Pertanyaan ini pernah dicoba dijawab oleh Harry J. Benda dalam bukunya
The Crescent and the Rising Sun. Ia menyebut ada beberÂapa faktor yang membuat Islam begitu cepat berkembang di Indonesia melampaui agama Keristen. Di antaranya ada faktor politik, faktor ekonomi, faktor sosial budaya, dan faktor subÂstansi ajaran.
Faktor politik ialah pengaruh keislaman KeraÂjaan Mataram di penghujung abad ke-16, yang memerintah Jawa Tengah kemudian serta-merÂta menaklukkan kerajaan-kerajaan pesisir yang umumnya pernah berada di bawah kekuasaan Kerajaan Majapahit yang beragama Hindu. Seabad kemudian, pertengahan abad ke-17, agama Islam berhasil menguasai hampir seÂluruh wilayah Indonesia, khususnya Indonesia bagian Barat. Keislaman Kerajaan Mataram menurut H.J. Benda tidak begitu mendalam dan dilukiskannya hanya sebagai Islam "kulit ari", dan keadaan ini berlangsung sangat lama sebelum kelompok santri melakukan gebrakan dengan menggarap kaum abangan dan kaum priyayi.
Kekalahan Kerajaan Hindu-Majapahit seÂmakin membuat para pedagang muslim dari berbagai negeri muslim semakin leluasa menÂguasai kota-kota dagang di sepanjang pesisir pulau Jawa. Para saudagar muslim jauh lebih sulit menembus keraton Majapahit yang didomÂinasi agama Hindu ketimbang cikal bakal KeraÂjaan Mataram yang lebih didominasi mistisisme Jawa. Sebagai konsesi atas dukungan para saudagar muslim, Kerajaan Mataram memberiÂkan akses untuk melakukan kolaborasi dengan keraton. Para penguasa yang baru dinobatkan harus bersandarkan diri kepada para ulama. Hanya dengan pengesahan ulama maka seÂorang pangeran bisa menyandang pangeran IsÂlam. Sah dan tidaknya sebuah perkawinan beÂrada di bawah otoritas Qadhi yang terdiri atas kaum ulama. Lama kelamaan peradaban abanÂgan semakin pudar berganti peradaban santri.
Budaya masyarakat Jawa dan Indonesia pada umumnya didominasi oleh budaya paterÂnalistik dan patriarkal. Masyarakat luas sangat tergantung dan mengikuti rajanya. Apa kata rajanya itu kata warganya. Rajanya beralih ke agama Islam maka serta-merta rakyatnya ikut menganut agama Islam. Demikian pula kaum perempuan mengikuti kaum laki-laki. Sebagai istri ia mengikuti suaminya dan sebagai anak ia mengikuti ayahnya. Begitu mereka beralih ke agama Islam maka dengan sendirinya merÂeka ikut beragama Islam. Keislaman kerajaan Mataram tidak pernah dibayangkan oleh peÂmerintah Hindia Belanda akan secepat itu. ToÂkoh-tokoh Kristen di Indonesia terlalu banyak mendengar nasehat dari pemerintah Hindia BeÂlanda yang mengasumsikan sifat sinkretik umat Islam di Indonesia di tingkat desa tidak perlu dipermasalahkan karena mereka lebih gamÂpang dikristenkan dari pada negara-negara muslim lainnya.
(H.J. Benda, h. 39).