Dinamika dan mobilitas masyarakat dari satu negara ke negara lain tak terbendung lagi. BahÂkan terjadi eksodus besar-besaran umat Islam ke negera-negara non-muslim, khususnya ke negera-negara maju seperti Eropa, AS, CanÂada, Australia, dan Rusia, dianalisis secara tajam oleh dua pakar, yaitu Murad W Hofmann, mantan Direktur Informasi NATO, dalam bukuÂnya "Religion on the Rise, Islam in the Third MilÂlennium" dan Olivier Roy dalam bukunya "GolÂbalised Islam, The Search for A New Ummah". Kedua pengamat ini melihat bahwa dampak ekÂsodus yang dipicu oleh berbagai krisis, seperti krisis ekonomi dan politik, memberikan dampak hegemoni multi dimensi di negara-negara tuÂjuan. Tentu saja dampak tersebut ada yang positif dan ada yang negatif, termasuk dari sudut pandang mana kita melihatnya.
Ideologi trans nasional tidak gampang memÂbendungnya karena pintu-pintu masuknya banyak sekali. Kita tidak bisa melarang mereka masuk ke negeri kita jika mereka masuk menggunakan visa turis, visa student, visa diplomat, visa pelaut atau penerbang. Apalagi kalau mereka berhasil masuk melalui penyusupan di pulau-pulau kecil terluar Indonesia, yang tidak dilengkapi dengan petugas imigrasi. Belum lagi anak-anak Indonesia yang sekolah atau bekerja di Luar Negeri (LN) sudah digarap KR di sana. Tidak mungkin kita mendeÂteksi secara keseluruhan dan tidak mungkin juga kita menolak pulang ke negerinya sendiri. MungÂkin mereka termasuk orang yang sangat taat dan setia di tanah air di Indonesia tetapi menjadi angÂgota GK bahkan teroris di LN dengan mengguÂnakan nama dan paspor lain. Tentu kasus seperti ini juga sulit terlacak. Ada beberapa contoh WNI tercatat sebagai anggota KL atau organisasi terÂlarang tetapi keyika kembali di Indonesia menjaÂdi ulama yang berpenampilan amat berwibawah. Timbul kesulitan aparat keamanan untuk menjerÂatnya karena bukti materil dan formalnya tidak ditemukan.
Kita tidak mungkin melarang mereka masuk masjid untuk menunaikan shalat, tidak mungÂkin juga melarangnya bercerita dengan para jaÂmaah di masjid dan mushallah. Terkadang merÂeka juga terlibat di dalam diskusi dan seminar. Bahkan di antara mereka sudah kawin-mawin dengan warga Indonesia dan sudah melahirÂkan keturunan. Ternyata tidak sedikit jumlahÂnya warga asing berdiam di kepulauan IndoneÂsia terdiri atas mereka yang sudah kehilangan kampung halaman di negerinya, seperti warga Palestina, Rohingya, dan Bosnia. ***