Apa tanggapan Anda terhadap dugaan terjadinya maladÂministrasi itu?Pertama perlu kami tegaskan bahwa umroh itu berbeda dengan haji dalam konteks penyelenggaÂraannya, bisnis penyelenggaranÂnya itu berbeda sama sekali. Kalau haji itu menjadi tangÂgung jawab pemerintah, negara. Undang-undang mengatakan bahwa haji itu tugas nasional.
Itu lah kenapa undang-undang menjelaskan bahwa pemerintah melalui Kemenag bertanggung jawab menyelenggarakan haji. Meskipun tidak menutup pintu sama sekali bagi swasta yang ingin menyelenggarakan haji. Tapi pemerintah punya tanggung jawab utama. Kalau swasta mau menyelenggarakan haji itu bisa melalui PIHK, Penyelenggara Ibadah Haji Khusus.
Lantas apa bedanya dengan tanggung jawab penyelenggaÂraan umroh?
Sementara umroh dari sisi agama bukan merupakan kewajiban dan sifatnya sunah, maka pemerintah belum melihatnya sabagai hajat hidup orang banÂyak, karena sifatnya sukarela, suka-suka dia mau umroh atau tidak. Oleh karenanya, sampai saat ini pemerintah berpandangan, meskipun dalam unÂdang-undang pemerintah bisa menyelenggarakan umroh, tapi pemerintah sampai saat ini memÂbiarkan dikelola oleh wasta, oleh masyarakat.
Pemerintah memposisikan diri sebagai katakanlah pengawas, regulator yang terkait dengan umroh. Ini bagian penting perlu dipahami supaya nanti kita bisa melihat lebih utuh, lebih komÂprehensif perbedaan antara haji dengan umroh. Sampai saat ini pemerintah bukanlah penyelengÂgara ibadah umroh, umroh diseÂlenggarakan oleh Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umroh, disÂingkat PPIU atau bahasa popÂulernya biro perjalanan umroh. Yang tentu memiliki persyaratan yang tidak sederhana untuk dia bisa jadi PPIU.
Apa syarat-syaratnya?Syaratnya adalah dia harus sudah jadi biro perjalanan wisaÂta terlebih dahulu. Dia harus mendapatkan izin dari dinas pariwisata, bahwa dia minimal 2 tahun sudah beroperasi sebagai biro travel. Lalu tentu persyaraÂtan administrasi lainnya, yaitu dia harus WNI, boleh memiliki PPIU sebelumnya, punya akte notaris perusahaannya, punya NPWP, dan seterusnya. Yang terÂpenting adalah dia harus mendaÂpatkan rekomendasi, tidak hanya dinas pariwisata kabupaten/kota sesuai domisilinya tapi juga kanÂtor agama tingkat provinsi. Baru dia bisa menjadi PPIU. Tentu dia harus serahakan sejumlah nomiÂnal tertentu sebagai jaminan operasional. Nah, izin PPIU itu berlaku selama 3 tahun, setelah itu harus diperpanjang.
Izinnya periodik atau sekali seumur hidup?Untuk memperpanjang, ada beberapa persyaratan. Pertama, untuk mendirikan PPIU itu harus diverifikasi ulang lagi, bener apa tidak. Jangan sampai ada nomor pajak tapi kemudian dia tidak membayar pajak. Di sini kami akan melihat regulasi mana yang perlu diperkuat dalam rangka kontrol, agar tidak terjadi prakÂtek yang tidak sebagaimana mesÂtinya. Untuk bisa mendapatkan izin, selain memverifikasi dia juga harus mendapatkan akrediÂtasi. Ada lima poin yang akan dilihat guna menentukan ini layak dapat akreditasi atau tidak. Pertama terkait administrasi dan manjemen. Lalu terkait dengan finansial, yaitu bagaimana konÂdisi laporan keuangannya. Ini harus diperiksa oleh akuntan publik. Ketiga yang akan diliÂhat adalah sarana dan prasaran yang dimiliki oleh PPIU itu, apakah memungkinkan untuk diperpanjang. Keempat adalah SDMnya, jumlah pengelolanÂya. Dan yang terkakhir adalah kualitas pelayanan selama ini. Jadi selama tiga tahun terakhir sebelum dia dapat perpanjangan izin, bagaimana pelayanan yang diberikan PPIU, memenuhi stanÂdar minimal atau tidak.
Kalau perizinannya sudah ketat begitu, kenapa First Travel bisa dapat izin Kemenag?Gini First Travel itu pertama kali mendapatkan izin pada 21 November 2013. Lalu kemudian tiga tahun berikutnya, 25 juli 2016 dia mengajukan perpanÂjangan izin. Pada 9 Agustus 2016, dilakukanlah akreditasi itu untuk lihat lima poin. Baru pada 6 Desember 2016 dia dinyatakan memenuhi semua akreditasi. Bahkan akreditasinya First Travel itu B. Jadi dia akredÂitasi itu ada A, ada B, dan adab C. Yang bisa diperpanjang itu minimal akreditasinya C. First Travel itu cukup baik karena memang memenuhi ketentuan ketika itu. Jadi 6 Desember 2016 First Travel memperoleh izin perpanjangan.
Memang saat itu belum ada masalah?Itu sekitar Maret 2017, akhir Februari mungkin. Itu lah saat ada sebagian warga yang menÂgadu ditelantarkan. Apa makna ketelantaran dalam regulasi kami? Maknanya adalah jadwal keberangkatannya tidak tepat waktu, ditunda-tunda, tadinya berangkat tanggal sekian lalu ditunda itu makna penelantaran. Atau sudah sampai di bandara mengalami delay karena maskaÂpainya tidak jelas. Atau sudah sampai di tanah suci pulangnya tidak jelas, ditunda-tunda lagi.
Kenapa sudah tahu begitu enggak segera ditutup atau langsung dicabut saja izinnya?Kami tidak bisa langsung menindak, kami harus melakuÂkan klarifikasi, melakukan inÂvestigasi untuk mendalami. Nah, ditengah-tengah kami melakuÂkan investigasi, sebagian jamaah juga meminta kami supaya tidak cepat-cepat menjatuhkan sanksi kepada First Travel dalam benÂtuk penabutan izinnya. Kenapa? Karena mereka masih sangat berharap bisa diberangkatkan atau uangnya dikembalikan melalui refund.
Jadi yang meminta agar Kemenag enggak mencabut izin justru para korban itu. Ketika izinnya dicabut, ya First Travel enggak bisa melakukan apa-apa. Itulah yang menyebabkan perlu waktu dari Maret, April, Mei, Juni, dan Juli. Tapi laku kemudian kami kan berkoordiÂnasi dengan Bareskrim, OJK kok masalahnya semakin kompleks. Akhisnya demi kemashalatan kami beranggapan itu perlu dipriÂoritaskan dari pada tuntutan sebagian korban yang minta janÂgan segera dicabut. Karena kalau First Travel ini terus operasi akan semakin banyak korbannya.
Karena mereka terus promosi, dan promosinya di luar nalar sampai Rp 8 juta umroh itu ditaÂwarkan. Tidak hanya Rp 12-Rp 14 juta lagi, dan itu kami angÂgap sesuatu yang mustahil. Jadi akhirnya hasil koordinasi kami mulai 1 Agustus First Travel itu dicabut. ***
BERITA TERKAIT: