Itu sebabnya ketika akhir pekan lalu beredar berita bahwa pada Rabu 26 Oktober 2016, negara sudah menyerahkan sebuah rumah baru kepada Soesilo Bambang Yudhoyono, Presiden ke-6 RI, saya menjadi 'kepo'.
Sebagai wartawan yang pernah meliput kegiatan Presiden RI di era Orde Baru, tergoda bertanya.
Ada apa yah dengan UU yang mengatur fasilitas Kepresidenan negara kita? Demikian mendesakkah fasilitas rumah bagi seorang bekas Presiden RI tersebut?
Koq SBY yang sudah punya segalanya -rumah pribadi yang menyerupai Istana Kecil di Cikeas, masih diberi hadiah rumah lagi? Rumahnya di Jakarta dan di kawasan 'Segi Tiga Emas' lagi.
Mengapa di tengah situasi ekonomi yang masih morat marit - setidaknya begitu tafsiran dari berbagai kritik SBY sendiri terhadap Presiden Joko Widodo via media sosial -SBY koq tetap saja mau menerima hadiah dari pemerintah yang dikritiknya?
Tahun 2000-an, saya diberi tahu oleh Taufiq Kiemas, almarhum, suami Megawati Soekarnoputri.
Secara berkelakar TK mengatakan bahwa menjadi Presiden ataupun Wakil Presiden di eranya dia dan setelah itu, sangat enak. Hidup nyaman sudah terjamin hingga akhir tua. Sebab begitu tak lagi menjabat, negara langsung memberikan dana pensiun uang tunai sebesar Rp 20 miliar.
Penafsiran saya, isteri bang TK, Megawati Soekarnoputri, berarti menerima sudah menerima uang tunai sebanyak Rp 40 miliar. Sebab tahun 1999 - 2001, Mba Mega menjabat sebagai Wakil Presiden, kemudian dilanjutkan menjadi presiden tahun 2001-2004.
Namun ketika bang TK berkelakar soal uang pensiun Presiden dan Wakil Presiden, saya tak terlalu menggubrisnya.
Sebab TK sendiri pada saat itu termasuk Presiden Bayangan yang cukup kaya dan kalau tidak hati-hati, kita bisa terkecoh dengan candaan politiknya.
Yang pasti sebagai pemilik dari tidak kurang 12 buah pompa bensin di berbagai sudut Jakarta, TK merupakan salah seorang politisi tajir saat itu. Sebab Pertamina memberinya penghasilan tak kurang dari Rp 200 juta per hari. Angka ini dalam kalkulasi Rp 5 miliar penjualan per hari dan komisi penjualan sebesar 4 persen. Saat harga premium masih berada pada kisaran Rp 4.000 per liter. Saat ini di atas Rp 8.000.
Nah, kalau candaan TK itu benar adanya, maka SBY sebagai mantan Presiden untuk masa jabatan dua periode (2004 - 2014) berarti menerima dana tunai dari pemerintah sebanyak Rp 40 miliar.
Rasa penasaran semakin bertambah. Sebab SBY sebetulnya sudah kaya, tetapi oleh negara, SBY masih dihadiahi rumah yang tergolong sangat mahal. Untuk tidak mengatakan mewah, rumah seharga Rp 400 miliar itu tetap saja mahal sekali bagi seorang pensiunan jenderal, PNS ataupun Presiden.
Rumah berlantai dua yang dibangun di atas lahan 4.000 meter persegi itu terletak di Mega Kuningan, Jakarta. Menurut "Arsito Bangun Selaras", edisi Februari 2016, harga tanah di Mega Kuningan mencapai Rp 80 juta per meter persegi.
Dengan demikian jika informasi ini yang jadi rujukan, untuk tanah bangunan rumah SBY tersebut, pemerintah harus mengeluarkan sektar Rp 320 miliar.
Kalau harga bangunan dan jasa membangun dihitung 25 persen dari harga tanah, maka pemerintah masih mengeluarkan dana tidak kurang dari Rp. 80 miliar. Sehingga total harga rumah baru bagi SBY itu berkisar Rp. 400 miliar.
Saya berdecak kagum sambil menggeleng-gelengkan kepala. Karena beberapa hari sebelumnya saya sempat memposting tulisan tentang rumah yang akan jadi kediaman Barack Obama, setelah masa jabatannya sebagai Presiden AS berakhir pada 8 November 2016.
Presiden dari negara kaya ini masih tetap tinggal di Washington, ibukota negara Amerika Serikat. Namun rumah yang ditempatinya, kalau dibeli dengan tunai, seharga US$ 6 juta atau setara dengan Rp 72 miliar kurs tengah US$ = Rp 13.000.
Rumah itu sendiri, sekalipun harganya lebih murah dari harga rumah bagi SBY, tetapi pemerintah AS tidak membelinya. Status Obama sebagai penghuni rumah yang punya sembilan kamar itu, hanya sebagai penyewa.
Saya menduga kalau orang Amerika yang tidak mengenal watak dan mental orang-orang snob Indonesia, mendengar fasilitas bagi seorang SBY, kemungkinan mereka akan ikut-ikutan 'kepo' atau sinis. Terutama setelah mereka sadar, betapa borosnya elit penguasa dari negara miskin ini.
Atau mungkin mereka tak akan percaya bahwa di Indonesia berlaku kehidupan yang paradoksal. Masih ada jutaan orang miskin yang sebagian besar dari mereka baru punya rumah yang beratapkan langit dan bintang-bintang kecil di malam hari. Tetapi elit pemimpin mereka yang jumlahnya minoritas, bisa hidup bermewah-mewah bak dari sebuah negara minyak seperti Arab Saudi, Qatar atau Uni Emirat Arab.
Mungkin mereka akan berkesimpulan bahwa penguasa di Indonesia sebetulnya "Elit Minoritas" . Dan untuk melegalkan kekuasaan, mereka selalu berjargon demokrasi untuk semua, tetapi kesejahteraan hanya untuk elit penguasa, elit minoritas.
Atau : "Gimana sih orang Indonesia ini. Sudah miskin atau masih miskin, tapi untuk mantan presidennya saja harus diberi rumah yang mahalnya berlipat kali harganya dibanding dengan rumah yang layak dihuni oleh mantan presiden Amerika".
Yah, Presiden SBY memang sangat beruntung. Orang tionghoa atau cina bilang, hokinya bagus. Hidupnya jenderal SBY pasca presiden, tak berubah. Layaknya masih tetap seperti seorang presiden.
Sesuai UU bahwa mantan presiden itu antara lain mendapatkan fasilitas pengamanan berupa pengawalan 24 jam oleh satu regu Pasukan Pengaman Presiden (Paspampres).
Secara de facto kehidupan sehari-harinya nyaris tak berbeda dengan seorang yang masih berkuasa sebagai presiden.
Saya hanya bisa membatin, semoga Bung Karno sebagai Proklamator dan Pak Harto yang pernah mendapat gelar "Bapak Pembangunan", tapi belum pernah mendapat hadiah rumah dari negara, tidak akan merasa cemburu dengan fasilitas yang didapatkan Pak SBY.
Kalau Bung Karno dan Pak Harto saja tidak cemburu, mengapa saya dan anda merasa lebih berhak untuk cemburu?
Nah oleh karena itu saya menghimbau mari kita semua sama-sama tahu diri.
Dan sebaiknya kita ucapkan: selamat menempati rumah baru Pak Beye.
Sekalian kita titip, agar Pak Beye ikut menjaga rumah hadiah negara ataupun rakyat Indonesia. Termasuk ikut menjaga Jakarta dan Indonesial
Jangan sampai terjadi kekacauan atau chaos.
Kebetulan SBY saat ini dirumorkan sebagai salah seorang politisi yang sedang membangun kiblat sendiri. Jagalah Indonesia Pak Beye agar Indonesia masih bisa berjaya.
Permintaan menjaga Jakarta dan Indonesia, bukanlah sebuah permintaan bersifat paksaan. Tapi sekedar sebuah permintaan timbal balik atau resiprokal.
Jangan lagi kita bertanya apa yang akan Ibu Pertiwi bisa berikan kepada kita? Jangan lagi Pak Beye belum merasa puas dengan status yang dicapai hingga sekarang.
Atau mari kita sama-sama bertanya pada diri sendiri. Kalu tidak mau bila perlu kita bertanya kepada rumput yang bergoyang.
[***]
Penulis adalah jurnalis senior