Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Peraturan Presiden 61/2015 Modus Baru Perampokan Uang Petani

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/zulhidayat-siregar-1'>ZULHIDAYAT SIREGAR</a>
LAPORAN: ZULHIDAYAT SIREGAR
  • Selasa, 16 Februari 2016, 03:46 WIB
Peraturan Presiden 61/2015 Modus Baru Perampokan Uang Petani
rmol news logo Peraturan Presiden 61/2015 tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit. Aturan pungutan US$ 50/ ton untuk minyak sawit mentah (CPO) sangat memberatkan petani.

Penghasilan petani menurun drastis dan bahkan menyulit petani plasma sawit/ petani sawit mandiri untuk membayar kredit bank. Karena sejak diberlakukannya pungutan tersebut, pengusaha menurunkan harga beli tandan buah sawit (TBS) yang dihasilkan sebagian dari kebun milik petani.

"Sebelumnya harga TBS Rp 1,2 juta/ ton. Kini turun menjadi Rp 500 ribu/ ton," jelas Ketua Umum Asosiasi Petani Plasma Kelapa Sawit Indonesia (APPKSI) M. A. Muhamaddyah dalam keterangan persnya (Senin, 15/2).

Sebagai gambaran, dengan pungutan eksport CPO sebesar US$ 50 per ton dibebankan pada TBS petani yang memiliki kebun sawit berumur 5 tahun ke atas, maka pendapatan petani plasma sawit sebesar 16 ton TBS atau 5 ton (untuk memprodukasi 1 ton CPO) menghasilkan 3,2 ton CPO oleh Pabrik Kelapa Sawit.

Pungutan yang dibebankan ke petani sebesar 3,2 ton dikalikan US$ 50, yaitu sekitar US$ 160.  Nilai US$ 160 atau Rp 2.240.000 ini mengakibatkan pendapatan petani plasma sawit hanya sekitar Rp 22.400.000  dikurang Rp 2.240.000 adalah Rp 20.160.000 per tahun atau rata-rata per bulannya sebesar Rp 1.680.000.

Ini mengakibatkan pendapatan kotor petani sawit sebesar Rp 1.680.000 per 2 hektar kebun, lalu akan dipotong 30% guna membayar kredit bank untuk membiayai pembangunan kebun petani, lalu dipotong biaya upah untuk pengurus kebun yang berlaku saat ini dimulai sekitar Rp 500.000 per bulan dan perawatan sebesar Rp 300.000 per 2 hektar kebun.

"Jadi, penghasilan petani sawit hanya Rp 1.680.000 dikurang Rp 504.000 lalu dikurang Rp 500.000 dan dikurang lagi Rp 300.000 hasilnya Rp 376.000. Dari hitungan tersebut, maka pendapatan bersih petani plasma hanya mendapatkan sebesar Rp 376 ribu setiap bulannya!" katanya mengeluhkan.

"Tentu saja pendapatan sebesar ini sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan keluarga petani plasma. Kami memandang, pungutan ini sebagai modus baru perampokan uang rakyat kecil atas nama ketahanan energi," tandasnya. [zul]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA