LiarMenurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata liar bermakna antara lain: tidak ada yang memelihara; tidak dipelihara orang (tentang binatang): binatang liar; tidak atau belum jinak: burung ini masih liar; tidak tenang (tentang pandangan mata); buas; ganas: matanya liar memandang ke kiri kanan; pandangannya liar seperti harimau akan menerkam mangsanya; tidak teratur; tidak menurut aturan/ hukum: sikap dan tingkahnya liar; belum beradab.
Menarik bahwa ternyata kata liar lebih lazim digunakan untuk kesan negatif ketimbang positif. Dan lebih menarik lagi bahwa sebenarnya kata liar lebih layak digunakan untuk hewan bukan manusia.
Apabila digunakan untuk manusia maka liar memaknakan manusia yang bersifat seperti hewan bahkan hewan yang tergolong jenis liar bahkan buas dan ganas.
Maka pertanyaan timbul di lubuk sanubari terdalam saya mengenai kenapa ada warga yang kebetulan bermukim di kawasan yang akan digusur sampai perlu disebut sebagai warga liar? Apakah mereka, sesuai makna kata “ liar “, memang tergolong jenis hewan yang tidak dipelihara manusia? Apakah mereka memang buas dan ganas? Namun ketika bejumpa dengan para warga tergusur yang dikategorikan sebagai “warga liar†saya memperoleh kesan bahwa teman-teman sesama warga Indonesia itu sama sekali tidak memiliki memiliki sepak-terjang atau pandangan mata yang buas seperti hewan liar akan menerkam mangsanya.
MohonPara sejarawan meyakini bahwa warga di bantaran kali Ciliwung sudah bermukim di sana sejak tahun 30an abad XX. Bahkan permukiman di bantaran kali Ciliwung sudah hadir sejak kawasan yang kini bernama Jakarta baru mulai membentuk diri di persada Nusantara.
Berdasar hasil penelitian Pusat Studi Kelirumologi terhadap istilah “warga liarâ€, terpaksa saya menyatakan bahwa penggunaan istilah tersebut pada hakikatnya keliru sebab merupakan pelanggaraan terhadap hak asasi setiap insan manusia untuk dianggap sebagai manusia.
Maka dengan penuh kerendahan hati, saya memohon kepada siapa pun yang sedang berkuasa maka berwenang di negeri yang sangat saya cintai ini agar berkenan berbelas kasihan untuk tidak menggunakan sebutan warga liar bagi sesama warga bangsa dan negara Indonesia yang telah 72 tahun merdeka ini.
Dan dengan penuh kerendahan hati, saya juga memohon agar teman-teman sebangsa dan se-tanah air dan udara di bantaran kali Ciliwung mau pun di mana pun juga dari Sabang sampai Merauke terutama justru yang masih hidup di dalam suasana kemiskinan jangan diperlakukan sebagai musuh pemerintah namun justru sebagai warga yang hak-hak asasinya wajib dilindungi oleh pemerintah sesuai Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. MERDEKA!
[***]Penulis adalah pendiri Sanggar Pembelajaran Kemanusiaan.
BERITA TERKAIT: