Untuk mengatasi persoalan ini, tokoh-tokoh agama dan dan adat berusaha untuk memaralelkan hubungan kedua sumber nilai ini agar tidak berhadap-hadapan satu sama lain. Di seÂjumlah daerah dideklarasikan pernyataan simÂbolik "Adat bersendi Syara' dan Syara' bersendi Kitabullah". Pernyataan ini ternyata efektif unÂtuk menyatukan segenap warga bangsa.
Kata Adat berasal dari bahasa Arab dari akar kata 'ada-ya'udu berarti kembali, menguÂlangi; kemudian membentuk kata ‘adat berarti kebiasaan positif yang berlaku di dalam suatu wilayah. Kata 'adat mirip dengan atau sering disamakan dengan kata 'urf (dari akar kata 'arafa-ya'rifu berarti mengetahui, mengenal) yang berarti tradisi yang popular di dalam suatu masyarakat. Bedanya, kalau 'adat lebih formal dan mengarah kepada norma (norm), sedangÂkan 'urf lebih substantif dan mengarah kepada nilai (values). Adat istiadat atau biasa disebut dengan hukum adat, sudah merupakan lemÂbaga atau institusi formal yang memiliki sanksi dan reward bagi para pelanggar atau yang setia dengannya.
Kata syara' berasal dari bahasa Arab dari akar kata syara'a-yasyra'u-syar'an berarti jalan, jalan menuju mata air. Syara’ selalu dihubungÂkan dengan kata syari'ah yang berisi ajaran IsÂlam. Ajaran Syari’ah itu sendiri secara komperÂhensif berisi unsur akidah, hukum, dan akhlak. Ajaran akidah berisi tentang tata cara keimanÂan dan keprcayaan kepada Allah Swt, malaikat, kitab suci, nabi dan rasul, eskatologis (hari akhÂirat, hari pembalasan), dan qadha serta qadar, yang lebih dikenal dengan rukun iman. Hukum berisi norma-norma sosial kemasyarakatan dan tata cara berhubungan dengan Allah Swt, seÂbagaimana diatur di dalam Rukun Islam. SeÂdangkan akhlak berisi ajaran etika dan estetiÂka antara sesame umat manusia dan sesama makhluk.
Adat bersendi syara' berarti adat kebiasaan yang berlaku di dalam masyarakat berdiri tegak di atas landasan syara’ atau nilai-nilai dasar Syari'ah Islam. Perlu ditegaskan kata "nilai-nilai dasar Syari'ah" yang bersifat absoÂlut tetapi sekaligus bersifat universal, karena ada juga nilai-nilai "non-dasar Syari'ah" yang bersifat aksessoris (tahsiniyyah) dan temporer (waqi'iyyah). ***