PEMAHAMAN konsep multi religion yang terukur dalam pendidikan agama sudah amat mendesak. PendidiÂkan multi religion di sini ialah pendidikan keagamaan yang selain mengajarkan materi pendidikan agama yang diÂanut oleh anak didik diajarÂkan juga secara terukur konÂsep agama dan kepercayaan lain, khususnya yang ada di Indonesia, guna memberikan peÂmahaman dini kepada anak-anak bahwa selain agama yang dianutnya ada juga agama-agama dan kepercayaan lain memiliki penganut dan pengikut. Mereka juga adalah sesama warga Negara Indonesia yang memiliki hak dan keÂwajiban di negeri ini. Dengan demikian, anak-anak tidak dididik dan diajarkan persepsi yang menganggap mereka "orang lain". Meskipun di antara mereka ada yang minoritas tetap dihemÂbuskan rasa kasih saying sebagai sesama warÂga bangsa.
Perbedaan agama tidak layak dijadikan dasar untuk meng-"orang lain"-kan seseorang, apalagi membencinya. Mereka justru harus diÂjadikan laboratorium untuk mengukur kadar tolÂeransi dan kerukunan yang kita miliki. Mereka adalah ornament konfiguratif yang amat pentÂing untuk menggambarkan keindahan "lukisan Indonesia". Tanpa kehadiran mereka keindaÂhan itu akan berkurang. Sudah saatnya kita menanamkan rasa "kebersamaan" bukan rasa "perbedaan" antara sesama warga bangsa seÂjak usia dini. Hanya dengan demikian Indonesia akan dikenang sebagai subuah Negara ideal, Negara yang menjunjung tinggi hak asasi maÂnusia, menghargai hak-hak minoritas.
Namun perlu ditegaskan bahwa pendidiÂkan multi religion di sini bukan perbandingan agama, yang membandingkan antara satu agama dengan agama lain. Mengukur kelebiÂhan dan kelemahan setiap agama lalu dipersiÂlakan kepada murid sebagai "user" (pengguna) untuk memilih agama mana yang akan dianutÂnya secara merdeka. Jika demikian adanya maka justru akan rancu dan bisa memicu konfÂlik dan keresahan, terutama kepada para orang tua. Apa jadinya jika di sekolah ada etalase agama-agama dan semua murid berhak memiÂlih agama mana yang ia sukai. Sekali lagi tentu bukan itu yang dimaksud pendidikan mono reÂligion di sini. Mono religion sesungguhnya seÂlain memperkenalkan dan memberikan pendaÂlaman dan penghayatan terhadap agama yang dianut sang murid, juga diperkenalkan secara generic agama-agama lain sebagai fenomena di dalam kehidupan masyarakat. Jadi lebih keÂpada pengajaran sosiologi agamanya, bukan memahamkan substansi agamanya.
Dengan demikian anak-anak akan sadar seÂjak dini bahwa meskipun agamanya yang diÂyakini paling benar tetapi kelompok penganut agama lain juga memiliki hak yang sama unÂtuk berkeyakinan sama bahwa mereka juga menilai agamanya paling benar. Dengan deÂmikian metode ini selapis lebih menjanjikan harapan ketimbang pengajaran mono religion. Masalahnya ialah bagaimana menyiapkan kuriÂkulum dan guru yang capable untuk menjadi guru agama plus memiliki kemampuan untuk memperkenalkan sosiologi dan fenomenologi agama secara sederhana kepada anak-anak. Ini soal lain yang sesungguhnya tidak terlalu sulit dilaksanakan. ***
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.