POTENSI KONFLIK KEAGAMAAN (15)

Pendirian Rumah Ibadah (3)

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/nasaruddin-umar-5'>NASARUDDIN UMAR</a>
OLEH: NASARUDDIN UMAR
  • Rabu, 18 November 2015, 10:50 WIB
Pendirian Rumah Ibadah (3)
nasaruddin umar/net
KERUKUNAN antar umat beragama seringkali terusik dengan pendirian rumah ibadah. Memang agak iro­nis karena kehadiran rumah ibadah mestinya membawa kesejukan, karena di sanal­ah umat akan merendahkan diri di hadapan Tuhannya. Di sanalah umat akan men­gubur emosi dan ego di hadapan kebesaran Tu­han. Di sana umat akan merasakan kehanga­tan hubungan antar sesama manusia sebagai hamba Tuhan. Namun disayangkan pendirian rumah ibadah sering menjadi faktor munculnya konflik dan kekerasan. Banyak kasus terjadi di dalam masyarakat justru dipicu oleh pemban­gunan rumah ibadah. Sehubungan dengan itu, regulasi pendirisn rumah-rumah ibadah meru­pakan suatu keniscayaa. Kita menyadari inter­vensi negara di dalam urusan privat manusia, seperti pengamalan ibadah uamat beragama, tentu bisa memberikan pembatasan kemerde­kaan umat untuk mengamalkan secara lelu­asa ajaran-ajaran agamanya. Namun pilihan ini jauh lebih baik dibanding munculnya konflik dan ketegangan bahkan mungkin kekerasa di dalam masyarakat.

Untuk memelihara kerukunan antar umat be­ragama di sekitar pendirian rumah ibadah, atas persetujuan para tokoh lintas agama, maka pe­merintah menerbitkan regulasi pendirian rumah ibadah dalam bentuk Peraturan Bersama Menteri (PBM) yaitu Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 9 dan 8 Tahun 2006. Regulasi ini ses­ungguhnya bukan intervensi negara atau pemer­intah terhadap agama, tetapi lebih kepada pen­gadministrasian. Pendirian atau pembangunan rumah ibadat di sini meliputi pembangunan yang baru dan renovasi, sama seperti pembangunan atau renovasi bangunan lain, harus mendapatkan izin dari pemerintah, terutama setelah berlakunya PBM pada tahun 2006.

Di antara inti PBM yang perlu perhatikan ialah pasal 14 dan pasal 15 yang isinya seba­gai berikut:(1) Pendirian rumah ibadat harus memenuhi persyaratan administratif dan per­syaratan teknis bangunan gedung. (2) Selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimak­sud pada ayat (1) pendirian rumah ibadat harus memenuhi persyaratan khusus meliputi: a. daf­tar nama dan Kartu Tanda Penduduk pengguna rumah ibadat paling sedikit 90 (sembilan pu­luh) orang yang disahkan oleh pejabat setem­pat sesuai dengan tingkat batas wilayah seba­gaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3); b. dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 (enam puluh) orang yang disahkan oleh lu­rah/kepala desa; c. rekomendasi tertulis kepala kantor departemen agama kabupaten/kota; dan d. rekomendasi tertulis FKUB kabupaten/kota.

(3) Dalam hal persyaratan sebagaimana dimak­sud pada ayat (2) huruf a terpenuhi sedangkan persyaratan huruf b belum terpenuhi, pemerintah daerah berkewajiban memfasilitasi tersedianya lokasi pembangunan rumah ibadat.

Pasal-pasar tersebut di atas dengan segala sorotan masyarakat terhadapnya sudah ber­hasil menekan angka potensi konflik. Sebelum PBM ini diterapkan angka konflik antar umat beragama prihal pembangunan rumah ibadah lebih tinggi. Denagn demikian, regulasi terh­adap pendirian rumah ibadah jauh lebih baik daripada tidak ada regulasi samasekali. Ke­beradaan PBM juga terbukti melindungi kel­ompok agama minoritas di dalam membangun rumah ibadahnya. Jika seluruh persyaratan su­dah dipenuhi maka pembangunan rumah iba­dah tidak satu pun orang yang bisa mengha­langi, karena mengahalanginya sama dengan perbuatan melawan hukum. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA