KPK Periksa Maraton Pengusaha Hingga Camat

Kasus Pencucian Uang Walikota Madiun

Minggu, 19 Februari 2017, 10:13 WIB
KPK Periksa Maraton Pengusaha Hingga Camat
Foto/Net
rmol news logo KPK menelisik tanah dan bangunan milik Walikota Madiun Bambang Irianto yang diduga diperoleh dari hasil korupsi. Sejumlah saksi pun diperiksa maraton mengenai pembelian aset itu.

Salah satu saksi yang diperiksa adalah Camat Kartoharjo, Tjatoer Wahyudianto. Dia dikorek mengenai pembelian tanah dan bangunan yang dilakukan Bambang di wilayahnya.

"Ditanya sama penyidik KPK apakah ada titipan dana atau ben­tuk lain, kaitannya denganjual-beli tanah di wilayah Kecamatan Kartoharjo. Kalau soal titipan saya sampaikan ke penyidiknya tidak ada," kata Tjatoer usai men­jalani pemeriksaan di Markas Polres Madiun, kemarin.

KPK kembali menetapkan Bambang sebagai tersangka kasus pencucian uang. Bambang diduga telah menempatkan, mentransfer, mengalihkan, menghibahkan, membawa ke­luar negeri, atau perbuatan lain terhadap harta kekayaan.

Hal ini dilakukan Bambang untuk menyamarkan asal-usul pengalihan hak kepemilikan yang sebenarnya patut diduga hasil korupsi dalam pembangu­nan Pasar Besar Kota Madiun tahun 2009-2012.

"Atas tindak pidana yang dilakukannya, Bambang dis­angkakan melanggar Pasal 3 dan atau Pasal 4 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU," kata Kepala Biro Humas KPK, Febri Diansyah.

Penetapan tersangka ini meru­pakan pengembangan dari dua kasus yang menjerat Bambang sebelumnya. Bambang lebih dulu ditetapkan sebagai ter­sangka kasus korupsi proyek pembangunan Pasar Besar Kota Madiun yang menelan biaya hingga Rp 76,5 miliar.

Bambang diduga melanggar Pasal 12 huruf i atau Pasal 12B atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Kemudian, Bambang ditetap­kan sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan gratifikasi yang berhubungan dengan jaba­tannya, atau berlawanan dengan tugasnya sebagai wali kota Madiun periode 2009-2014 dan 2014-2019.

Ia dijerat dengan Pasal 12 B UU Nomor 31 Tahun 1999 se­bagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Untuk membuktikan tindak pidana pencucian yang dilaku­kan Bambang, KPK melakukan pemeriksaan maraton terhadap lebih dari 30 saksi. Mulai dari pejabat Pemkot Madiun, peja­bat Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), kalangan pengusaha hingga orang bank.

Hingga kini, KPK baru me­nyita aset Bambang berupa kendaraan roda empat. Komisi yang dipimpin Agus Rahardjo itu belum membeslah aset tanah, bangunan maupun rekening. Menurut Febri, aset-aset itu masih ditelusuri.

"Karena penyidikan TPPU-nya baru berjalan," ujarnya.

Bambang yang dua periode menjadi walikota ini memiliki aset berupa 10 Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU), 2 Stasiun Pengisian Bahan Bakar Elpiji (SPBE), dan perbaikan elpiji.

Pada 16 Desember 2016 lalu, penyidik KPK mendatangi ru­mah Bambang di Jalan Jawa, Kota Madiun. Kedatangan penyidik untuk menyita empat mobil mewah. Yakni, Range Rover hitam bernopol B 111 RUE, Hummer putih B 11 RRU, Jeep Wrangler Rubicon B 11 RUE, dan Mini Cooper putih (B 1279 CGY).

Bambang memang dikenal sebagai pencinta mobil mewah. Keempat mobil mewah itu di­duga merupakan hadiah atau gratifikasi. Bukti gratifikasi itu diperoleh setelah KPK meng­geledah rumah Wakil Sekretaris Madiun Putra Footbal Club (MPFC) Harminto.

Sang pemilik rumah mengakui penyidik menyita faktur pembe­lian mobil mewah dan catatan kendaraan operasional perusa­haan Bambang. Dalam daftar itu ada 10 kendaraan yang sudah dijual. Karyawan perusahaan Bambang pun diperiksa menge­nai kepemilikan aset itu.

Setelah disita, mobil Range Rover, Hummer, Jeep Wrangler Rubicon dan Mini Cooper diti­tipkan di Markas Detasemen C Pelopor Satuan Brimob Polda Jawa Timur di Jalan Yos Sudarso, Kota Madiun.

"Mobil akan dibawa ke Jakarta. Kami titipkan dulu," kata Febri.

Kilas Balik
Kantor Perusahaan Ketua Kadin Surabaya Digeledah


KPK menggeledah kantor kon­traktor pelaksana dan konsultan perencana terkait kasus koru­psi proyek pembangunan Pasar Besar Kota Madiun.

Pelaksana Tugas Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati mengatakan, penyidik meng­geledah tiga tempat di Surabaya selama lima jam dari pukul 11.00 hingga pukul 16.00 WIB pada 19 Oktober 2016. "Pertama tim menggeledah Kantor PT Tata Bumi Raya. Perusahaan ini menjadi sub kontraktor dalam proyek tersebut," kata Yuyuk.

Setelah itu, tim bergerak ke kantor CV Profil Emas. Kedatangan tim ke kantor itu lantaran peran perusahaan itu sebagai konsultan perencana pembangunan proyek tersebut.

"Di lokasi pertama dan kedua tim menyita barang bukti beru­pa dokumen dan barang elektronik," kata dia.

Terakhir, tim KPK menggeledah rumah bekas kepala cabang PT Lince Romauli Raya (LRR) di Surabaya. Hanya saja di lokasi ketiga, tim tidak menemukan barang bukti terkait kasus tersebut.

Sebelumnya, dua hari bertu­rut-turut tim KPK menggeledah ruang kerja, rumah jabatan dan rumah pribadi Walikota Madiun Bambang Irianto.

Tak hanya itu, tim juga meng­geledah Kantor Dinas Pekerjaan Umum Kota Madiun. Hasil penggeledahan, tim menyita empat koper dan tiga dus berisi dokumen.

Direktur PT Tata Bumi Raya yang juga Ketua Kadin Kota Surabaya Jamhadi membenar­kan kantornya yang beralamat di Jalan Pandegiling Surabaya digeledah KPK.

"Sekitar jam 1 siang sampai jam 3 siang lebih penggeledahan oleh KPK. Saya kebetulan setelah acara Kadin di Hotel Shangri-La Surabaya selesai langsung me­luncur ke kantor. Saya temui tim dari KPK itu," kata Jamhadi.

Menurut Jamhadi, PT Tata Bumi Raya merupakan subkon­traktor dari PT Lince Romaulia Raya yang merupakan kontraktor utama pembangunan Pasar Besar Madiun senilai Rp 76 miliar.

Proyek itu dikerjakan mulai tahun 2009, sdangkan PT Tata Bumi Raya sebagai sub kontrak­tor mengerjakan sejak April 2011. "Ada beberapa dokumen kontrak yang diperiksa dan dibawa KPK. Yang pasti kami kooperatif dengan KPK," tandas Jamhadi.

Kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Pasar Besar Kota Madiun pernah diselidi­ki Kejaksaan Negeri Madiun. Kemudian di tahun 2012 perka­ra ini diambil alih Kejaksaan Tinggi Jawa Timur. Belakangan dihentikan karena kejaksaan tidak menemukan adanya keru­gian negara.

Menurut Yuyuk, KPK melaku­kan supervisi dalam penyelidi­kan kasus ini. "KPK menerima pelimpahan untuk menindak­lanjuti pengusutan perkara ini," sebutnya.

Ketika perkara ditangani Kejari Madiun, penyidik telah memeriksa sejumlah saksi dari Dinas Pekerjaan Umum Kota Madiun dan Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kota Madiun; manajemen konstruksi (MK) dari PT Pandu Persada, Bandung; dan manajer proyek yang terakhir menangani proyek, M. Ali Fauzi.

Penyidik juga memanggil direksi PT Lince Romauli Raya Wilayah Indonesia Bagian Timur. Yakni Direktur Musa Suprianto, dan wakilnya. Keduanya diduga telah melarikan diri. Informasi kaburnya kedua orang itu disampaikan Ali Fauzi, Manajer Proyek Pembangunan Pasar Besar Kota Madiun yang ditun­juk PT LRR.

Pembangunan Pasar Besar Kota Madiun (PKBM) yang menelan biaya Rp 76,5 miliar dibiayai APBD Kota Madiun Tahun 2011 dan 2012. Pasar dipugar total setelah terbakar pada 2008.

Diduga, proses lelang proyek PKBM melanggar Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2011 tentang perubahan atas Perpres Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Selain itu, ada pelanggaran jadwal pengerjaan dan kuali­tas konstruksi bangunan. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA