Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Menyerang Rizal Ramli Bagaikan Menyerang Konstitusi

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/gede-sandra-5'>GEDE SANDRA</a>
OLEH: GEDE SANDRA
  • Selasa, 08 Maret 2016, 20:28 WIB
Menyerang Rizal Ramli Bagaikan Menyerang Konstitusi
rizal ramli/net
Ketidakadilan antara pusat dan daerah, Jawa dengan luar Jawa atau dalam hal ini adalah Indonesia Timur, semakin dipertajam dalam kasus Blok Masela. Pilihan kilang terapung jelas-jelas adalah suatu 'penipuan'.
Selamat Berpuasa

Dengan mengubah seluruh gas tersebut menjadi LNG tidak ada kesempatan untuk memulai industrialisasi berbasis petroleum di wilayah yang berbatasan dengan Timor Leste dan Australia tersebut. Sebaliknya, dengan membawa gas alam tersebut menuju darat, memilahnya sebagian menjadi LNG di kilang darat  "kemudian diekspor- dan sebagian gas alamnya (non-LNG) menjadi bahan baku industri nasional, lebih bermanfaat bagi pertumbuhan ekonomi kawasan terluar Indonesia tersebut. Menghilangkan kesenjangan antar wilayah Indonesia, yang sudah sesuai dengan Nawacita Jokowi, tentu adalah dengan memulai pembangunan dari daerah terluar.

Selain itu, paradigma lama dalam mengelola sumber daya alam, mengeskpornya mentah-mentah tanpa ada penaikan nilai tambah adalah tidak sesuai dengan Konstitusi. Hal ini sudah dilanggar terlalu lama, semenjak masa Orde Baru dan Reformasi. Kita sudah terlalu lama membabi buta" mengobral kekayaan alam kita "dengan nasehat Lembaga Neoliberal dan Negara Barat- mulai dari kayu (hutan kita habis), minyak, ikan, dan (nyaris) gas.  Kini, di era Revolusi Mental, Presiden Jokowi berusaha memulai paradigma yang baru, mengembalikan lurusnya jalan sejarah Konstitusi 1945, mengemban Pasal 33, mengimplementasikannya bagi rakyat Maluku dan Indonesia Timur.

Kementerian ESDM bersama SKK Migas tidak boleh berpikir terlalu sektoral, terlalu berpikir untung rugi jangka pendek dengan mengobral gas kita hanya demi devisa. Memang pemikiran kilang mengapung sangat menguntungkan investor asing, namun jangan sampai bila nilai keuntungan tinggi yang didapatkan para kontraktor asing mengorbankan Pasal 33 UUD 1945. Karenanya tentu adalah tugas Kementerian Koordinator yang membawahi bidang ESDM (Perpres 10 tahun 2015) untuk mengingatkan dua lembaga sektor ESDM tersebut, bila ternyata muncul langkah yang kurang strategis secara keteknikan dan keamanan.

Menko Rizal Ramli atau RR sama sekali tidak mencoba melawan atau mendahului Presiden Jokowi dalam hal Blok Masela. Kami memandang bahwa sinyalemen yang diberikan Presiden dalam hal Blok Masela adalah jelas, Menko Maritim dan Sumber Daya (bukan lagi Kemaritiman, yang secara Bahasa sudah tidak tepat dan secara Definisi tidak cukup mewakili sektor-sektor yang dikoordinasikan, diawasi, dan dikendalikan oleh Kementerian ini) hanya mencoba untuk menerjemahkan pesan Presiden tersebut dalam tindakan. RR bukan tipe ekonom neoliberal seperti di kubu 'sebelah sana' yang sudah sejak era Orde Baru hingga Reformasi menjual bangsa, karena RR mewakili dari apa yang disebut sebagai ekonom Konstitusi.

Jika mau mengingat lebih jernih, Menteri ESDM-lah yang justru memiliki rekam jejak melangkahi Presiden dalam hal Freeport beberapa waktu yang lalu. Seandainya bila bukan Menko RR yang mengerem, tentu perpanjangan Freeport sudah terjadi -dan 'mereka semua' (termasuk SN dan MRC) sudah berpesta sambil naik jet sekarang. Perlu diketahui bahwa Menteri ESDM tidak bekerja tanpa dukungan, ada kekuatan besar selain Presiden yang memback up. Pejabat kuat itu, yang juga merupakan pengusaha terkaya nomer 40-an saat ini di Indonesia, dirasa telah bekerja melampaui kewenangannya yang digariskan Konstitusi- yaitu hanya membantu Presiden.

Faktanya, dalam semisal kasus Freeport, pejabat tersebut tampak mendukung Menteri ESDM untuk mempercepat perpanjangan kontrak untuk Freeport. Ia yang tumbuh di era Orde Baru tampak lebih mirip sebagai operator politik van maklar daripada sebagai pejabat pembantu Presiden. Bahkan, sebelum dilantik Oktober 2014, pejabat itu telah menugaskan stafnya yang juga merupakan taipan etnis Tionghoa mantan Ketua Apindo, kabarnya sudah melakukan lobby dengan Freeport di Amerika Serikat terkait perpanjangan kontrak. Yang akhirnya disambung dengan drama surat menyurat antara Menteri ESDM dan manajemen Freeport.

Syukurlah akhirnya strategi para pejabat tinggi 'londo ireng' ini pun bubar! Presiden satu suara dengan Menko Maritim dan Sumber Daya bahwa tidak ada pembicaraan perpanjangan kontrak dengan Freeport hingga 2019. Tegas sekali, plus dengan syarat sebelumnya Freeport harus sudah melaksanakan butir-butir renegosiasi: kewajiban Freeport tentang peningkatan royalty, divestasi, pembangunan smelter, CSR, dan kewajiban pengelolaan limbah sesuai  yang diinginkan Presiden. Jika poin-poin ini belum terlaksana, jangan harap kontrak Freeport akan diperpanjang nantinya.

Kami ingatkan kepada semua pihak, tidak perlu menyerang RR karena ia hanyalah pejuang Konstitusi. Menyerangnya bagaikan menyerang Konstitusi itu sendiri. Karena, tidak lain, rekam jejak RR sejak muda telah menunjukkan perjalanan memperjuangkan Konstitusi. Pada tahun 1977-1978, bersama rekan-rekan di Gerakan Mahasiswa, RR melakukan Gerakan Anti Kebodohan yang bertujuan  untuk memberikan pendidikan bagi 8 juta anak-anak miskin- mewujudkan jani Preambule UUD 1945 mencerdaskan kehidupan Bangsa. Untuk diketahui saja, pada Januari 1978 kampus ITB -tempat RR memimpin di organisasi kemahasiswaan- diserbu oleh Angkatan Darat karena meluncurkan buku putih yang membongkar KKN Keluarga Cendana dan menolak Suharto maju lagi menjadi Presiden.

Akibat keberaniannya memperjuangkan Konstitusi dan pemberantasan KKN, RR pun dipaksa Orde Baru mendekam selama setahun di lapas Sukamiskin, penjara yang juga pernah dihuni pejuang Ir. Sukarno pada 1930-an. Sejak Reformasi 1998, apakah di dalam pemerintahan atau di luar pemerintahan, secara konsisten RR tetap di garis ekonomi Konstitusi dan sebagai pejuang Anti-KKN. Konsistensi yang menyebabkan dirinya sempat menjadi musuh politik nomer satu Rezim SBY yang neolib dan korup.

Oleh karena itu, saya tidak sepakat bila dikatakan RR tidak berdarah-darah memperjuangkan kemenangan Jokowi saat ini. Argumen saya adalah sebagai berikut. Beberapa tahun yang lalu, di akhir pemerintahan SBY, seorang Indonesianis, Profesor Amerika yang merupakan peneliti Oligarki Ekonomi Politik, memberikan perumpamaan: ..bahwa apa yang dilakukan Rizal Ramli dengan berdiri terdepan mengkritisi sistem neoliberal dan KKN Rezim SBY selama bertahun, adalah bagaikan menggoyang sebuah pohon hingga buahnya berjatuhan.. namun ternyata adalah orang lain yang berhasil memungut buah-buah tersebut…” Kemudian, zaman pun berganti, era lama pun berlalu, dan kita semua menjadi saksi dari perjuangan rakyat Indonesia yang menginginkan perubahan di Pemilu 2014.

*staf pengajar di Universitas Bung Karno, aktivis pergerakan

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA