Operasi spionage itu berupa peretasan dalam sistem penghitungan suara. Dimana pembelokan suara secara digital dilakukan oleh para ahli Teknologi Informasi - demi memenangkan Donald Trump, kandidat yang disukai Rusia.
Operasi spionage ini, membalikan semua teori, hasil jajak pendapat dan ekspektasi sebagian besar rakyat Amerika Serikat yang tadinya mengunggulkan Hillary Clinton.
Sejauh ini belum ada bukti bahwa keterlibatan agen-agen rahasia Rusia dalam meretas sistem penghitungan suara, benar adanya. Tetapi indikasi itu coba diperlihatkan melalui laporan media. Namun dengan cara yang sangat hati-hati.
Kehati-hatian itu antara lain ditunjukan Christiane Amanpour, wartawati senior CNN, Sabtu dinihari saat mewawancarai Dmitry Peskov, jurubicara Presiden Rusia, Vladimir Putin.
Salah satu yang ditanyakan Amanpour soal kontak sejumlah pejabat Rusia dengan kubu Donald Trump, menjelang Pemilihan Presiden.
"Apa maksud dari kontak-kontak tersebut," tanya Amanpour yang langsung dibantah Peskov bahwa sejauh ini pejabat resmi Rusia hanya melakukan kontak dengan pejabat yang berada di bawah pemerintahan Presiden Obama.
Dalam acara itu juga digambarkan dua video yang berbeda. Gambar pertama memperlihatkan situasi yang sedang bereforia di kota Moskow - menyambut kemenangan Trump. Sementara di salah satu kota di Amerika Serikat dipertontonkan peristiwa perusakan atas sejumlah kendaraan dan properti lainnya akibat kekalahan Hillary Clinton.
Sebagai catatan tambahan akibat dari adanya persaingan spionage, Amerika Serikat kehilangan seorang pekerja di kantor CIA.
Edward Snowden yang disebut-sebut memiliki banyak dokumen rahasia tentang AS, saat ini berada di Rusia. Dia dalam status sebagai seorang pelarian politik yang mendapat suaka politik pemerintah Rusia.
Dari sisi persaingan, inilah pula kekalahan sangat menyakitkan yang diderita Amerika Serikat dalam menghadapi Rusia.
Jika di akhir 1980-an, ahli-ahli strategi dan intelejens Amerika Serikat, sebutlah CIA berhasil memecah Uni Sovyet dan melahirkan belasan negara baru merdeka, kini FSB, kelanjutan dari agen rahasia Uni Sovyet - KGB, membalas melalui Pemilihan Presiden.
FSB disebut-sebut mampu menjadikan Trump, pebisnis AS menjadi Presiden yang dianggap lebih bersimpati kepada Rusia, khususnya Presiden Vladimir Putin.
Jauh sebelum Pemilu 2016 digelar, hampir semua jajak pendapat mengunggulkan Hillary Clinton. Tapi yang keluar sebagai pemenang justru Donald Trump, rival utama Hillary Clinton.
Kemenangan Donald Trump, cukup fenomenal. Tidak seperti dalam Pemilu Presiden sebelumnya, ketika seorang rival keluar sebagai pemenang, para pendukung sang rival akan ikut mengakui kemenangan tersebut.
Dalam Pilpres kali ini, tidak deimikian. Walaupun oleh Hillary Clinton kemenangan Donald Trump sudah diakuinya, tetapi mereka yang jadi pendukung fanatiknya tetap menolak Donald Trump.
Bahkan CNN, pada liputannya Sabtu dini hari 12 Nopember 2016 menyebutkan bahwa protes yang menolak Donald Trump sebagai Presiden sudah merambah ke semua kota besar di Amerika Serikat.
Kejadian ini lapor CNN, media yang dikenal pro Hillary Clinton sudah berlangsung sejak 8 Nopember 2016 malam.
"Trump bukan Presiden kami", demikian tulis sebuah spanduk raksasa yang di-zoom oleh kamera person CNN melengkapi laporannya.
Penolakan terbesar terjadi di California, negara bagian Amerika Serikat yang terletak di pantai Barat negara itu.
Sudah begitu, penolakan California, tidak hanya dalam bentuk ketidak puasan secara verbal. Melainkan diikuti dengan penegasan sikap bahwa California akan memerdekakan diri. Keluar dari NKAS (Negara Kesatuan Amerika Serikat).
Protes seperti ini mengingatkan cara berdemo di Indonesia, manakala ada jagoan para pemrotes kalah dalam sebuah perebutan jabatan.
Para inisiator yang menghendaki California menjadi sebuah negara baru, mengingatkan dengan aset perusahaan dan manusia yang ada di negara bagian itu, California akan menjadi negara industri nomor enam di dunia.
Dengan kata lain, California sangat layak menjadi sebuah negara baru dan bisa langsung bersaing dengan pihak manapun di dunia.
Di negara bagian yang mencakup kota Los Angeles ini, dikenal sebagai tempat berbasisnya sejumlah perusahaan raksasa.
Selain terkenal dengan pusat IT-nya terbesar di dunia - "Silicon Valley", di sana juga ada "Microsoft", "Apple", "Google", dan "Facebook".
Di sana juga berdiri "Hollywood", pusat perfilman terbesar di dunia.
Selain industri perfilman yang produknya ikut mempengaruh persepsi dunia tentang Amerika, California dikenal sebagai pusat dari berbagai industri farmasi raksasa. Negara bagian ini juga dikenal dengan Los Alamos, sebagai tempat pengembangan senjata nuklir.
Di bidang pendidikan, California memiliki "Stanford University", sebuah lembaga pendidikan yang sering disejajarkan dengan Harvard University di Pantai Timur Negara bagian Amerika Serikat.
Para pendukung Partai Demokrat tetap menganggap Hillary Clinton sebagai kandidat yang layak dinobatkan sebagai Presiden. Sebab secara nasional "populer vote" yang diraih Hillary Clinton, jauh mengungguli Donald Trump.
Trump dinyatakan sebagai pemenang sebab yang lebih diutamakan adalah suara dalam "electoral vote". Tapi kemenangan ini nampaknya tetap dianggap hal yang patut diprotes sebab marginnya hanya berbeda sekitar 2,5%.
Perjuangan memerdekakan California menggunakan jargon "Calexit" atau "California Exit". Meniru perjuangan rakyat Inggeris untuk keluar Uni Eropa - Brexit atau Britain Exit.
Yang cukup mengejutkan reaksi serupa muncul dari negara bagian Texas dengan semboyan "Texas Exit". atau "Texit".
Mengejutkan sebab negara bagian ini dikenal tempat asal muasal dua presiden dari Partai Republik, partai yang mengusung Donald Trump dalam Pilpres 2016. Yakni George Bush dan anaknya George Walker Bush.
Selain itu Texas dikenal sebagai pusatnya kasino, yang memberi pemahaman bahwa uang yang beredar di negara bagian itu termasuk yang terbesar dibanding dengan negara bagian lainnya.
Negara bagian lainnya disebut-sebut ingin memerdekakan diri, Oregon.
Yang menarik dari keinginan California dan Texas ataupun Oregon menjadi negara merdeka - juga disebabkan oleh ramalan Baba Wanga.
Peramal asal Bulgaria ini menurut harian "The Daily Mail" Inggeris, sebelum meninggal telah menyatakan bahwa Barack Obama merupakan Presiden terakhir Amerika Serikat. Saat itu tidak disebut nama, tapi Presiden ke-44 Amerika Serikat.
Pengertiannya, jika California merdeka, sekalipun Trump dilantik tapi tanpa California, dia tidak bisa lagi disebut sebagai Presiden ke-45 AS. Sebab AS sudah tidak utuh.
Memang diakui untuk merealisasikan "Calexit" maupun "Texit", bukan hal yang gampang.
Namun seperti kata para inisiator kemerdekaan bagi negara bagian itu, keluarnya Inggeris dari Uni Eropa atau Brexit, dulunya juga dianggap remeh. Tapi akhirnya menjadi kenyataan.
Brexit sendiri disebut-sebut sebagau salah satu "proyek" hasil garapan para spionage Rusia yang bekerja sebagai ahli TI.
Perhitungan semua perusahaan survei menunjukan rakyat Ingeris lebih suka berada dalam Uni Eropa. Tapi ketika digelar referendum, hasilnya berbeda 180 derajat.
Baiknya kita tunggu saja perkembangannya.
[***]
Penulis adalah wartawan senior