MENCEGAH KONFLIK KEAGAMAAN (16)

Belajar Dari Piagam Jakarta

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/nasaruddin-umar-5'>NASARUDDIN UMAR</a>
OLEH: NASARUDDIN UMAR
  • Rabu, 16 Desember 2015, 09:14 WIB
Belajar Dari Piagam Jakarta
nasaruddin umar:net
INDONESIA sebagai neg­ara muslim terbesar, bukan hanya besar dari segi jumlah tetapi juga memiliki penger­tian terbesar di dalam me­nyikapi situasi. Kebesaran satu kaum bukan hanya terle­tak pada kemampuan mere­ka menerbitkan sebuah piag­am perjanjian tetapi yang tak kalah besarnya ialah kemampuan untuk secara sepihak membatalkan piagam atau perjanjian yang dengan susah payah telah dibuatnya den­gan pihak-pihak terkait. Di sinilah kebesaran umat Islam Indonesia, bukan hanya mampu melahir­kan Piagam Jakarta tetapi juga mampu mening­galkannya secara sepihak demi untuk menggapai sebuah kesatuan yang lebih permanen.

Bisa saja kelompok muslim yang terlibat di dalam Piagam jakarta mempertahankan Piag­am Persepakatan ini tetapi demi persatuan dan keutuhan bangsa, maka kata: "…dengan kewa­jiban menjalankan Syari'at Islam bagi peme­luknya" dicoret dan jadilah sekarang ini sebagai negara Pancasila. Siapa yang bisa menghen­tikan jika umat Islam di Indonesia tetap ber­sikeras mempertahankan Piagam Jakarta? Mereka terlibat dalam perumusan bersama kel­ompok lain yang berbeda latar belakang. Na­mun kesadaran nasionalisme kelompok umat Islam yang terlibat di dalam perumusan Piagam Jakarta, bersedia untuk mencoret sendiri kata-kata yang dikeberatani oleh sekelompok orang yang memperatasnamakan Indonesia bagian timur yang keberatan dengan redaksi tersebut.

Kebesaran lain yang dimiliki para The Found­ing Fathers dari umat Islam ialah tidak adanya sedikitpun rasa penyesalan yang ditunjukkan dengan perubahan itu. Bahkan mereka seperti­nya bangga dengan jiwa besar yang dimilikinya untuk mengakomodir "suara dari timur" tersebut. Belakangan dari suara umat Islam, khususnya para ulama NU, yang pertama kali meneriakkan NKRI sebagai bentuk final dari bangsa Indone­sia”. Ini artinya konsep dasar bernegara Indone­sia sudah selesai. Tidak akan ada lagi wacana baru untuk mengembalikan Piagam Jakarta atau pikiran-pikiran lain selain Negara Kesatuan Re­publik Indonesia. Kalaupun ada suara-suara kecil yang menggagas bentuk dan seistem lain di luar konsep NKRI itu adalah haknya sebagai warga Negara Indonesia yang dijamin negara.

Dalam negara Pancasila siapapun bebas berfikir untuk apapun, akan tetapi jika dimani­festasikan ke dalam sikap dan tingkah laku maka yang bersangkutan harus mampu mem­pertanggungjawabkan pendiriannya. Jika ke­mudian terbukti ada aspek pelanggaran hukum atau kode etik yang dilanggar maka bersedialah mempertanggung jawabnya. Jika ada warga negara berkeinginan untuk mengubah bentuk dan dasar negara Republik Indonesia, silahkan saja tetapi harus melalui prosudur dan koridor yang disiapkan oleh Undang-Undang.

Pelajaran besar yang bisa kita peroleh di seki­tar lahirnya Piagama Jakarta berikut perubahan yang terdapat di dalamnya adalah pelajaran be­sar bagi generasi muda Indonesia. Perubahan sebuah Piagam Nasional tidak serta merta me­lemahkan bangsa tetapi sebaliknya lebih mem­perkuat bangsa. Disepakatinya NKRI sebagai bentuk final bangsa Indonesia mengandung arti kesediaan berbagai pihak yang berbeda, entah itu perbedaan gender, etnik, agama, wilayah geografis, utnuk saling mengakui satu sama lain sebagai sama-sama warga bangsa yang wajib saling menghormati satu sama lain. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA