Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

WAWANCARA

Andi Eka Sakya: Waspadai Cuaca, Lebih Baik Tidak Berangkat Daripada Tidak Sampai

Senin, 04 Juli 2016, 08:12 WIB
Andi Eka Sakya: Waspadai Cuaca, Lebih Baik Tidak Berangkat Daripada Tidak Sampai
Andi Eka Sakya:net
RMOL. Memasuki musim mudik, Kepala Badan Meteorologi Kli­matologi dan Geofisika (BMKG) Andi Eka Sakya mengim­bau agar masyarakat terus meng-update informasi cuaca yang disampaikan BMKG.
 
Pasalnya, di beberapa tempat di Indonesia saat periode mudik akan menghadapi cuaca ekstrim, seperti gelombang tinggi, rob, dan pasang naik. Selain itu, juga perlu diwaspadai peningkatan kecepatan angin timuran hingga 50 km/jam. "Pertumbuhan po­tensi La Nina semakin lebih jelas. Beberapa hal tersebut, mendorong terjadinya anomali cuaca sep­erti kita rasakan saat ini," ujarnya kepada Rakyat Merdeka. Simak wawancara selengkapnya:

Tapi, kepala BMKG tetap ikut mudik Lebaran ini dong ya?

Insya Allah, mudik sebentar saja. Momen Ied Fitri ini saya gunakan untuk sowan orangtua saya yang sudah sepuh sekali. Ayah saya tentu akan sangat berbahagia berkumpul bersama anak-anaknya. Jarang sekali kami bertemu setelah berumah tangga.

Bagaimana dengan personel BMKG, masih cukup dan me­madaikah untuk meng-update info cuaca saat-saat mudik seperti ini?

Para pegawai BMKG telah terbiasa bekerja 247365. Maksudnya; 24 jam sehari. 7 hari seminggu dan 365 hari setahun. Tentu tidak semuanya masuk. Para pegawai BMKG yang be­rada di seluruh pelosok Tanah Air, dari Pulau Rote sampai dan Melonguane, dari Merauke hingga Ranai, apalagi menjelang mudik seperti ini, Alhamdulillah, tetap bersiaga di lokasi, meman­tau dan menyampaikan berbagai informasi perkembangan cuaca, iklim dan gempa bumi.

Ada peningkatan kecepatan angin timuran hingga 50 km/jam yang memicu gelombang tinggi di jalur laut. Seberapa ek­strem dan apa antisipasinya?
Gelombang tinggi memang masih berpotensi. Selain itu juga perlu diwaspadai rob yang terkait erat dengan pasang naik. Pada sekitar tanggal 5 sampai dengan 8 Juli, diperkirakan pasang naik mencapai 1,1 meter yang tentu akan memberikan kontribusi pada terjadinya rob di beberapa lokasi, terutama Pantura (Pantai Utara Pulau Jawa). Sedangkan angin timu­ran, akan lebih memicu gelom­bang tinggi di wilayah selatan Jawa dan NTB dan NTT, serta bagian barat Sumatera.

Untuk antisipasinya, apa yang bisa BMKG lakukan, agar informasi ini benar-benar sampai ke masyarakat?
Kami mempunyai posko-posko di sepanjang provinsi dan lokasi mudik. Bahkan di lokasi penye­berangan, misalnya di Merak, ditempatkan mobile radar untuk membantu, secara in-situ, infor­masi berbagai perubahan cuaca atau gempa bumi yang terjadi.

Jadi cuaca ekstrim yang perlu diwaspadai pemudik lebaran tahun itu benar adanya ya?
Tentu perlu diwaspadai. Sejalan dengan motto Kemenhub: "Lebih baik tidak berangkat dari pada tidak sampai" dan dengan target: "zero accident", maka berbagai faktor yang menyebab­kan terjadinya kecelakaan harus­lah dihindari. Mulai dari kelaikan kendaraan, kondisi cuaca baik udara maupun laut, sampai pada kondisi badan, bagi mereka yang memakai kendaraan sendiri. Kan statistik terjadinya kecelakaan menunjukkan bahwa 30 persen disebabkan oleh faktor selain kendaraan dan diri pemudik. Faktor alam dalam kaitannya dengan cuaca itulah yang salah satunya perlu diperhatikan.

Bagaimana dengan jalur udara?
Untuk udara, tentu perlu di­waspadai aktivitas awan kon­vektif yang saat ini sangat ak­tif. Saya rasa para pilot sudah mengetahuinya. Tinggi gelom­bang untuk transportasi laut. Dan kondisi cuaca di perjalanan darat. Salut untuk Kemenhub dan Kepolisian yang mengan­jurkan agar para pengendara sepeda motor beristirahat setiap dua jam.

Sebenarnya kita saat ini kan memasuki periode musim kemarau, kenapa yang terjadi justru hujan ya?

Periode yang seharusnya ke­marau tetapi ternyata masih terus terjadi hujan atau disebut "Kemarau Basah" ini disebab­kan oleh kenyataan bahwa suhu permukaan laut di Indonesia masih hangat. Mendinginnya suhu permukaan laut di pantai timur Afrika yang terkait den­gan fenomena Dipole Mode Negative. Gangguan inters­esional yang diakibatkan oleh fenomena MJO (Madden-Julian Oscillation) berupa pergerakan udara basah dari selatan India ke arah timur memasuki benua maritim Indonesia. Dan, per­tumbuhan potensi La Nina yang semakin lebih jelas. Beberapa hal tersebut, mendorong ter­jadinya anomali cuaca seperti kita rasakan.

Di satu pihak, puasa tahun ini memang terasa lebih sejuk, tetapi hujan dengan intensitas lebih tinggi berdampak pada potensi banjir dan longsor. Walaupun di pihak lain juga membawa prospek positif pertanian.

Fenomena Dipole Mode Negative ini kapan puncaknya?
Dipole Mode Negatif diper­kirakan mencapai puncaknya bulan Juli, sementara pertumbu­han La Nina mulai tampak bulan Juli dan intensitasnya diperkira­kan mencapai puncaknya pada bulan November, Desember dan Januari. Indonesia terdampak pada situasi "tanpa kemarau yang berarti" kecuali di beberapa daerah saja di sebelah timur.

Bagaimana dengan koor­dinasi yang sudah dilakukan BMKG untuk menyikapi kon­disi cuaca ekstrem itu, khusus­nya saat mudik?

Pertama, selama cuti mudik Lebaran ini, BMKG mendukung upaya fasilitasi yang dilakukan oleh Kemenhub dan semua instansi yang terkait dengan dukungan mudik lebaran baik di daerah maupun di pusat. Dalam konteks ini, BMKG su­dah beberapa kali melaporkan kesiapannya, sosialisasi kepada masyarakat, termasuk media.Kedua, BMKG mempersiap­kan berbagai informasi yang bisa diakses melalui laman web BMKG, Twitter, Facebook termasuk juga produk yang bisa diunduh dari App-store berbasis IOS maupun Android (@infob­mkg). ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA