Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

NGAJI RAMADHAN

Ramadhan Kuatkan Silaturahmi

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/muhammad-sulton-fatoni-5'>MUHAMMAD SULTON FATONI</a>
OLEH: MUHAMMAD SULTON FATONI
  • Minggu, 04 Juni 2017, 16:49 WIB
<i>Ramadhan Kuatkan Silaturahmi</i>
Sulthan Fathoni/Net
TEMAN kantorku makin sibuk saat bulan Ramadhan. Setiap pukul empat sore sudah bergegas pergi. Hari pertama buka puasa bersama keluarga. Hari kedua salat taraweh di Masjid Istiqlal. Hari ketiga kumpul persiapan salat malam bersama teman kampusnya, dan seterusnya. Bulan Ramadhan telah melatih dirinya untuk memelihara rasa kebersamaannya dengan orang-orang yang ia kenal.

Tak terasa ia telah berlatih dan memelihara nilai-tradisi silaturrahmi dengan memanfaatkan moment taraweh, tadarusan, ngaji pasanan, buka bersama, patrol sahur, salat malam dan tradisi ibadah Ramadhan lainnya.
 
Tradisi ibadah Ramadhan telah merajut silaturrahmi. Ketegangan antarpersonal pun menjadi berkurang bahkan mencair. Efek silaturrahmi memang besar, sangat efektif untuk menyelesaikan persoalan sosial kemasyarakatan. Silaturrahmi yang dilakukan oleh Gus Fat kepada Kang Pardi, misalnya, dapat memberikan kesejukan kepada keluarga kedua belah pihak.

Pada cakupan yang lebih luas, silaturrahmi antara Pak Jokowi dan Pak JK tentu memberikan ketentraman seluruh rakyat Indonesia. Setidaknya rakyat berani berasumsi bahwa tidak ada perselisihan yang cukup berarti antara keduanya sebagaimana yang digosipkan di media sosial.
 
Silaturahmi di bulan Ramadhan tahun ini menemukan momentumnya saat kondisi masyarakat masih dihiasi berbagai persoalan sosial. Silaturahmi dapat meredakan dampak dari iklim keterbukaan yang tampak melaju kencang dan seringkali memakan korban. Dampak dari memaknai keterbukaan tanpa kontrol yang menjebaknya masuk ke dalam orientasi materi an-sich, kepuasan dan ambisi yang tidak lagi memikirkan dampak buruknya.
 
Memanfaatkan momentum bulan Ramadhan, silaturahmi setidaknya dapat menyelesaikan persoalan sosial yang mengganggu kehidupan masyarakat, atau minimal mereda. Sambil lalu di bulan Ramadhan ini kita merenung menata kembali diri kita di tengah pluralitas masyarakat tanpa merusak pluralitas itu sendiri.

Hal terpenting yang perlu direnungkan adalah sikap seseorang yang sedang tidak berpuasa (muslim atau non muslim) sudah saatnya berkomitmen untuk menghormati orang yang berpuasa. Contoh menghormati, ilmu fiqh menjelaskan bagi seorang muslim yang tidak berpuasa (karena alasan yang telah ditentukan Islam) hendaknya menahan diri untuk makan dan minum hingga maghrib tiba.
 
Seorang kiai sering menyederhanakan teks fiqh dengan bahasanya, "sembunyilah saat makan dan minum di siang hari bulan puasa". Aturan fiqh ini saya pikir indah juga bisa dilakukan oleh non muslim di Indonesia. Begitu juga sebaliknya seorang muslim yang berkewajiban puasa perlu komitmen bersikap toleran terhadap orang yang tidak berpuasa. Fiqh juga mencontohkan toleran dalam konteks ini berperasangka baik terhadap orang lain yang ketahuan tidak berpuasa, "oh dia sedang menstruasi." Atau, "oh orang itu sedang dalam perjalanan jauh". dan kasus-kasus lainnya. 
 
Implikasinya adalah bersedia mengakui hak orang lain secara terhormat sehingga tercipta kebaikan bagi semua umat manusia. Pengakuan ini mendorong semua aktivitas manusia bermuara pada terwujudnya prinsip dasar ‘rahmatan lil alamin’, yaitu komitmen personal untuk menempatkan diri dengan baik sekaligus memberikan konstribusi positif bagi lingkungannya. Selamat berpuasa. [***]

Penulis adalah Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU)

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA