MENCEGAH KONFLIK KEAGAMAAN (2)

Memperkenalkan Konsep Multi Religion

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/nasaruddin-umar-5'>NASARUDDIN UMAR</a>
OLEH: NASARUDDIN UMAR
  • Selasa, 01 Desember 2015, 09:24 WIB
Memperkenalkan Konsep Multi Religion
nasaruddin umar:net
PEMAHAMAN konsep multi religion yang terukur dalam pendidikan agama sudah amat mendesak. Pendidi­kan multi religion di sini ialah pendidikan keagamaan yang selain mengajarkan materi pendidikan agama yang di­anut oleh anak didik diajar­kan juga secara terukur kon­sep agama dan kepercayaan lain, khususnya yang ada di Indonesia, guna memberikan pe­mahaman dini kepada anak-anak bahwa selain agama yang dianutnya ada juga agama-agama dan kepercayaan lain memiliki penganut dan pengikut. Mereka juga adalah sesama warga Negara Indonesia yang memiliki hak dan ke­wajiban di negeri ini. Dengan demikian, anak-anak tidak dididik dan diajarkan persepsi yang menganggap mereka "orang lain". Meskipun di antara mereka ada yang minoritas tetap dihem­buskan rasa kasih saying sebagai sesama war­ga bangsa.

Perbedaan agama tidak layak dijadikan dasar untuk meng-"orang lain"-kan seseorang, apalagi membencinya. Mereka justru harus di­jadikan laboratorium untuk mengukur kadar tol­eransi dan kerukunan yang kita miliki. Mereka adalah ornament konfiguratif yang amat pent­ing untuk menggambarkan keindahan "lukisan Indonesia". Tanpa kehadiran mereka keinda­han itu akan berkurang. Sudah saatnya kita menanamkan rasa "kebersamaan" bukan rasa "perbedaan" antara sesama warga bangsa se­jak usia dini. Hanya dengan demikian Indonesia akan dikenang sebagai subuah Negara ideal, Negara yang menjunjung tinggi hak asasi ma­nusia, menghargai hak-hak minoritas.

Namun perlu ditegaskan bahwa pendidi­kan multi religion di sini bukan perbandingan agama, yang membandingkan antara satu agama dengan agama lain. Mengukur kelebi­han dan kelemahan setiap agama lalu dipersi­lakan kepada murid sebagai "user" (pengguna) untuk memilih agama mana yang akan dianut­nya secara merdeka. Jika demikian adanya maka justru akan rancu dan bisa memicu konf­lik dan keresahan, terutama kepada para orang tua. Apa jadinya jika di sekolah ada etalase agama-agama dan semua murid berhak memi­lih agama mana yang ia sukai. Sekali lagi tentu bukan itu yang dimaksud pendidikan mono re­ligion di sini. Mono religion sesungguhnya se­lain memperkenalkan dan memberikan penda­laman dan penghayatan terhadap agama yang dianut sang murid, juga diperkenalkan secara generic agama-agama lain sebagai fenomena di dalam kehidupan masyarakat. Jadi lebih ke­pada pengajaran sosiologi agamanya, bukan memahamkan substansi agamanya.

Dengan demikian anak-anak akan sadar se­jak dini bahwa meskipun agamanya yang di­yakini paling benar tetapi kelompok penganut agama lain juga memiliki hak yang sama un­tuk berkeyakinan sama bahwa mereka juga menilai agamanya paling benar. Dengan de­mikian metode ini selapis lebih menjanjikan harapan ketimbang pengajaran mono religion. Masalahnya ialah bagaimana menyiapkan kuri­kulum dan guru yang capable untuk menjadi guru agama plus memiliki kemampuan untuk memperkenalkan sosiologi dan fenomenologi agama secara sederhana kepada anak-anak. Ini soal lain yang sesungguhnya tidak terlalu sulit dilaksanakan.   ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA