "Kekurangannya sudah saya minta tapi enggak dikasih. Ya sudahlah mungkin bukan rezeki saya," katanya. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA