Kelompok sempalan muncul di permukaan, terutama setelah maraknya pemberitaan kasus Ahmadiyah Qadiyan, kelompok Lia Aminuddin, dan nabi palsu Mushaddeq. Pada penentuan awal Ramadlan dan awal Syawal juga selalu dimeriahkan dengan munculnya sejumlah kelÂompok tarekat yang menjalankan ibadah puasa dan Idul Fitri lebih awal mendahului kelompok meanstream muslim lainnya, seperti kelompok tarekat yang ada di Padang, Sumatera Barat dan di Gowa, Sulawesi Selatan. Akhir-akhir ini muncul juga kelompok sempalan yang berani menentang kelompok mainstream. Misalnya ada kelompok yang berani membid'ahkan seÂjumlah tradisi NU, menuding kelompok liberal, dan men-syi'ah-kan orang lain.
Kelompok sempalan sebetulnya bukan waÂcana baru dalam dunia Islam. Perjalanan seÂjarah dunia Islam sepertinya tidak pernah sepi dari kelompok sempalan. Tidak lama setelah Rasulullah wafat sudah muncul kelompok-kelÂompok Islam yang menyempal seperti kelomÂpok khawarij, kelompok murji'ah, dan kelompok syi'ah di samping kelompok sunni. Antara satu sama lain saling mengkafirkan, bahkan saling bunuh satu sama lain.
Masa pemerintahan Dinasti Umayyah dan Abbasiyah juga tidak pernah sepi dari kelomÂpok sempalan. Bahkan pernah menjadi tren ketika kelompok penguasa melakukan praktek tahkim, yaitu semacam litsus yang harus diÂlakukan kepada calon-calon pejabat agar peÂmerintahan bersih dari aliran yang dianggap "sesat" ketika itu. Tema penyempalan juga sanÂgat bervariasi. Mulai dari penyempalan bertema mazhab (fikih), aliran (teologi), sampai kepada intrik gaya dan dukungan politik.
Istilah lain yang sering digunakan anggota masyarakat tentang kelompok ini ialah kelomÂpok aliran menyimpang dan atau kelompok aliran sesat. Istilah terakhir ini sering digunaÂkan oleh Majlis Ulama Indonesia (MUI). Jika kelompok sempalan dialiransesatkan, maka pada saat itu konflik mulai mengancam, karÂena meskipun anggotanya kecil tetapi kelomÂpok sempalan selalu berlindung di bawah panji-panji HAM. ***